20 research outputs found

    Social Forestry - Why and for Whom? a Comparison of Policies in Vietnam and Indonesia

    Full text link
    Community forestry or social forestry (henceforth referred collectively as SF) programs have become new modes of forest management empowering local managers and hence, allowing integration of diverse local practices and support of local livelihoods. Implementation of these initiatives, however, face multiple challenges. State-prescribed community programs, for example, will remain isolated efforts if changes in the overall economic and social governance frameworks, including the devolution of rights to local users is lacking. Financial sustainability of these measures remains often uncertain and equity issues inherent to groups and communities formed for SF, can be exacerbated. In this article, we pose the question: Whose interests do SF policies serve? The effectiveness of SF would depend on the motivations and aims for a decentralization of forest governance to the community. In order to understand the underlying motivations behind the governments' push for SF, we examine national policies in Vietnam and Indonesia, changes in their policies over time and the shift in discourses influencing how SF has evolved. Vietnam and Indonesia are at different sides of the spectrum in democratic ambitions and forest abundance, and present an intriguing comparison in the recent regional push towards SF in Southeast Asia. We discuss the different interpretations of SF in these two countries and how SF programs are implemented. Our results show that governments, influenced by global discourse, are attempting to regulate SF through formal definitions and regulations. Communities on the other hand, might resist by adopting, adapting or rejecting formal schemes. In this tension, SF, in general adopted to serve the interest of local people, in practice SF has not fulfilled its promise

    Uji Aktivitas Antidementia Minuman Gambir dan Minuman Gambir Kombucha Lokal Bali secara In Vivo

    Full text link
    Dementia dapat disebabkan oleh kerusakan oksidatif, dimana antioksidan dapat memperbaiki kerusakan tersebut. Secara in vitro, minuman gambir kombucha lokal Bali memiliki aktivitas antioksidan lebih tinggi dibandingkan minuman gambir (Rupadani, 2013). Penelitian secara in vivo telah dilakukan pada mencit galur Balb/c yang bertujuan untuk menguji aktivitas antidementia minuman gambir dan minuman gambir kombucha lokal Bali. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan uji aktivitas antidementia minuman gambir dan minuman gambir kombucha lokal Bali pada dosis 200mg/kgBB dengan metode induksi ECS sebesar 50 mA selama 20 detik lalu dilakukan pengukuran waktu tempuh hewan uji 45 menit setelah induksi. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis dan uji Mann-Whitney dengan taraf kepercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa minuman gambir dan minuman kombucha lokal Bali memiliki potensi aktivitas antidementia pada dosis 200mg/kgBB. Minuman gambir lebih efisien digunakan sebagai antidementia

    Nusa Tenggara Uplands, Indonesia : multiple - site lessons in conflict management

    No full text
    Meeting: International Workshop on Community - Based Natural Resource Management, 10-14 May 1998, Washington, DC, USIn IDL-3134

    Pengaruh Bauran Pemasaran terhadap Keputusan Pembelian Rokok Mild

    Full text link
    Penelitian ini dilatarbelakangi dengan apakah keputusan pembelian konsumen rokok Sampoerna A Mild terpengaruhi oleh bauran pemasaran yang rokok Sampoerna A Mild lakukan. Permasalahan tersebut didasari dengan Peraturan Pemerintah nomor 109 tahun 2012 (PP No 109 Th 2012) tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan dalam usahanya untuk mengurangi konsumsi rokok di Indonesia. Tetapi, meskipun pemerintah menetapkan peraturan untuk membatasi rokok, rokok Sampoerna A Mild bisa menjadi penguasa pangsa industri rokok di Indonesia berdasarkan laporan keuangan mereka dari tahun 2007 sampai tahun 2015. Di Kota Bandung, pada tahun 2016, hampir 30% pangsa pasar rokok Mild dikuasai oleh Sampoerna A Mild. Metode penelitian yang digunakan dalam peneltian ini adalah metode kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah perokok aktif di Bandung. Jumlah sampel yang didapat adalah 100. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan nonprobability sampling dengan menggunakan teknik purposive sampling. Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif dan analisis regresi linier berganda. Rokok Sampoerna A Mild mempunyai kekuatan dalam bauran pemasaran di sub-variabel tempat. Dengan begitu, dapat diketahui bahwa konsumen dapat dengan mudah mengakses rokok Sampoerna A Mild. Rokok Sampoerna A Mild memiliki kelemahan didalam harga dimana konsumen tidak dapat menjangkau harga dari rokok Sampoerna A Mild dikarenakan harga rokok sendiri memang telah diatur oleh peraturan pemerintah. Konsumen lebih terpengaruh dalam memutuskan untuk membeli karena produk rokok Sampoerna A Mild yang terkenal akan kualitasnya dan mudahnya tempat untuk mengakses pembelian. Kata Kunci : Bauran Pemasaran, Keputusan Pembelia

    A Survey on the Clinical Diagnosis and Management of Gout Among General Practitioners in Bandung

    Full text link
    Backgrounds: The global prevalence of gout and hyperuricemia is increasing in recent years. As the most visited health care service, it is thus become more important that general practitioners have proper approach in the diagnosis and treatment of patients withgout, in order to prevent complications of the disease as well as adverse effects of inappropriate and improper use of medications.Objective: To determine whether the practice of general practitioners on the clinical diagnosis and management of gout in Bandung have been appropriate, with the implementation of evidence-based medicine.Methods: This was a descriptive cross-sectional qualitative study, done by survey using a questionnaire, conducted among general practitioners who attended medical symposia in Bandung from January to March 2011.Result: There were 173 respondents participating in this survey. Median age of respondents was 33 years (range 23–73 years), with median duration of practice of 7 years (range 0–45 years). The largest proportion of the respondents often suggested measurement of serum uric acid to patients with any joint pain (45.7%), did not recommend synovial fluid examination to patients suspected of having gout (80.8%), usually prescribedallopurinol to patients with asymptomatic hyperuricemia (52.6%), initiated allopurinol therapy during acute gout attack (35.8%), discontinued allopurinol therapy when serum uric acid normalizes (61.8%), and only very rarely gave prophylactic treatment to patients who started allopurinol therapy (43.4%).Conclusion: The majority of general practitioners had not applied or aware about evidence-based medicine in the diagnosis and management of gouty arthritis

    Desain mekanisme pembagian manfaat REDD+: Dari kebijakan ke praktik

    No full text
    Dalam beberapa tahun terakhir, pengembangan mekanisme pembagian manfaat menjadi prioritas kunci bagi banyak negara REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and forest Degradation, and enhancement of forest carbon stocks atau pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi Hutan, dan pengayaan cadangan karbon), sejalan dengan berbagai kebijakan dan proyek REDD+ yang memberi insentif kepada pemilik hutan untuk mengubah praktik manajemen hutan tempat mereka bergantung, sekaligus menjaga lingkungan dan keadilan sosial. Diskusi mengenai pembagian manfaat sering diawali dengan berapa jumlah atau seperti apa persentase dari total pembayaran untuk disalurkan pada penerima manfaat. Namun, tidak sesederhana kedengarannya, pemilik hutan tidak memanfaatkan, mengelola dan melindungi hutan hanya untuk alasan perolehan ekonomi
    corecore