5 research outputs found

    Reinterpretasi Ayat Gender dalam Memahami Relasi Laki-Laki dan Perempuan (Sebuah Kajian Kontekstual dalam Penafsiran)

    No full text
    Dewasa ini isu gender hangat diperbincangkan. Hal itu dilatarbelakangi oleh realitas masyarakat yang sebagian masih memegang prinsip budaya patriaki. Laki-laki mendapatkan hak-hak istimewa, sedangkan kaum perempuan cenderung dinomorduakan. Islam pada dasarnya menjunjung tinggi kesetaraan. Agama Islam diyakini sebagai agama yang ideal. Diturunkan untuk mengangkat derajat dan membebaskan perempuan dari tradisi jahiliyyah yang memarginalisasi kedudukannya. Ayat al-Qur’an telah mengungkapkan kesetaraan laki-laki dan perempuan serta menggariskan persamaan kedudukan diantara keduanya. Adapun yang membedakan adalah tingkat ketaqwaan. Namun, dalam realitas empiris keagamaan timbul problem pemahaman dan penafsiran teks-teks agama yang bias gender. Hal tersebut kemudian memunculkan masalah berkaitan dengan relasi laki-laki dan perempuan, seperti ketidakadilan, subordinasi, diskriminasi, dan marginalisasi. Untuk itu penulis menganggap perlu adanya peninjauan ulang interpretasi ayat dan model penafsiran yang cenderung meminggirkan peranan kaum perempuan. Dalam penelitian ini penulis memaparkan bagaimana relasi laki-laki dan perempuan dalam perspektif al-Qur’an melalui reinterpretasi terhadap penafsiran QS an-Nisa` ayat 34 secara kontekstual. Penulis memfokuskan kajian gender dan menghubungkannya dengan konsep kesetaraan laki-laki dan perempuan dengan metode deskriptif-analitis.[Nowadays, gender’s issue turns to be the most discussed topic. It is motivated by the community that some still hold the principle of patriarchy culture. Men get some privileges, while women tend to be the second position. Islam to the extent of upholding equality. Islam is believed to be the ideal religion. It is decreed to elevate women’s position and freedom from the jahiliyyah tradition that marginalizes women in society. The verses of the Qur’an have declared about the equality of men and women. The difference between them is their level of devotion. However, in the empirical reality of religion arises the misunderstanding and misinterpreting religious texts that are gender biased. It triggers the raising of issues related to male and female relationships, such as injustice, subordination, discrimination, and marginalization. Therefore, the author believes that it is necessary to reinterpret the verses and the interpretation model which tend to marginalize the role of women. In this article, the author explains how the interpretation of Q.S an-Nisa`verse 34 contextually reinterpret the relation of men and women. The author focuses on gender studies and relates them to the concept of male and female equality with descriptive-analytical methods.

    Reinterpretasi Ayat Gender dalam Memahami Relasi Laki-Laki dan Perempuan (sebuah Kajian Kontekstual dalam Penafsiran)

    Full text link
    Dewasa ini isu gender hangat diperbincangkan. Hal itu dilatarbelakangi oleh realitas masyarakat yang sebagian masih memegang prinsip budaya patriaki. Laki-laki mendapatkan hak-hak istimewa, sedangkan kaum perempuan cenderung dinomorduakan. Islam pada dasarnya menjunjung tinggi kesetaraan. Agama Islam diyakini sebagai agama yang ideal. Diturunkan untuk mengangkat derajat dan membebaskan perempuan dari tradisi jahiliyyah yang memarginalisasi kedudukannya. Ayat al-Qur'an telah mengungkapkan kesetaraan laki-laki dan perempuan serta menggariskan persamaan kedudukan diantara keduanya. Adapun yang membedakan adalah tingkat ketaqwaan. Namun, dalam realitas empiris keagamaan timbul problem pemahaman dan penafsiran teks-teks agama yang bias gender. Hal tersebut kemudian memunculkan masalah berkaitan dengan relasi laki-laki dan perempuan, seperti ketidakadilan, subordinasi, diskriminasi, dan marginalisasi. Untuk itu penulis menganggap perlu adanya peninjauan ulang interpretasi ayat dan model penafsiran yang cenderung meminggirkan peranan kaum perempuan. Dalam penelitian ini penulis memaparkan bagaimana relasi laki-laki dan perempuan dalam perspektif al-Qur'an melalui reinterpretasi terhadap penafsiran QS an-Nisa` ayat 34 secara kontekstual. Penulis memfokuskan kajian gender dan menghubungkannya dengan konsep kesetaraan laki-laki dan perempuan dengan metode deskriptif-analitis.[Nowadays, gender's issue turns to be the most discussed topic. It is motivated by the community that some still hold the principle of patriarchy culture. Men get some privileges, while women tend to be the second position. Islam to the extent of upholding equality. Islam is believed to be the ideal religion. It is decreed to elevate women's position and freedom from the jahiliyyah tradition that marginalizes women in society. The verses of the Qur'an have declared about the equality of men and women. The difference between them is their level of devotion. However, in the empirical reality of religion arises the misunderstanding and misinterpreting religious texts that are gender biased. It triggers the raising of issues related to male and female relationships, such as injustice, subordination, discrimination, and marginalization. Therefore, the author believes that it is necessary to reinterpret the verses and the interpretation model which tend to marginalize the role of women. In this article, the author explains how the interpretation of Q.S an-Nisa`verse 34 contextually reinterpret the relation of men and women. The author focuses on gender studies and relates them to the concept of male and female equality with descriptive-analytical methods.

    Reinterpretasi ayat gender dalam memahami relasi laki-laki dan perempuan (kajian kontekstual qs an-nisa` ayat 34)

    No full text
    Abstrak. Dewasa ini isu gender hangat diperbincangkan. Hal itu dilatarbelakangi oleh realitas masyarakat yang sebagian masih memegang prinsip budaya patriaki. Laki-laki mendapatkan hak-hak istimewa, sedangkan kaum perempuan cenderung dinomorduakan. Islam pada dasarnya menjunjung tinggi kesetaraan. Agama Islam diyakini sebagai agama yang ideal. Diturunkan untuk mengangkat derajat dan membebaskan perempuan dari tradisi jahiliyyah yang memarginalisasi kedudukannya. Ayat al-Qur?an telah mengungkapkan kesetaraan laki-laki dan perempuan serta menggariskan persamaan kedudukan di antara keduanya. Adapun yang membedakan adalah tingkat ketaqwaan. Namun, dalam realitas empiris keagamaan timbul problem pemahaman dan penafsiran teks-teks agama yang bias gender. Hal tersebut kemudian memunculkan masalah berkaitan dengan relasi laki-laki dan perempuan, seperti ketidakadilan, subordinasi, diskriminasi, dan marginalisasi. Untuk itu penulis menganggap perlu adanya peninjauan ulang interpretasi ayat dan model penafsiran yang cenderung meminggirkan peranan kaum perempuan. Dalam penelitian ini penulis memaparkan bagaimana relasi laki-laki dan perempuan dalam perspektif al-Qur?an melalui reinterpretasi terhadap penafsiran QS an-Nisa` ayat 34 secara kontekstual. Penulis memfokuskan kajian gender dan menghubungkannya dengan konsep kesetaraan laki-laki dan perempuan dengan metode deskriptif-analitis

    PENAFSIRAN AYAT-AYAT ḤIFẒ AL-‘AQL PERSPEKTIF TAFSIR MAQĀṢIDI

    Get PDF
    Manusia sebagai hayawān al-Nāṭiq (makhluk yang berfikir) dianugerahi akal untuk membedakan kedudukannya dengan makhluk yang lain. Al-Qur’an dalam hal ini berbicara mengenai eksistensi akal sebagai salah satu instrumen penting baik dalam hal memahami juga sebagai konfirmasi dari kebenaran informasi yang dibawa oleh wahyu. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya term akal disebutkan berikut derivasinya di dalam al-Qur’an, yang tidak lain memerintahkan manusia untuk berfikir dan mempergunakan akal sebaik-baiknya. Hal ini juga diperkuat dengan wahyu yang pertama kali diturunkan Q.S al-‘Alaq: 1-5 mengenai kewajiban menuntut ilmu. Perintah ini mengindikasikan kewajiban untuk mendayagunakan akal pikiran untuk memperoleh ilmu. Menilik urgensi dari akal ini, ḥifẓ al-‘Aql (penjagaan akal) merupakan konsekuensi yang harus diupayakan sebagai wujud syukur atas anugerah yang diberi. Dalam dimensi maqasid, ḥifẓ al-‘Aql merupakan salah satu bentuk al-usūl al-khamsah yang harus ada dan dijaga kelestariannya. Jika tidak direalisasikan, maka keseimbangan dalam kehidupan tidak akan terwujud. Dalam penelitian ini, penulis ingin menelusuri ayat-ayat ḥifẓ al-‘Aql dalam al-Qur’an berikut penafsirannya ditinjau dari perspektif Tafsir Maqasidi. Alasan penggunaan Tafsir Maqāṣidi, dikarenakan ḥifẓ al-‘Aql selain terdapat dalam dalil al-Qur’an, juga terdapat dalam Maqāsid al-Syarī’ah. Sebelumnya penulis memetakan pergeseran dan perkembangan kajian maqasid beserta konstruksi-konstruksi epistemologisnya yang memiliki keterkaitan dari periode klasik hingga era kontemporer. Jenis penelitian ini adalah library research, menggunakan metode deskriptif-analitik dengan pendekatan Maqāsid al-Syarī’ah. Pendekatan ini berfungsi untuk menggali penafsiran ayat berikut dengan analisis maqasid serta kontekstualisasinya pada zaman kini. Penulis akan membagi ayat-ayat penjagaan akal ke dalam dua segi yaitu penjagaan secara protektif (min nahiyyati al-‘adam) dan penjagaan secara produktif (min nahiyyati al-wujud). Adapun sumber primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah al-Qur’an, sedangkan data sekundernya adalah buku-buku yang berkaitan dengan maqāsid al-syarī’ah seperti Maqāsid al-Syarī’ah as Philosophy of Islamic Law karya Jasser Auda, al-Muwāfaqāt karya Abu Ishāq al-Syātibī, dll. Adapun hasil yang penulis dapatkan dalam penelitian ini, menghasilkan kesimpulan bahwa, melalui kaidah al-‘Ibrah bi al- Maqāsid, penulis membagi ayat-ayat hifz al-‘aql menjadi dua jenis. Pembagian ini bertolak pada karakteristik maqasid kontemporer yang mengatakan bahwasanya maqasid klasik yang semula bersifat ‘penjagaan (protection)’, berkembang menjadi ‘pengembangan (development)’. Pertama, Hifz al-‘Aql ditinjau dari segi min nahiyyati al-‘Adām dalam al-Qur’an yaitu larangan untuk minum khamr karena dapat merusak akal dan menghilangkan kesadaran. Pada zaman kini, hifz al-‘Aql dapat direalisasikan dengan tidak mengkonsumsi narkoba dan cairan yang memabukkan dan menghindari diri dari kecanduan game online. Kedua, Hifz al-‘Aql ditinjau dari segi min nahiyyati al- xxiii Wujūd dalam al-Qur’an yaitu adanya perintah menuntut ilmu untuk mendayagunakan akal pikiran. Pada zaman kini dapat direalisasikan dengan Menggalakan riset dan penelitian ilmiah, larangan untuk berbuat taklid, melakukan aktifitas mengembara untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Dengan adanya dua pembagian ini, maqasid yang semula bersifat khāṣṣah yaitu penjagaan terhadap individu, bisa berkembang menjadi maqasid ‘āmmah yaitu mengandung maslahah untuk masyarakat luas

    Jurnal harkat : media komunikasi islam tentang gender dan anak vol.14, no.1, april 2018

    No full text
    iv, 83 hlm, 29,1 x 20,7 c
    corecore