16 research outputs found
PENGARUH PEMBERIAN MINUMAN ENERGI TERHADAP KADAR UREUM DAN KREATININ TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)
Latar Belakang : Suplemen makanan berfungsi sebagai pembangkit atau penambah energi. Salah satu jenis suplemen makanan yaitu minuman energi. Minuman energi mengandung kafein yang berfungsi sebagai stimulan. Kafein mempengaruhi level energi dengan memblokade reseptor adenosin sehingga tubuh dikelabuhi untuk tetap beraktivitas tinggi. Efek lain dari kafein yaitu terjadinya penyempitan pembuluh darah yang apabila terjadi pada organ ginjal akan menyebabkan gagal ginjal atau penurunan fungsi ginjal yang dapat dimonitor secara akurat melalui pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin.
Tujuan Penelitian : mengetahui adanya pengaruh pemberian minuman energi terhadap kadar ureum dan kreatinin tikus putih (Rattus norvegicus).
Metode Penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen murni dengan percobaan secara in vivo pada tikus putih (Rattus norvegicus) dengan desain penelitian Pre and Post Test with Control Group Design. Dosis minuman energi 0,0828 gram/200gramBB/hari ; Dosis 0,1656 gram/200gramBB/hari; Dosis 0,248 gram/200gramBB/hari ; Dosis 0,3312 gram/200gramBB/hari ; Dosis 0,414 gram/200gramBB/hari merupakan variabel bebas, sedangkan kadar ureum dan kreatinin tikus putih (Rattus norvegicus) merupakan variabel terikat. Uji statistik yang dilakukan adalah uji One Way Anova.
Hasil Penelitian : Rata-rata selisih kadar ureum tiap kelompok berturut-turut adalah 0,44 ; 0,60 ; 1,22 ; 3,84 ; 8,33 dan 37,77 mg/dl. Selisih kadar kreatinin. 0,12 ; 0,01; 0,11; 0,32; 0,70 dan 2,55 mg/dl. Uji One-Way Anova didapatkan p<0.05 yang menunjukkan adanya perbedaan antar kelompok.Uji LSD pada ureum menunjukan dosis II-V ada perbedaan yang signifikan.Uji Tamhane’s T2 untuk kreatinin dosis III-V menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Hasil uji Correlation ureum didapatkan nilai R sebesar 0,785 yang berarti terdapat hubungan yang kuat antar kelompok. Pada kreatinin R sebesar 0,800 terdapat hubungan yang sangat kuat antar kelompok.
Kesimpulan : pengaruh pemberian minuman energi terhadap peningkatan kadar ureum tikus putih (Rattus norvegicus) sebesar 61,6 % dan kreatinin sebesar 63,9 %. Semakin besar dosis yang diberikan, kadar ureum dan kreatinin semakin meningkat.
Kata Kunci : minuman energi, ureum, kreatinin, tikus putih
PERBEDAAN KADAR KLORIDA PADA PLASMA LITHIUM HEPARIN DENGAN PENGGUNAAN SEPARATOR TUBE DAN VACUTAINER PADA PASIEN POST HEMODIALISA
Latar Belakang : Klorida merupakan anion utama dalam cairan ekstrasel.
Pemeriksaan kadar klorida berguna sebagai diagnosis banding pada gangguan
keseimbangan asam-basa serta untuk mengetahui etiologi penyakit gagal ginjal.
Pemberian antikoagulan selama proses hemodialisa menyebabkan sampel darah
dari pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir membutuhkan waktu yang lama
untuk membeku. Penggunaan sampel plasma dalam tabung dengan gel pemisah
telah menggantikan sampel serum untuk sebagian besar tes kimia. Fungsi gel
aditif dalam tabung pemisah adalah untuk memberikan penghalang fisik dan
kimia antara plasma dan sel. Lithium heparin adalah bentuk heparin yang
direkomendasikan karena paling tidak mengganggu ketika digunakan untuk
melakukan pemeriksaan.
Tujuan : Mengetahui ada tidaknya perbedaan terhadap hasil pemeriksaan kadar
klorida pada plasma lithium heparin dengan penggunaan separator tube dan
vacutainer pada pasien post hemodialisa.
Metode : Pre-experimental design dengan desain penelitian Static Group
Comparison. Kelompok eksperimen adalah plasma lithium heparin yang dibuat
dengan separator tube, sedangkan kelompok pembanding adalah plasma dan
serum dari vacutainer lithium heparin dan plain. Kadar klorida pada sampel
diukur dengan metode Ion Selective Electrode (ISE) pada alat Electrolyte
Analyzer Ilyte.
Hasil : Persentase selisih kadar klorida pada plasma lithium heparin antara
separator tube dan vacutainer adalah 0,64% (0,7 mmol/L). Hasil uji One Way
ANOVA dengan tingkat kepercayaan 95% memiliki nilai signifikan sebesar 0,294
(p ≥ 0,05).
Kesimpulan : Tidak terdapat perbedaan antar hasil pemeriksaan kadar klorida
pada pasien post hemodialisa dengan penggunaan separator tube dan vacutainer.
Kata Kunci :
Separator Tube, Lithium Heparin, Kadar Klorida, Hemodialisa
PERBEDAAN KADAR UREUM PADA PLASMA LITHIUM HEPARIN DENGAN PENGGUNAAN SEPARATOR TUBE DAN VACUTAINER PADA PASIEN POST HEMODIALISA
Latar Belakang : Pemeriksaan kadar ureum digunakan untuk mengevaluasi fungsi ginjal, status hidrasi, menilai keseimbangan nitrogen dan menilai hasil hemodialisa. Pemberian antikoagulan selama proses hemodialisa menyebabkan sampel darah dari pasien gagal ginjal kronis membutuhkan waktu yang lama untuk membeku. Penggunaan spesimen plasma akan mempercepat waktu pemeriksaan dan mengurangi terjadinya hemolisis. Jenis tabung vacutainer lithium heparin terdapat dua jenis, yaitu dengan dan tanpa penambahan gel.
Tujuan Penelitian : Mengetahui ada tidaknya perbedaan yang signifikan terhadap hasil pemeriksaan kadar ureum pada plasma lithium heparin dengan penggunaan separator tube dan vacutainer pada pasien post hemodialisa.
Metode Penelitian : Pre-experimental design dengan desain penelitian Statistic Group Comparison. Kelompok eksperimen adalah plasma lithium heparin yang dibuat dengan separator tube, sedangkan kelompok pembanding adalah plasma yang dibuat dengan vacutainer lithium heparin dan serum yang dibuat dengan vacutainer plain tube.
Hasil Penelitian : selisih rerata kadar ureum dengan penggunaan plasma separator tube dan vacutainer lithium heparin adalah sebesar 0,7 mg/dL atau sebesar 3,15%. Hasil uji One Way ANOVA dengan tingkat kepercayaan 95% memiliki nilai signifikan sebesar 0,990 (p ≥ 0,05).
Kesimpulan : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan secara statistic antara hasil pemeriksaan kadar ureum sampel darah pasien post hemodialisa dengan penggunaan Plasma Separator Tube dan Vacutainer Lithium Heparin.
Kata Kunci :
Plasma Separator Tube, Lithium Heparin, Kadar Ureum, Hemodialisa
PERBEDAAN HASIL PEMERIKSAAN SILINDER PADA SEDIMEN URINE SECARA KUANTITATIF MENGGUNAKAN METODE SHIH-YUNG DAN FLOWCYTOMETRY
ABSTRAK
Latar Belakang: Pemeriksaan sedimen urine merupakan bagian paling standar dan penting dalam pemeriksaan penyaring, memberikan data mengenai saluran kencing mulai dari ginjal sampai ujung uretra. Tujuan dari pemeriksaan sedimen urine adalah untuk mendeteksi dan mengidentifikasi bahan yang tidak larut dalam urine. Pemeriksaan sedimen urine dapat diperiksa dengan metode manual (konvensional) dan otomatis. Pada metode manual meskipun pemeriksaan membutuhkan waktu lama tetapi tidak tergantung pada ukuran sel, berbeda dengan metode flowcytometry yang meskipun waktu pemeriksaan cepat tapi memiliki kelemahan terhadap spesifikasi jenis sedimen berdasarkan ukurannya. Metode Shih-Yung selain sebagai metode manual juga dapat digunakan untuk konfirmasi hasil pemeriksaan flowcytometry.
Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil pemeriksaan silinder pada sedimen urine secara kuantitatif menggunakan metode Shih-Yung dan flowcytometry.
Metode Penelitian: Jenis penelitian ini menggunakan observasi dengan desain penelitian Cross Sectional. Sampel urine diperoleh dari Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta dengan jumlah sampel sebayak 30 sampel. Data yang diperoleh diuji secara statistik menggunakan Uji Nonparametrik Mann-Whitney U dengan derajat kepercayaan 95% menggunakan SPSS 17.0 for Windows.
Hasil Penelitian: Rerata selisih hasil pemeriksaan silinder pada sedimen urine menggunakan metode Shih-Yung dan flowcytometry adalah sebesar 1,66/µL. Pada pemeriksaan silinder pada sedimen urine dengan metode Shih-Yung dan metode Flowcytometry diperoleh persentase selisih sebesar 73,41%. Hasil uji nonparametrik Mann-Whitney U diperoleh Asym Sig. (2-tailed) sebesar 0,034.
Kesimpulan: Ada beda hasil pemeriksaan silinder pada sedimen urine secara kuantitatif menggunakan metode Shih-Yung dan flowcytometry.
Kata Kunci: Pemeriksaan silinder, metode Shih-Yung, metode flowcytometry
PERBEDAAN HASIL PEMERIKSAAN EPITEL PADA SEDIMEN URINE SECARA KUANTITATIF MENGGUNAKAN METODE SHIH-YUNG DAN FLOWCYTOMETRY
Latar Belakang : Sel epitel dalam urine merupakan salah satu parameter penting untuk diganosis suatu penyakit. Pemeriksaan sedimen urine secara kuantitatif memiliki ketelitian dan ketepatan yang lebih baik dibandingkan cara kualitatif. Pengunaan metode automatik masih terbatas karena tidak semua laboratorium mempunyai alat automatik. Pemeriksaan sedimen urine menggunakan metode Shih-Yung sudah terstandardisasi dan bisa mendapatkan hasil pemeriksaan yang kuantitatif seperti alat automatik. Penelitian tentang pemeriksaan sedimen urine secara kuantitatif menggunakan metode Shih-Yung belum banyak dilakukan, maka perlu adanya penelitian tentang metode tersebut yang dibandingkan dengan metode automatik dengan parameternya adalah sel epitel sedimen urine.
Tujuan : Mengetahui perbedaan hasil pemeriksaan epitel pada sedimen urine secara kuantitatif menggunakan metode Shih-Yung dan flowcytometry.
Metode Penelitian : Jenis penelitian ini adalah observasi dengan pendekatan kuantitatif. Desain penelitian ini adalah Cross Sectional dimana sampel urine diperiksa jumlah epitel urine dengan metode Shih-Yung dan flowcytometry secara bersamaan. Kriteria inklusi yaitu urine sewaktu pasien dengan jumlah epitel > 15/µL. Data diolah secara deskriptif dicari rerata selisihdan rerata persentase selisih hasil kedua metode, statistik menggunakan Independent Sample t-Test.
Hasil Penelitian : Rerata selisih antara hasil pemeriksaan epitel pada sedimen urine secara kuantitatif menggunakan metode Shih-Yung dan flowcytometry adalah 15,34/µL. Rerata persentase selisih antara hasil pemeriksaan epitel pada sedimen urine secara kuantitatif menggunakan metode Shih-Yung dan flowcytometry adalah 47,91%. Hasil uji statistik Independent Sample t-Test didapatkan nilai signifikan 0,029.
Kesimpulan : Terdapat perbedaan hasil pemeriksaan epitel pada sedimen urine secara kuantitatif menggunakan metode Shih-Yung dan flowcytometry.
Kata Kunci : Sel epitel pada sedimen urine, kuantitatif, metode Shih-Yung, metode flowcytometry
PERBEDAAN HASIL PEMERIKSAAN ERITROSIT PADA SEDIMEN URINE SECARA KUANTITATIF MENGGUNAKAN METODE SHIH-YUNG DAN FLOWCYTOMETRY
Latar Belakang : Pemeriksaan sedimen urine dapat diperiksa dengan metode manual dan otomatis.Pemeriksaan sedimen urine dengan metode otomatis yaitu menggunakan alat Automated urine analyzer yang telah terstandarisasi dengan pelaporan unsur sedimen secara kuantitatif yaitu per mikroliter (/µL) urine. Namun metode otomatis penggunaannya masih terbatas karena tidak semua laboratorium mempunyai alat automatikdan membutuhkan alat dan reagen yang harganya mahal, sehingga cara manual merupakan tes pilihan pada laboratorium yang belum tersedia alat otomatis. Pemeriksaan sedimen urine secara kuantitatif dengan metode manual mikroskopis yaitu menggunakan sistem Shih-Yung dan dilaporkan dalam satuan per mikroliter (/μL) urine. Pada sistem ini, baik volume urine yang dipakai maupun peralatan, dan sentrifugasi telah terstandarisasi.
Tujuan Penelitian : Mengetahui perbedaan hasil pemeriksaan eritrosit pada sedimen urine secara kuantitatif menggunakan metode Shih-Yung dan Flowcytometry.
Metode Penelitian : Jenis penelitian ini adalah observasional analitik. Penelitian ini dilaksanakan di RS Panti Rapih. Objek penelitian adalah sisa spesimen urine pasien di RS Panti Rapih. Unit analisis dalam penelitian adalah 30 sampel urine diperiksa menggunakan metode Shih-Yung dan Flowcytometry. Analisis data menggunakan Independent Sample T-Test.
Hasil Penelitian : Selisih rerata hasil pemeriksaan eritrosit sedimen urine secara kuantitatif antara metode Shih-Yung dan Flowcytometry adalah 7,22/µL dan persentase selisihnya adalah 36,44%. Hasil penelitian menunjukan ada perbedaan yang bermakna hasil pemeriksaan eritrosit pada sedimen urine secara kuantitatif menggunakan metode Shih-Yung dan Flowcytometry dengan nilai Sig adalah 0,004< α = 0,05.
Kesimpulan : Ada perbedaan yang bermakna hasil pemeriksaan eritrosit pada sedimen urine secara kuantitatif menggunakan metode Shih-Yung dan Flowcytometry.
Kata Kunci : Eritrosit, Sedimen Urine, Kuantitatif, Shih-Yung, Flowcytometry
PERBEDAAN KADAR NATRIUM (Na+) SEBELUM DAN SESUDAH HEMODIALISIS PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RS PANTI RAPIH YOGYAKARTA
Latar Belakang: Gagal ginjal kronis merupakan penurunan fungsi ginjal secara menetap. Penurunan fungsi ginjal dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit tubuh, termasuk natrium. Salah satu terapi yang dilakukan adalah hemodialisis, yaitu untuk membuang zat toksik dan sisa metabolisme dari tubuh.
Tujuan Penelitian: Mengetahui perbedaan kadar natrium (Na+) sebelum dan sesudah hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik di RS Panti Rapih Yogyakarta.
Metode Penelitian: Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional. Populasi studi penelitian ini adalah pasien gagal ginjal kronik yang melakukan hemodialisis di RS Panti Rapih Yogyakarta dengan jumlah sampel sebanyak 42 orang yang diambil dengan cara quota sampling. Pengambilan darah dilakukan sebelum hemodialisis dan segera sesudah hemodialisis yang kemudian dilakukan pengukuran kadar natrium darah. Secara deskriptif dilakukan pengelompokan data berdasarkan jenis kelamin dan umur. Data penelitian secara statistik diolah menggunakan Uji Independent T-test.
Hasil Penelitian: Terjadi perbedaan kadar natrium pada pasien sebelum dan sesudah hemodialisis sebanyak 19 sampel (45 %) mengalami kenaikan (p = 0,000) dan sebanyak 18 sampel (43 %) mengalami penurunan (p = 0,007). Sebanyak 8 responden (19,0%) mengalami hiponatremi sebelum hemodialisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi tertinggi dari pasien gagal ginjal kronik di RS Panti Rapih Yogyakarta berjenis kelamin laki-laki sebanyak 32 responden (76,2%), berusia 60 tahun 19 responden (45,2%).
Kesimpulan: Ada perbedaan kadar natrium (Na+) sebelum dan sesudah hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik di RS Panti Rapih Yogyakarta
PERBEDAAN HASIL PEMERIKSAAN LEUKOSIT PADA SEDIMEN URINE SECARA KUANTITATIF MENGGUNAKAN METODE SHIH-YUNG DAN FLOWCYTOMETRY
ABSTRAK
Latar Belakang : Leukosit dalam urine merupakan parameter yang sering diperiksa pada laboratorium dan menjadi salah satu parameter penting untuk diganosa suatu penyakit. Pemeriksaan sedimen urine secara kuantitatif memiliki ketelitian dan ketepatan yang lebih baik dibandingkan dengan cara kualitatif. Pengunaan metode automatik masih terbatas karena tidak semua laboratorium mempunyai alat automatik. Pemeriksaan sedimen urine menggunakan metode Shih-Yung juga sudah bisa mendapatkan hasil pemeriksaan yang kuantitatif seperti alat automatik dan alat ini sudah terstandardisasi. Penelitian tentang pemeriksaan sedimen urine secara kuantitatif menggunakan metode Shih-Yung belum banyak dilakukan, maka perlu adanya penelitian tentang metode tersebut yang dibandingkan dengan metode otomatis yaitu flowcytometry dengan parameter unsur sedimen urine yang diperiksa adalah leukosit.
Tujuan : Mengetahui perbedaan hasil pemeriksaan leukosit pada sedimen urine secara kuantitatif menggunakan metode Shih-Yung dan flowcytometry.
Metode Penelitian : Jenis penelitian ini adalah observasi dengan pendekatan kuantitatif. Desain penelitian ini adalah Cross Sectional. Kriteria inklusi penelitian ini yaitu urine sewaktu pasien dengan jumlah leukosit > 20/µL. Data diolah secara deskriptif dicari rerata hasil kedua metode, statistik menggunakan Independent Sample t-Test, dan analisis analitik dengan mencari persentase bias.
Hasil Penelitian : Selisih rerata pemeriksaan leukosit menggunakan metode Shih-Yung terhadap metode Flowcytometry adalah sebesar 18,76/µL. Sedangkan persentase selisih hasil pemeriksaan leukosit sedimen urine metode Shih-Yung terhadap metode Flowcytometri adalah 47,74%. Hasil uji statistik Independent Sample t-Test didapatkan nilai signifikan 0,000.
Kesimpulan : Terdapat perbedaan hasil pemeriksaan leukosit pada sedimen urine secara kuantitatif menggunakan metode Shih-Yung dan flowcytometry
Kata Kunci : Leukosit, sedimen urine, kuantitatif, metode Shih-Yung, metode flowcytometry
Campuran Infusa Talas (Xanthosoma Sagittifolium (L.) Schott), Kacang Kedelai (Glycine Max (L.) Merrill) Dan Ekstrak Ragi Sebagai Media Alternatif Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus Aureus
Pada pertumbuhannya bakteri memerlukan media pertumbuhan yang harus memiliki kandungan nutrisi seperti karbohidrat, protein dan nitrogen. Media Nutrient Agar sering dimanfaatkan untuk melakukan penelitian atau pembelajaran namun, memiliki harga yang relatif tinggi dan banyak diproduksi oleh perusahaan asing. Sehingga dilakukan pemanfaatan bahan alami yang mudah didapat dan memiliki harga terjangkau seperti talas sebagai sumber karbohidrat, kacang kedelai sebagai sumber protein dan ekstrak ragi sebagai sumber nitrogen.Untuk mengetahui media campuran infusa talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott), kacang kedelai (Glycine max (L.) Merrill) dan ekstrak ragi dapat digunakan untuk menumbuhkan bakteri Staphylococcus aureus.Jenis penelitian ini adalah eksperimen murni (True Experimental Research) dengan desain penelitian Post-Test Only Control Group Design. Rerata jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus yang tumbuh pada media alternatif adalah 82104 CFU/ml dan pada media Nutrient Agar adalah 94104 CFU/ml. Rerata diameter koloni bakteri Staphylococcus aureus yang tumbuh pada media alternatif adalah 2,53 mm dan pada media Nutrient Agar adalah 2,66 mm. Selisih rerarata antara media alternatif dan media Nutrient Agar pada jumlah koloni dan diameter koloni sebesar -12104 CFU/ml (-12,74%) dan -0,13 mm (-4,75%). Media alternatif cukup efektif (87,26%) untuk pertumbuhan koloni bakteri dan efektif (95,25%) untuk perkembangbiakan koloni bakteri Staphylococcus aureus. Hasil statistik menunjukkan ada perbedaan jumlah koloni dan diameter koloni bakteri Staphylococcus aureus pada media alternatif, dalam arti pada jumlah koloni kurang subur dibandingkan dengan media Nutrient Agar dan pada diameter koloni sebanding dengan media Nutrient Agar.Media alternatif campuran infusa talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott), infusa kacang kedelai (Glycine max (L.) Merrill) dan ekstrak ragi dapat digunakan sebagai media alternatif pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus
Herbal Soap Formulation as Anti-Bacterial in the Context of Increasing the Community's Healthy Living Movement
Plants have long been used by Indonesian communities for medicinal purposes, including herbal soaps. The number of herbal soap producers has increased, offering various types made from natural ingredients such as lemongrass, clove, and cinnamon. However, the concentration of essential oils in herbal soaps can vary significantly across brands. This study aimed to formulate an herbal soap as an antibacterial agent by determining the minimum concentration of essential oils (clove, cinnamon, and lemongrass) needed to inhibit the growth of Staphylococcus epidermidis and Pseudomonas aeruginosa. The research employed a Post-test Only Control Group Design and was conducted at the Microbiology Laboratory of Health Analysts in Yogyakarta from January to October 2020. The study tested essential oils at concentrations of 0.5%, 1.0%, 1.5%, and 2.0%. The inhibition zones were measured to evaluate effectiveness. Results showed that the inhibition zones for lemongrass oil at concentrations of 0.5%, 1%, 1.5%, and 2% against Pseudomonas aeruginosa were 6.85, 7.61, 7.89, and 8.92 mm, respectively. Cinnamon oil exhibited larger inhibition zones against both Pseudomonas aeruginosa and Staphylococcus epidermidis. Clove oil had less antibacterial effectiveness compared to cinnamon. Cinnamon oil at 2.00% concentration was very effective against Staphylococcus epidermidis, while 1.50% concentration was adequate for Pseudomonas aeruginosa