2 research outputs found
PENGARUH BUKAAN SUDU PENGARAH TERHADAP KERUGIAN HEAD DAN PERFORMANSI TURBIN FRANCIS VERTIKAL
Pembangkit Listrik Tenaga Air masih menjadi tumpuan utama pembangkitan energi listrik di dunia khususnya Indonesia.Data pada tahun 2006 menunjukan bahwa hampir 20% kebutuhan listrik dunia berasal dari PLTA atau sekitar 88% sumber energi terbarukan berasal dari pemanfaatan tenaga air. Ján Andrej Segner mengembangkan turbin air reaksi pada pertengahan tahun 1700. Turbin ini mempunyai sumbu horizontal dan merupakan awal mula dari turbin air modern. Hingga pada tahun 1849, James B. Francis meningkatkan efisiensi turbin reaksi hingga lebih dari 90%. Dia memberikan test yang memuaskan dan mengembangkan metode keteknikan untuk desain turbin air. Turbin Francis dinamakan sesuai dengan namanya, yang merupakan turbin air modern pertama dengan efisiensi lebih dari 90 %.Oleh karena itu dalam pengoperasiannya Turbin Francis harus optimal. Adapun tujuan penelitian ini yaitu membahas pengaruh bukaan sudu pengarah terhadap kerugian head dan performansi Turbin Francis. Kerugian head dihitung menggunakan rumus dan besarnya kerugian head pada instalasi turbin dianalisa dengan menggunakan software Pipe Flow Expert untuk mendapatkan ralat perhitungan. Kemudian dihitung daya dan efisiensi turbin Francis Besarnya nilai kerugian head akan semakin besar seiring dengan bukaan sudu pengarah. Kerugian head terkecil yaitu 0,229 m kemudian akan terus naik hingga bukaan maksimum 195 mm besarnya kerugian head mencapai 20,1375 m. Efisiensi turbin Francis akan terus naik seiring bukaan sudu pengarah akan tetapi pada bukaan 195 mm efisiensi turun pada titik 90,4 %. Sehingga didapat bahwa bukaan sudu pengarah yang menghasilkan efisiensi maksimum yaitu pada bukaan 160, 5 mm yaitu sebesar 98 %
From earthquakes to island area: multi-scale effects upon local diversity
Tropical forests occupy small coral atolls to the vast Amazon basin. They occur across bioregions with different geological and climatic history. Differences in area and bioregional history shape species immigration, extinction and diversification. How this effects local diversity is unclear. The Indonesian archipelago hosts thousands of tree species whose coexistence should depend upon these factors. Using a novel dataset of 215 Indonesian forest plots, across fifteen islands ranging in area from 120 to 785 000 km2, we apply Gaussian mixed effects models to examine the simultaneous effects of environment, earthquake proximity, island area and bioregion upon tree diversity for trees ≥ 10 cm diameter at breast height. We find that tree diversity declines with precipitation seasonality and increases with island area. Accounting for the effects of environment and island area we show that the westernmost bioregion Sunda has greater local diversity than Wallacea, which in turn has greater local diversity than easternmost Sahul. However, when the model includes geological activity (here proximity to major earthquakes), bioregion differences are reduced. Overall, results indicate that multi-scale, current and historic effects dictate tree diversity. These multi-scale drivers should not be ignored when studying biodiversity gradients and their impacts upon ecosystem function