3 research outputs found

    RUANG LINGKUP DAN MEKANISME KONTROL DPRD

    No full text
    Penelitian ini dirancang untuk memahamkan ruang lingkup dan mekanisme kontrol DPRD, dengan tujuan tujuan untuk memberi kejelasan mengenai hal tersebut serta diharapkan bermanfaat sebagai referensi untuk memperkuat kapasitas teknokratis anggota DPRD agar mampu menjalankan fungsi kontrolnya secara efektif, dinamis dan wajar. Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut di atas, dilakukan penelusuran bahan hukum primer, sekunder, dan tersier melalui dengan menggunakan pendekatan peraturan per-undang-undangan, konspeptual, dan sejarah. Hasil penelitian menunjukkan, ruang lingkup kontrol DPRD berada dalam bingkai kewenangan jabatan organik pemerintah daerah yang terdiri dari kepala daerah, wakil kepala daerah, dan perangkat daerah. Jabatan organic ini merupakan subjek dan ragam tindakan hukum publik yang dilakukan sebagai objek kontrol DPRD yang menitikberatkan aspek kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan serta aspek efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan. Pelaksanaan kontrol terhadap subjek, objek dan sasaran tersebut dilakukan melalui penggunaan hak kelembagaan dan hak perseorangan (anggota) DPRD berdasarkan mekanisme atau tata kerja yang berlaku

    RUANG LINGKUP DAN MEKANISME KONTROL DPRD

    No full text
    Penelitian ini dirancang untuk memahamkan ruang lingkup dan mekanisme kontrol DPRD, dengan tujuan tujuan untuk memberi kejelasan mengenai hal tersebut serta diharapkan bermanfaat sebagai referensi untuk memperkuat kapasitas teknokratis anggota DPRD agar mampu menjalankan fungsi kontrolnya secara efektif, dinamis dan wajar. Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut di atas, dilakukan penelusuran bahan hukum primer, sekunder, dan tersier melalui dengan menggunakan pendekatan peraturan per-undang-undangan, konspeptual, dan sejarah. Hasil penelitian menunjukkan, ruang lingkup kontrol DPRD berada dalam bingkai kewenangan jabatan organik pemerintah daerah yang terdiri dari kepala daerah, wakil kepala daerah, dan perangkat daerah. Jabatan organic ini merupakan subjek dan ragam tindakan hukum publik yang dilakukan sebagai objek kontrol DPRD yang menitikberatkan aspek kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan serta aspek efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan. Pelaksanaan kontrol terhadap subjek, objek dan sasaran tersebut dilakukan melalui penggunaan hak kelembagaan dan hak perseorangan (anggota) DPRD berdasarkan mekanisme atau tata kerja yang berlaku

    KEADILAN SUBSTANTIF DALAM PUTUSAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH

    No full text
    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konstruksi pemikiran hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dan asas-asas hukum yang mendukung putusan bernuansa keadilan substantif, serta untuk mengetahui pula apa implikasi normatif dari putusan yang bernuansa keadilan substantif dalam perkara pemilukada. Untuk mencapai hal tersebut maka penelitian ini difokuskan pada kajian putusan-putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara perselisihan Pemilukada.Penelitian menggunakan metode kajian hukum normatif untuk memahami penerapan norma-norma hukum terhadap fakta-fakta, sehingga diperlukan suatu telaah terhadap unsur-unsur hukum atau ???gegevens van het recht Dengan demikian, perolehan data dilakukan melalui kepustakaan, yakni melalui pengumpulan data sekunder yang mencakup bahan hukum primer, berupa putusan-putusan dan peraturan perundang-undangan, serta bahan hukum sekunder berupa kepustakaan di bidang Filsfat Hukum, Hukum Tata Negara, Konstitusi, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi dan buku-buku lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini, selanjutnya dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa konstruksi pemikiran para Hakim MK dalam memberikan putusan dalam perkara Pemilihan Umum Kepala daerah (Pemilukada) adalah memperluas kompetensi yang dimiliki MK, hal tersebut didasarkan semata-mata untuk penegakkan konstitusi dan pemenuhan keadilan substantif, yakni bahwa hasil Pemilukada adalah manifestasi suara rakyat, sehingga perselisihan Pemilukada tidak dapat dilihat sebagai perselisihan di atas kertas, tetapi dilihat bagaimana suara itu diperoleh dengan tidak melanggar prinsip konstitusional pemilihan umum, yakni langsung; umum; bebas; rahasia; jujur; dan adil, serta sesuai dengan prinsip universal ???nullus/nemo commodum capere potest de injuria sua propria??? (tidak boleh seorang pun boleh diuntungkan oleh penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukannya sendiri dan tidak seorang pun boleh dirugikan oleh penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain). Oleh karena itu, dalam proses Pemilukada tidak boleh ada pembiaran pelanggaran yang sistematis, terstruktur, dan masif, sehingga perolehan suara Pemilukada tidak merugikan pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, serta masyarakat yang mendambakan demokrasi yang berkeadilan. Dalam proses peradilan, Hakim MK telah menerapkan asas audi et alteram pertem atau hak untuk didengan secara seimbang, dan Asas Hakim aktif, serta 4 (empat) asas peradilan yang baik yaitu (1) Decise beninsel (right to a decision); (2) Verdidigings beginsel (a fair hearing) ;(3) Onpartijdigheids beginsel (no bias) ;dan (4) Motiverings beginsel (reasons and argumentations of decision). Selanjutnya, implikasi juridis dari putusan MK yang bernuansa keadilan substantif adalah dalam pelaksanaan putusan, berbagai varian amar putusan MK melahirkan potensi persoalan secara substantif, antara lain tidak adanya standar baku dalam menentukan limitasi Pemungutan Suara Ulang (PSU) yang diterapkan oleh MK, sehingga menimbulkan multi persepsi dalam merespon putusan MK, dan terdapat satu putusan yang melahirkan Implikasi yuridis yang dengan sendirinya telah merubah ketentuan hukum acara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, terutama yang berkaitan dengan legal standing Pemohon
    corecore