8 research outputs found

    Penggunaan Citra Landsat Etm+ untuk Monitoring Perubahan Penggunaan Lahan di Kawasan Puncak

    Full text link
    Puncak merupakan kota pariwisata dengan bentuk penggunaan lahan untuk USAhatani dan daerah resapan air. Secara umum kawasan ini merupakan daerah perbukitan dengan ketinggian bervariasi mulai dari 330 meter sampai 3.002 meter di atas permukaan laut, dengan kemiringan lahan antara 8% sampai dengan 50% dan terletak di kawasan Sub DAS Ciliwung Hulu. Persoalan utama di kawasan Puncak adalah Perubahan penggunaan lahan yang terus terjadi dan meningkat dari tahun ke tahun. Selama periode tahun 1981 – 2001 Perubahan penggunaan lahan terluas terjadi pada permukiman. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan akan pemukiman merupakan faktor terbesar yang mendorong Perubahan fungsi lahan di kawasan Puncak. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan monitoring Perubahan penggunaan lahan di kawasan Puncak Kabupaten Bogor. Citra satelit multi waktu digunakan sebagai data utama dalam mendefinisikan tipe-tipe penggunaan lahan yang terjadi pada kurun waktu 1995 – 2003. Analisis spasial dilakukan dengan menggunakan System Informasi Geografis yang dikembangkan oleh Aronoff (1989). Hasil analisis spasial menunjukkan Perubahan luasan dari delapan tipe penggunaan lahan yaitu hutan, kebun teh, kebun campuran, pemukiman, tegalan, semak, lahan terbuka dan sawah. Perubahan penggunaan lahan yang penting terjadi diantaranya adalah hutan (34,96% pada tahun 1995 menjadi 28,07% pada tahun 2003), sedangkan pemukiman (8,79% pada tahun 1995 menjadi 32,28% pada tahun 2003). Pada tahun 2003, luas penggunaan lahan untuk pemukiman sudah menempati peringkat teratas dibandingkan dengan penggunaan lahan lainnya, sehingga apabila penambahan pemukiman tidak dapat ditekan maka akan berdampak meningkatnya aliran permukaan yang dapat menimbulkan erosi dan banjir yang berulang. Akurasi citra hasil klasifikasi landsat ETM lebih besar dari 85%, dengan demikian ketelitian klasifikasi tergolong sangat baik

    Analisis Fluktuasi Debit Air Akibat Perubahan Penggunaan Lahan di Kawasan Puncak Kabupaten Bogor

    Full text link
    Kawasan Puncak yang terletak di Sub DAS Ciliwung Hulu merupakan daerah tangkapan air yang penting bagi kota Jakarta. Namun saat ini dengan terjadinya Perubahan penggunaan lahan yang sangat dinamis, terutama peningkatan penggunaan untuk pemukiman telah berdampak pada Perubahan debit air maksimum-minimum. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Perubahan penggunaan lahan antara tahun 1995-2003, dalam hubungannya dengan Perubahan debit air maksimum-minimum di kawasan Puncak Kabupaten Bogor. Analisis spasial dilakukan dengan menggunakan peta penggunaan lahan tahun 1995-2003 berdasarkan citra satelit landsat ETM+, dan Sistem Informasi Geografis (SIG). Analisis data atribut menggunakan Analisis Korelasi Berganda dan Analisis Regresi Berganda. Hasil analisis spasial menunjukkan bahwa Perubahan penggunaan lahan di kawasan Puncak pada periode tahun 1995-2003 cenderung didominasi oleh Perubahan lahan kebun campuran menjadi pemukiman. Analisis korelasi berganda menunjukkan adanya korelasi yang cukup tinggi dan berkorelasi negatif antara luas hutan dan selisish debit maksimum-minimum. Hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa hutan mampu menurunkan selisih debit air maksimum-minimum sebesar 0,027 m3/detik, jika luasan hutan naik sebesar satu hektar

    Dampak Revegetasi Hutan dengan Tegakan Meranti di Hutan Penelitian Gunung Dahu Bogor Jawa Barat terhadap Karakteristik dan Kesuburan Tanah

    Full text link
    Revegetasi dapat memperbaiki kondisi lingkungan yang terdegradasi yang disebabkan oleh konversi hutan. Pengelola Hutan Penelitian Gunung Dahu (HPGD) telah melakukan revegetasi menggunakan Shorea leprosula dan Shorea selanica yang berhasil memperbaiki bentang lahan HPGD. Namun belum diketahui bagaimana dampak revegetasi tersebut terhadap kondisi tanah di HPGD. Penelitian ini bertujuan mengkaji sifat tanah tegakan S. leprosula dan S. selanica yang ditanam menggunakan teknik penanaman berbeda di HPGD serta memperkirakan kesuburan tanah menggunakan Soil Fertility Index (SFI) dan Soil Evaluation Factor (SEF). Pengambilan sampel tanah menggunakan metode purposive sampling dan pemisahan fauna tanah dilakukan menggunakan corong Berlese dan hand sorting. Sebagai pembanding, pengamatan juga dilakukan pada lahan yang belum direvegetasi (tanah kosong) dan hutan alam terdekat. Hasil penelitian menunjukkan pasca 24 tahun penanaman, kondisi tanah di HPGD lebih baik dari kondisi tanah di tanah kosong dan telah mendekati kondisi tanah di hutan alam. Hal ini ditunjukkan dengan unsur hara yang tinggi terutama kandungan C-organik yang berkisar antara 3,09% hingga 3,28%. Keanekaragaman fauna tanah di HPGD tergolong sedang hingga tinggi. Petak S. leprosula dengan teknik penanaman line planting memiliki indeks kesuburan tanah tertinggi setelah indeks kesuburan tanah hutan alam dengan nilai SFI 40,50 dan SEF 62,54. Informasi ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam kegiatan revegetasi berikutnya

    Dampak Pembangunan Hutan Tanaman Industri Acacia Crassicarpa Di Lahan Gambut Terhadap Tingkat Kematangan Dan Laju Penurunan Permukaan Tanah (the Impact of Development of Industrial Plantation Forest Acacia Crassicarpa in Peatland Towards the Maturity)

    Get PDF
    The establishment of forest on peat areas is insepatable from the glare of the negative environmental issues associated with a decrease in the depth of water table which then result in a change of the original ecosystem. Long-term land reclamation activities for HTI Acacia crassicarpa is supposed to give a negative impact on changes in the peat soil characteristics such as level of maturity and the rate of decrease in surface peat soil (subsidence). Studies on the impact of HTI development in peat areas particularly on the level of maturity and rate of subsidence need to be done in order to provide information regarding the carrying capacity of the land exsisting condition. This study aims at evaluating the maturity level of the peat either vertically (based on the depth of peat) or horizontally (based on the distance from the lips of the canal) and determining the rate of subsidence as a result of reclamation of peatlands into plantations A. crassicarpa. The study was conducted in PT. AA, Rasau Kuning District, Siak, Riau. Research plots were placed in a 100 m long transects that were perpendicular to the tertiary canal. There are 12 plots and, transects consist of 3 observation points, so the total observation point is 36 points. Parameters measured were the dynamics of groundwater depth, the value of peat fiber content and the rate of subsidence. The results show that the impact of changes in the water table depth of peat soil in the study area only affects the level of maturity of peat at depths less than 2 m, whereas the tertiary canals distance of 125 m did not significantly affect the level of maturity of peat. At a depth of less than 2 m of peat maturity level is higher than the layer below it. A. crassicarpa plantation development in the study area leads to subsidence rate by an average of 5.5 cm / year
    corecore