15 research outputs found

    Aspek Positif Transportasi Online Pada Kualitas Udara

    No full text
    Hal. 2-

    POTENSI EMISI METANA KE ATMOSFER AKIBAT BANJIR

    No full text
    RINGKASANTulisan ini akan mengulas potensi emisi metana dari sumber genangan banjir dengan alasan pertama baru sedikit pustaka yang menyebutkan banjir sebagai salah satu sumber emisi metana yang bersifat antropogenik (dampak dari kegiatan manusia), temporer (sewaktu-waktu), dan bentuk emisi yang berupa sumber area. Ke dua, kejadian banjir yang cenderung, semakin hari semakin memiliki frekuensi yang tinggi setiap tahun, area yang terkena banjir semakin meluas dengan genangan yang semakin meninggi setiap kejadian banjir. Ke tiga, penyebaran konsentrasi metan yang dapat sampai ke lapisan stratosfer berpotensi memanasi bumi (pemanasan global) dan terjadinya penipisan lapisan ozon (lubang ozon). Oleh karena itu melalui tulisan ini akan diulas mengapa banjir berpotensi sebagai sumber emisi metan. Potensi emisi metana dari banjir dapat dilihat dari warna air genangan selama banjir yang berwarna sebagian besar adalah coklat tanah, luas areal yang terkena banjir, ketinggian genangan air, dan lama kawasan tergenang air selama beberapa hari. Hasil estimasi emisi CH4 dari lahan banjir hanya 0,0002 % dari semua sumber emisi CH4. Walaupun prosentasi emisi CH4 dari sumber banjir sangat kecil, tetapi kecenderungan daerah yang terkena banjir dari tahun ke tahun semakin meluas dengan tinggi genangan lebih tinggi dan lama tergenang yang lebih lama.Hal.27-32:ilus.; 30 c

    Pentingnya Daerah Aliran Udara Di Masa Otonomi Daerah

    No full text
    ABSTRAK Dari hasil-hasil penelitian sebelumnya telah disimpulkan bahwa penyebaran polutan udara menjangkau wilayah yang lebih luas, jauh dari sumber polusi. Untuk mencegah konflik penerima darnpak yang mungkin terjadi antara daerah sumber polusi dengan daerah polusi yang berada pada kewenangan administrasi yang berbeda, maka penting dibuat peta Daerah Aliran Udara terpolusi, terlebih pada masa pemerintahan otonomi daerah sesuai dengan UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah, Daerah Aliran. Udara mencakup daerah sumber polusi daerah penyebaran, dan daerah penerima dampak polusi.Hlm. 40-4

    Membeli Udara Bersih

    No full text
    Hlm. 33-3

    Dampak Perubahan Iklim (El Nino, La Nina, Tinggi Muka Laut) Pada Perikanan Tambak Di Pesisir Cilacap

    No full text
    Ikan sebagai pangan hewani sangat diperlukan untuk kesehatan dan kecerdasan generasi penerus. Salah satu sumber penghasil ikan adalah perikanan tambak yang terletak di kawasan pesisir kabupaten Cilacap. Saat ini perikanan tambak mendapat ancaman dari perubahan iklim, yaitu berupa El Nino, La nina,dan naiknya tinggi muka laut. Penelitian ini bertujuan mengetahui dampak El Nino dan La Nina pada tinggi muka laut serta mengetahui proyeksi temporal pengaruh dari perubahan iklim (El Nino, La Nina dan tinggi muka laut perairan Selatan Jawa) pada tambak. Metode yang digunakan adalah analisis statistik dan simulasi. Berdasarkan penelitian ini El Nino menurunkan tinggi muka laut perairan Selatan Jawa antara 5sampai 12 cm dan La Nina menaikkan muka laut perairan Selatan Jawa antara 3 sampai dengan 5 cm. Simulasi dengan menggunakan software Powersim Constructor 2.5 menghasilkan kenaikan muka laut perairan Selatan Jawa yang jika dibandingkan dengan hasil dari IPCC memiliki koefisien korelasi sebesar 0,99. Hasil simulasi tersebut dipergunakan untuk proyeksi temporal penggenangan kawasan tambak di kabupaten Cilacap. Kawasan tambak terbesar yang terdapat di Kabupaten Cilacap terletak di kecamatan Kampung Laut yang menurut proyeksi akan tergenang pada tahun 2026. Oleh karena itu segera dilakukan tindakan mitigasi. Naiknya muka laut yang selain disebabkan oleh pemanasan global dan La Nina akan mengakibatkan hilangnya kawasan pesisir sebagai salah satu penghasil pangan (protein hewani).Hal.165-17

    Kesesuaian Iklim Untuk Tanaman Jeruk Di Kabupaten Sumedang Pasca Letusan Gunung Galunggung

    No full text
    ABSTRAK Telah dilakukan penelitian terhadap tipe iklim Kabupaten Sumedang dengan metode klasifikasi iklim dari Schmidth-Fergusson. Latar belakang penelitian ini adalah adanya letusan gunung Galunggung (April, 1982) yang berpotensi dapat mengubah pola iklim di Sumedang. Belakangan ini ada rencana pengembangan budidaya tanaman jeruk kembali setelah perkebunan jeruk nyaris punah karena terpaan abu Gunung Galunggung tersebut. Metode klasifikasi ini menggunakan data curah hujan bulanan selama 10 tahun (1990-1999) dari 8 stasiun penakar hujan yang terdapat di Kabupaten Sumedang. Hasil klasifikasi iklim dengan metode Schmidth-Fergusson menyatakan bahwa Kabupaten Sumedang bertipe iklim B2 dengan sifat iklim basah dengan vegetasi yang masih didominasi oleh hutan hujan tropis. Dari analisis antara kebutuhan air tanaman jeruk selama periode pertumbuhan dengan curah hujan tahunan (1990-1999) untuk Kabupaten Sumedang dihasilkan kesesuaian, artinya curah hujan masih surplus dalam mensuplai kebutuhan air tanaman jeruk. Aerosol dari keluaran letusan Gunung Galunggung tidak mengubah pola iklim Sumedang.Hlm.175-18

    Applicatin of Some Evapotranspiration Models at Tropical Region

    Full text link
    Potential evaporation (ETp) can be calculated by ETp models climatological parametrs. Among them, the Penman model is most frequently used for ETp estimation. The penman model requires five climatic parameters : temperature, relative humidity, wind, saturation vapor pressure, and net radiation. It also uses complicated unit conversions and lengthy calculation. There are a simple models such as : Jensen - Haise models, Hargreaves, Radiation, Turc\u27s, and Makkink\u27s model. These models that requires only two climatic parameters, temperature and incident radiation

    Analisis Curah Hujan dan Suhu Untuk Menyusun Pola Tanam Tanaman Pangan di Jawa Barat

    No full text
    Pertanian merupakan salah satu kegiatan produksi dalam menghasilkan bahan pangan yang harus diulang dari tahap awal bila terjadi kegagalan. Kerugian balk berupa modal, tenaga, dan waktu akan dialami bila perencanaan awal tanam, periode musim tanam, pola tanam, dan jenis tanaman yang digunakan sebagai titik awal kegiatan tidak tepat. Oleh karena itu diperlukan perencanaan tanam yang balk berdasarkan data curah hujan dan suhu udara sebelumnya. Dalam penelitian ini akan dibahas pola tanam padi, jagung, dan kedelai untuk 5 lokasi di Jawa Barat (Karawang, Serang, Cianjur, Tasikmalaya, dan Indramayu) berdasarkan kebutuhan air tanaman yang digambarkan oleh parameter evapotranspirasi, koefisien tanaman, dan neraca air lahan. Awal tanam, periode musim tanam dan pola tanam untuk daerah Cianjur dan Tasikmalaya adalah sama, tetapi lain halnya dengan Karawang, Serang, dan Indramayu yang memiliki karakteristik berbeda.Hlm. 69-8
    corecore