47 research outputs found
Estimasi penyerapan karbon hutan mangrove Bahowo Kelurahan Tongkaina Kecamatan Bunaken
Hutan mangrove merupakan sumber daya alam daerah pesisir yang mempunyai banyak manfaat sangat luas baik secara ekologis, ekonomis, maupun sosial. Tujuan penelitian ini adalah mengestimasi potensi kandungan karbon (C) dan serapan karbondioksida (CO2) pohon mangrove Bahowo di Kelurahan Tongkaina Kecamatan Bunaken. Estimasi potensi biomassa, kandungan karbon, dan serapan karbondioksida pada pohon mangrove dilakukan dalam empat plot 10 x 10 m2 dengan jarak antar plot sejauh 50 m serta menggunakan persamaan allometrik. Setiap pohon yang ada dalam plot dicatat jumlah, jenis, dan diameternya. Hasil penelitian yang didapat menunjukan total biomassa adalah sebesar 433,69 ton/ha dan hasil estimasi kandungan karbon (C) serta serapan karbondioksida (CO2) sebesar 203,83 ton C/ha dan 748,07 ton CO2/ha
Struktur Komunitas Mangroce di Kelurahan Tongkaina Manado
Mangrove merupakan tumbuhan yang unik dan khas karena mampu bertahan hidup pada daerah yang ekstrim dengan kadar salinitas yang tinggi. Mangrove juga sering disebut dengan tumbuhan pasang-surut karena pertumbuhanya dipengaruhi oleh pasang-surut. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode line transek kuadran dengan menentukan tiga titik pengamatan (stasiun) pengambilan sampel, dan untuk mengetahui kondisi mangrove maka dilakukan perhitungan kerapatan jenis, frekuensi jenis, penutupan jenis, dominasi, indeks nilai penting dan keanekaragaman. Untuk fariabel lingkungan dilakukan beberapa pengukuran yaitu pengukuran suhu, salinitas dan juga melihat tipe substrat yang ada di Kampung Bahowo. Dari hasil penelitian, diketahui bahwa jenis mangrove yang memiliki nilai kerapatan tertinggi yaitu Rhizophora apiculata, dan untuk nilai frekuensi tertinggi juga yaitu jenis Rhizophora apiculata, sedangkan untuk nilai dominasi tertinggi dimiliki oleh jenis Sonneratia alba. Dan untuk keanekaragaman yang ada di Kampung Bahowo masih menunjukan nilai yang rendah. Kisaran suhu di Kampung Bahowo yaitu sekitar 29-30°C, sama halnya dengan kisaran salinitas yaitu 29-30 ppt dan untuk substrat yang mendominasi yaitu berlumpur, ini yang menyebabkan jenis Rhizophora apiculata banyak ditemukan dibandingkan dengan jenis lain
STRUKTUR KOMUNITAS IKAN FAMILY CHAETODONTIDAE SEBAGAI INDIKATOR KONDISI KESEHATAN LINGKUNGAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI ZONA TRADISIONAL PULAU BUNAKEN TAMAN NASIONAL BUNAKEN
The presence of coral reef fishes, especially family Chaetodontidae is one of bioindicators to environment health condition of coral reef. Fish indicator research in Bunaken Island waters aims to find out the community structure, such as the composition, abundance, density, equality, diversity and dominance. Data collection was conducted at 5 (five) locations in the Bunaken Island Traditional Zone where there are 5 (five) observation points respectively, namely TP-1 Mandolin, TP-2 Alung Banua, TP-3 Sachiko, TP-4 Muka Kampung, and TP-5 Bunaken Timur. Data collection by underwater visual census (UVC) techniques using SCUBA. The results showed there were 23 species of indicator fish from family Chaetodontidae, total individuals number of each species in 5 research sites as many as 97 individuals. The highest fish density is 0.06 at TP-5 while the lowest value in TP-2 with density value 0.02. Through indicator fish community structure indicates that the coral reef quality conditions is stable indicated by diversity values (H') in all locations were moderate category and inversely proportional by low dominance values, high leveling values (E). The similarity rate (IS) of indicator fish species in all locations differs from each other indicating the condition of coral reefs in each location grows independently without being influenced by other locations.Keywords: Reef Fish, Coral Reef, Indicator Fish
Struktur Komunitas Foraminifera Benthik Berdasarkan Habitat Di Perairan Sulawesi Utara
Penelitian mengenai struktur komunitas foraminifera telah dilakukan di beberapa lokasi di perairan Sulawesi Utara yang bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis foraminifera benthik dan struktur komunitas berupa kepadatan, keanekaragaman, kemerataan dan dominansi. Juga untuk mengetahui pola penyebaran foraminifera secara umum. Pegambilan sampel foraminifera dilakukan di garis pantai di zona intertidal, di beberapa kedalaman, dan juga di ekosistim yang berbeda seperti mangrove, lamun dan terumbu karang. Sampel diambil secara volumetri di Desa Salurang (Stasiun 1), Desa Binebas (Stasiun 2), Desa Bulo (Stasiun 3), Kelurahan Malalayang (Stasiun 4, dan Kelurahan Molas (Stasiun 5). Koordinat dari masing-masing stasiun dicatat mengacu pada tampilan posisi koordinat pada alat GPS (Global Positioning System). Pada setiap titik di tiap stasiun sampel yang terdapat dalam sedimen pasir dan lumpur diambil menggunakan alat keruk sekop dan dimasukkan dalam wadah plastik berlabel ukuran 240 ml. Sampel selanjutnya dibawa ke Laboratorium Biologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan untuk proses identifikasi, pengambilan dan analisis data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua substrat pada masing-masing stasiun penelitian terdiri dari pasir bercampur lumpur. Teridentifikasi ada sebanyak 10 spesies foraminifera pada semua stasiun penelitian dengan total individu sebanyak 1185 individu foraminifera. Struktur komunitas menunjukkan bahwa kepadatan individu tertinggi terdapat di Stasiun 4 yaitu pada spesies Baculogypsina sphaerulata. Pola penyebaran foraminifera per jenis per stasiun pada umumnya seragam, diikuti penyebaran mengelompok. Hanya ada satu jenis di satu titik pengamatan yang menunjukkan pola penyebaran acak. Penyebaran secara seragam atau merata merupakan pola penyebaran yang umumnya terjadi di alam
Struktur Komunitas Mangroce Di Kelurahan Tongkaina Manado
Mangrove merupakan tumbuhan yang unik dan khas karena mampu bertahan hidup pada daerah yang ekstrim dengan kadar salinitas yang tinggi. Mangrove juga sering disebut dengan tumbuhan pasang-surut karena pertumbuhanya dipengaruhi oleh pasang-surut. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode line transek kuadran dengan menentukan tiga titik pengamatan (stasiun) pengambilan sampel, dan untuk mengetahui kondisi mangrove maka dilakukan perhitungan kerapatan jenis, frekuensi jenis, penutupan jenis, dominasi, indeks nilai penting dan keanekaragaman. Untuk fariabel lingkungan dilakukan beberapa pengukuran yaitu pengukuran suhu, salinitas dan juga melihat tipe substrat yang ada di Kampung Bahowo. Dari hasil penelitian, diketahui bahwa jenis mangrove yang memiliki nilai kerapatan tertinggi yaitu Rhizophora apiculata, dan untuk nilai frekuensi tertinggi juga yaitu jenis Rhizophora apiculata, sedangkan untuk nilai dominasi tertinggi dimiliki oleh jenis Sonneratia alba. Dan untuk keanekaragaman yang ada di Kampung Bahowo masih menunjukan nilai yang rendah. Kisaran suhu di Kampung Bahowo yaitu sekitar 29-30°C, sama halnya dengan kisaran salinitas yaitu 29-30 ppt dan untuk substrat yang mendominasi yaitu berlumpur, ini yang menyebabkan jenis Rhizophora apiculata banyak ditemukan dibandingkan dengan jenis lain
Struktur Komunitas Moluska Di Vegetasi Mangrove Desa Kulu, Kecamatan Wori, Kabupaten Minahasa Utara
Di daerah mangrove terdapat biota akuatik yang hidup berasosiasi dengan mangrove antara lain moluska, krustasea dan ikan. Moluska sangat banyak ditemukan pada daerah mangrove di Indonesia. Jenis-jenis moluska ini ada yang menempati akar dan ada juga yang mendiami batang mangrove antara lain famili Littorinidae dan yang menempati daerah lumpur di dasar akar antara lain famili Ellobiidae dan Pottamidae. Tujuan dari pernelitian ini yaitu untuk mengidenifikasi moluska yang berasosiasi dengan vegetasi mangrove; mendeskripsikan struktur komunitas melalui analisa nilai indeks keanekaragaman, kekayaan jenis, kepadatan, frekuensi, dominasi dan indeks nilai penting. Metode yang digunakan yakni, metode kuadran, dengan cara meletakan lima buah kuadran 1 x 1 meter pada masing-masing stasiun. Terdapat 11 spesies dari 8 famili yaitu, Littoraria scabra, Nerita planospira, Chicoreus capucinus, Nerita undata, Chrithidea cingulata, Terebralia sulcata, Telecopiun telescopium, Polymesoda expansa, Isognomon ephippium, Saccostrea cucculata, Anomalocardia squamosa. Nilai indeks keanekaragaman yaitu 2,060, nilai indeks kekayaan yakni 2,387, kepadatan 0,660 ind/m², frekuensi kemunculan bervariasi antara 0,067-0,667, nilai indeks dominasi yakni 0,152 dan indeks nilai penting tertinggi yakni Littoraria scabra 75,67 dan terendah terdapat 3 spesies yakni Polymesoda expansa, Saccostrea cucculata dan Anomalocardia squamosa dengan nilai indeks 3,54
Status Persentase Tutupan Karang Scleractinia Di Pulau Bunaken (Taman Nasional Bunaken) Dan Di Pantai Malalayang, Pesisir Kota Manado
Karang scleractinia atau karang batu merupakan karang pembentuk terumbu. Sehingga penentuan status kondisi karang batu menjadi bagian penting dan sangat menentukan peran ekologis dan ekonomis ekosistim terumbu karang. Salah satu parameter untuk mengetahui kondisi karang batu yaitu persentase tutupan di alam. Penelitian dilakukan menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan tehnik pengambilan data dengan menggunakan LIT (Line InterceptTransect) yang selanjutnya dianalisis dengan Persentase Tutupan Karang setelah data diolah dengan ‘benthic life form\u27. Parameter lingkungan berupa salinitas dan suhu air serta kecerahan juga diukur.Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase tutupan di perairan pantai Malalayang Kota Manado dalam status kategori ‘poor\u27 (Buruk) khususnya di kedalaman 3 dan 5 meter yaitu pada kisaran antara 0-24,9 %, sekalipun pada kedalaman 10 meter hanya kategori ‘good\u27 (Baik), pada kisaran antara 50 – 69,9 %.. Sedangkan di stasiun penelitian Pulau Bunaken baik di bagian selatan yaitu Stasiun Fukui dan bagian utara pulau yaitu Stasiun Pangalisang hasilnya sebagian besar ‘excellent\u27 (sangat baik) yaitu dalam kisaran > 70 % persentase tutupan karang batunya. Dengan demikian diketahui bahwa karang yang berada di kawasan yang dilindungi atau konservasi masih relatif lebih baik kondisinya daripada karang yang berada di kawasan terbuka untuk umum sehingga tekanan kegiatanantropogenik intensitasnya relatif tinggi
Nematosit Karang Scleractinia, Pocillopora Eydouxi
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tipe, komposisi, dan dimensi nematosit dari Karang Scleractinia, Pocillopora eydouxi. Pocillopora eydouxi yang digunakan dalam studi ini berasal dari Pantai Malalayang, Manado. Dua tipe nematosit utama ditemukan pada Pocillopora eydouxi, yaitu holotrichous isorhizas (HI) dan microbasic p-mastigophore (MpM). Komposisi nematosit memperlihatkan bahwa HI lebih berlimpah dari MpM. Tipe HI memiliki panjang kapsul 63,38 ± 11,36 µm (mean ± SD) dan lebar kapsul 19,25 ± 4,60 µm (mean ± SD), sedangkan MpM memiliki panjang kapsul 27,05 ± 3,68 µm (mean ± SD), lebar kapsul 7,05 ± 1,88 µm (mean ± SD) dan panjang tangkai 19,59 ± 4,67 µm (mean ± SD). Hasil studi menyimpulkan bahwa Pocillopora eydouxi memiliki dua tipe nematosit utama, yaitu HI dan MpM, dan mengusulkan untuk diteliti lebih lanjut peranan dari ke dua tipe nematosit tersebut
Vertical Distribution and Density of Coral Fungiidae on Malalayang Waters
Fungiidae known as a solitaire coral, attachment and also free living and has capability of individual move for migrate. Their mobility allows them to expand the area, providing a hard substrate for coral recruitment and shelter for other invertebrates. The objective of this study was to examine the density and distribution of fungiid corals in Malalayang waters. The data were collected from September to December 2012 at four different areas. The results of this study showed that the highest density of fungiid corals were occurred on the front reef study site and mostly by Fungia danai (0,62 ind/m2), compared with other species such as Herpolitha limax (0,25 ind/m2), F. paumotensis (0,19 ind/m2), F. fungites (0,18 ind/m2), F. granulosa (0,18 ind/m2) and with an aggregated pattern of distribution. Fungiid corals found in this study were mostly relatively more on the reef flat compared to the reef slope
Distribusi Vertikal Karang Batu (Scleractinia) Di Perairan Desa Kalasey, Kabupaten Minahasa
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui struktur komunitas dan distribusi vertikal karang scleractinia di perairan Desa Kalasey.Jumlah spesies yang ditemukan pada lereng terumbu berjumlah 48 dan pada rataan terumbu 38.Jumlah koloni pada lereng terumbu berjumlah 190 dan pada rataan terumbu 133.Spesies Porites lobata memiliki kepadatan relatif tertinggi pada lereng terumbu dan Favites halicora pada rataan terumbu, masing-masing dengan nilai 20%. Nilai indeks keanekaragaman menunjukkan keanekaragaman tinggi pada lereng terumbu (3,12) dan keanekaragaman sedang pada rataan terumbu (2,95). Secara umum, kedua loaksi tersebut memiliki pola penyebaran seragam. Hasil indeks kemerataan pada lereng terumbu 0,80 dan rataan terumbu 0,81. Kedua nilai tersebut digolongkan pada komunitas yang stabil