44 research outputs found

    Nutritional Status and Quality of Life in Breast Cancer Patients in Karawaci General Hospital

    Full text link
    Cancer is related to a deterioration of nutritional status and quality of life (Qol), but the extent of these conditions in patients with breast cancer has not been studied well. Malnutrition is prevalent among cancer patients and maybe correlated with altered quality of life. The aim of this study is to evaluate the association of QoL and nutritional status after breast cancer diagnosed. Nutritional status was evaluated with Patient Generated Subjective Global Assessment and QoL using Short form 36 (SF-36) and also with the specific module for breast cancer patients. A consecutive sampleof twenty two patients diagnosed with breast cancer was evaluated. The associations of QoL with stadium and nutrition status were evaluated using T-test analysis. The mean of body mass index was 21.3 kg/m2. Fifty percent patient have menopause. Most patients were stage II (77.3%), the others stage III (18.2%) and stage I (4.5%). Sixty eight point two percent had risk of malnutrition. The stadium of tumor was significantly related to physical functioning (p < 0.000), physical limitation (p < 0.024), emotional limitation (p < 0.013), well-being (p < 0.020), health changes (p < 0.010). Thestatus of nutrition was significantly related to physical functioning (p < 0.001), loss of energy (p < 0.010) and general health (p <0.005). For Conclusion, the status of nutrition breast cancer patients were related to QoL especially physical functioning, loss of energy and general health after they were diagnosed

    Pulmonary Papillomatosis: a Rare Case of Recurrent Respiratory Papillomatosis Presenting with Multiple Nodular and Cavitary Lesions

    Get PDF
    Pulmonary papillomatosis is an extremely rare variant of recurrent respiratory papillomatosis which is hard to treat, causes prolonged morbidity, and may transform into malignant disorder in several cases. Since the symptoms and radiologic findings are not specific, pulmonary papillomatosis is often being misdiagnosed. Although considered benign, pulmonary papillomatosis carries the most significant mortality. This is a case report of a 26 year old man who complained recurrent chronic cough, slight hemoptoe, occasional pleuritic pain, and several episodes of fever. He also had laryngeal papillomatosis and undergone serial endoscopic resection since his childhood. Multiple nodular and cavitary lesions, some with air fluid level, were found in both lung fields at chest radiography and scintigraphy. Diagnosis of pulmonary papillomatosis complicated with secondary infection was made after endoscopic and histologic study. Key words: pulmonary papillomatosis, recurrent respiratory papillomatosis, nodular lesion, cavitary lesio

    Relevansi dan Implementasi Pembinaan Baca Tulis Al-Qur’an Mahasiswa (Analisis pada Jurusan PAI dan UPI IAIN Metro)

    Get PDF
    Al-Qur’an adalah salah satu fondasi keimanan yang tidak bisa ditawar[1] dan merupakan kitab suci yang sakral. Untuk dapat memahami al-Qur’an dengan baik, mahasiswa harus mampu membaca Al-Qur’an dengan benar sesuai kaidah ilmu tajwid dan memahami artinya Untuk itu, Jurusan PAI telah melaksanakan serangkaian kegiatan pembelajaran bagi mahasiswa&nbsp; dengan pemberian mata kuliah kependidikan secara umum maupun keagamaan, salah satunya mata kuliah baca tulis al-Qur’an.&nbsp;&nbsp; Selain kegiatan baca tulis al-Qur’an di Jurusan PAI, mahasiswa juga diberikan pembinaan baca tulis al-Qur’an di unit pengembangan ke-Islaman (UPI) selama 2 semester. Tujuanya untuk membina mahasiswa agar mampu membaca al-Qur’an dengan benar sesuai kaidah ilmu tajwid. Fenomena yang terjadi di Jurusan PAI, masih terdapat mahasiswa semester akhir yang belum mampu membaca Al-Qur’an dan menulis ayat-ayat pendek dengan benar. Hal ini berdasar pada hasil evaluasi&nbsp; ujian komprehensif dan skripsi. Berdasarkan latar belakang masalah&nbsp; di atas, maka penelitian ini dipandang sangat&nbsp; penting&nbsp; dilaksanakan sebagai bentuk&nbsp; evaluasi kegiatan pembinaan baca tulis Al-Qur’an baik pada Jurusan PAI maupun UPI dan sebagai refleksi dalam peningkatan kemampuan membaca dan&nbsp; menulis Al-Qur’an Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Metro Jenis penelitian ini penelitian&nbsp; kualitatif, yaitu penelitian yang bermaksud&nbsp; untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Sifat penelitian dan pendekatan yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Jika ditinjau dari karakteristiknya penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research). Dari penelitian ini akan dideskripsikan relevansi dan implementasi pembinaan Baca Tulis Al-Qur’an pada Jurusan PAI dan UPI IAIN Metro, serta faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanannya. Adapun relevansi pembinaan baca tulis al-Qur’an pada Jurusan PAI maupun UPI terletak pada materi yang disampaikan dan tujuan pembinaan yang sama, yaitu sama-sama membimbing mahasiswa agar mampu membaca al-Qur’an yang baik, benar dan lancar sesuai dengan kaidah ilmu tajwid dan juga bertujuan agar mahasiswa dapat menuliskan ayat-ayat al-Qur’an, baik dengan cara menyalin maupun dengan cara imla’, serta mahasiswa dapat menghafal beberapa&nbsp; surat al-Qur’an (khususnya surat-surat pada juz 30). Selain relevan pada materi dan tujuan, kerelevanan juga terdapat pada metode yang digunakan dalam pembinaan baca tulis al-Qur’an. Metode yang digunakan sangat menentukan keberhasilan dalam pembinaan BTQ. Hal ini didasarkan interview pada beberapa informan dan dokumentasi yang telah disebutkan pada hasil temuan sebelumnya. Adanya relevansi materi, tujuan dan metode yang relatif sama pada kegiatan pembinaan baca tulis al-Qur’an Jurusan PAI dan UPI, ini akan dapat menunjang mahasiswa dalam menguasai ilmu baca tulis al-Qur’an secara baik, sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai dengan maksimal. Berdasar pada pengumpulan data yang peneliti lakukan dapat diketahui bahwa faktor pendukung dalam pembinaan BTQ baik pada Jurusan Pendidikan Agama Islam maupun Unit Pembina ke-Islaman antara lain: Tersedianya tenaga dosen di Jurusan PAI yang ahli dibidangnya (Qiratul Sab’ah), Tersedianya Tutor BTQ (UPI) yang ahli dibidangnya, Tersedianya sarana prasarana pembelajaran yang memadai sehingga dapat menunjang pelaksanaan kegiatan pembinaan baca tulis al-Qur’an, Dukungan lembaga melalui pemberian beasiswa bagi mahasiswa yang memiliki prestasi dalam bidang tahfidz Qur’an, Dukungan lembaga dalam mendelegasikan Qiroatul Qur’an maupun Sab’ah serta&nbsp;&nbsp; tahfdz Qur’an dalam MTQ , Di dalam mata kuliah BTQ diajari menulis kaligrafi, membaca bersama-sama hafalan, dan dapat memahami tentang ilmu tajwid, Mahasiswa yang tidak pernah menghafal Al Quran jadi terpaksa menghafal, ditambah lagi mahasiswa jadi lebih mengerti tentang hafalan shalat. Adapun faktor penghambat dalam pembinaan BTQ baik pada Jurusan Pendidikan Agama Islam maupun Unit Pembina ke-Islaman antara lain: Jumlah pertemuan pembinaan baca tulis al-Qur’an sangat minim, yakni hanya 16 kali pertemuan dengan durasi yang sangat pendek (90 menit pembinaan di UPI dan 100 menit pembinaan BTQ di jurusan PAI), Belum adanya silabus UPI yang dibagikan ke mahasiswa dan mahasiswa hanya dikasih secara lisan target yang harus dicapai dari UPI, Pelatihan tutor terlalu singkat yaitu hanya 1 hari sehingga metode yang dipelajari menjadi kurang dan pelatihan mulai jam 07.30 sampai jam 17.30 wib, Masih rendahnya SDM mahasiswa (faktor input) dalam baca tulis al-Qur’an, Kurang selektifnya penjaringan calon mahasiswa&nbsp; dalam program penerimaan mahasiswa baru, terlebih program SPAN-PTIKN yang tidak mensyaratkan kemampuan BTQ dalam persyaratannya, Adanya perbedaan cara dan materi pembinaan yang dilakukan oleh masing-masing dosen pengampu mata kuliah BTQ pada jurusan PAI antar kelas sehingga menyebabkan tujuan pembelajaran tidak dapat tercapai secara maksimal, Kurang disiplinnya mahasiswa dalam mengikuti kegiatan pembinaan baca tulis al-Qur’an, Belum ada pembinaan lanjutan Qiro’a dan Qiroatul Sab’ah bagi yang sudah bisa membaca al Qur’an, Belum ada pembinaan lanjutan bagai mahasiswa dalam menulis ayat- ayat pendek maupun Kaligrafi.&nbsp; Berdasar pada data yang peneliti peroleh di lapangan dan pada analisis yang peneliti lakukan, dapat disimpulkan bahwa: Terdapat relevansi materi antara pembinaan Baca Tulis Al-Qur’an pada Jurusan PAI dan UPI hal ini terlihat dari materi tajwid yang diajarkan terdapat pada silabus, Implementasi Pembinaan&nbsp; Baca Tulis Al-Qur’an pada Jurusan PAI dilaksanakan pada semester 2, sedangkan pada UPI dilaksanakan pada semester 1 dan 2 dengan jumlah tatap muka sebanyak 16 kali pertemuan dengan durasi pertemuan 100 menit untuk BTQ di Jurusan PAI dan 90 menit untuk BTQ pada UPI, Faktor pendukung kegiatan pembinaan baca tulis al-Qur’an meliputi; a) Tersedianya tenaga dosen di Jurusan PAI yang ahli dibidangnya (Qiratul Sab’ah). b) Tersedianya Tutor BTQ (UPI) yang ahli dibidangnya. c)Tersedianya sarana prasarana pembelajaran yang memadai sehingga dapat menunjang pelaksanaan kegiatan pembinaan baca tulis al-Qur’an. d) Dukungan lembaga melalui pemberian beasiswa bagi mahasiswa yang memiliki prestasi dalam bidang tahfidz Qur’an. e) Dukungan lembaga dalam mendelegasikan Qiroatul Qur’an maupun Sab’ah serta tahfdz Qur’an dalam MTQ. f) Di dalam mata kuliah BTQ diajari menulis kaligrafi, membaca bersama-sama hafalan, dan dapat memahami tentang ilmu tajwid. g) Mahasiswa yang tidak pernah menghafal Al Quran jadi terpaksa menghafal, ditambah lagi mahasiswa jadi lebih mengerti tentang hafalan shalat, Sedangkan faktor penghambatnya; a) jumlah tatap muka dan durasi pembinaan sangat minim, Jumlah pertemuan pembinaan baca tulis al-Qur’an sangat minim, yakni hanya 16 kali pertemuan dengan durasi yang sangat pendek (90 menit pembinaan di UPI dan 100 menit pembinaan BTQ di jurusan PAI). b) Belum adanya silabus UPI yang dibagikan ke mahasiswa dan mahasiswa hanya dikasih secara lisan target yang harus dicapai dari UPI. c)Pelatihan tutor terlalu singkat yaitu hanya 1 hari sehingga metode yang dipelajari menjadi kurang dan pelatihan mulai jam 07.30 sampai jam 17.30 wib. d) Masih rendahnya SDM mahasiswa (faktor input) dalam baca tulis al-Qur’an. e) Kurang selektifnya penjaringan calon mahasiswa&nbsp; dalam program penerimaan mahasiswa baru, terlebih program SPAN-PTIKN yang tidak mensyaratkan kemampuan BTQ dalam persyaratannya. f) Adanya perbedaan cara dan materi pembinaan yang dilakukan oleh masing-masing dosen pengampu mata kuliah BTQ pada jurusan PAI antar kelas sehingga menyebabkan tujuan pembelajaran tidak dapat tercapai secara maksimal. g)Kurang disiplinnya mahasiswa dalam mengikuti kegiatan pembinaan baca tulis al-Qur’an. h) Belum ada pembinaan lanjutan Qiro’a dan Qiroatul Sab’ah bagi yang sudah bisa membaca al Qur’an. I)Belum ada pembinaan lanjutan bagai mahasiswa dalam menulis ayat- ayat pendek maupun Kaligrafi.&nbsp; &nbsp

    Hemoperitoneum Caused by Spontaneous Rupture of Hepatocellular Carcinoma

    Get PDF
    We are reporting a male, 46 years old came to emergency unit with a chief complaint of abdominal tenderness since 1 day prior to admission. No history of abdominal trauma. He often felt abdominal discomfort for the last 5 years. Physical examination revealed decreased consciousness, shock, pale conjungtiva, distended abdomen, with tenderness of the whole abdomen on palpation, and no bowel movement. Laboratory examination found anemia, leucocytosis, normal amilase and lipase. FAST (focus assissted Sonography on trauma) found massive ascites. Patient underwent cito laparotomic exploration that found blood on abdominal cavity, nodular liver, and actively bleeding tumour of liver. During hospitalization, patient recovered and discharged.In the case of acute abdomen, spontaneous ruptured hepatocellular carcinoma (HCC) is one of differential diagnosis, considering high incidence of HCC in South East Asia, especially Indonesia. Confirming diagnosis of generalized peritonitis requires abdominal CT scan and ultrasonography, to rule out ruptured HCC.Key words: hemoperitoneum, ruptured hepatocellular carcinom

    Diffuse Large B Cell Lymphoma, Bilateral Lower Extremity Lymphedema, and Ulcerated Inguinal Lymph Node

    Full text link
    Lymphedema (LE) is a chronic medical condition characterized by lymphatic fluid retention, resulting in tissue swelling. There are two general classifications of LE; primary and secondary which are based on two mechanisms; lymphatic obstruction and lymphatic interruption. The most common cause of LE in the developing world is secondary to an infection known as filariasis. Cancer including Hodgkin and non-Hodgkin lymphomas; and its treatment are some causes of secondary LE. LE also could maintain the persistence of an occult localization of lymphoma. This case illustration describes a female, 57 year-old with stage II lymphedema of both legs, bilateral inguinal lymphadenopathies that were biopsied. The filarial blood examination was negative. Biopsies showed diffuse large B-cell lymphoma

    Approach for Diagnostic and Treatment of Achalasia

    Full text link
    Achalasia is a rare motor disorder of the esophagus and lower esophageal sphincter. The incidence is approximately 1/100,000 per year and the prevalence rate is 10/100,000. Achalasia is quite difficult to establishbecause the symptoms might be insidious and therefore not many people come to seek medical attention until it deteriorates to final stage of the disease. There are several modalities that can be used as diagnostic toolssuch as manometry, barium esophagogram, esophagoduodenoscopy, esophageal CT-scan, until the recent one, high-resolution manometry that can classify achalasia into three different types. The treatment options are the pharmacologic intervention, endoscopic treatment, minimal invasive surgery, and radical surgery.We reported a case of 20 year old female with achalasia who came with dysphagia symptom since three years before. The diagnosis was made by historytaking, physical examination and barium meal and esophagogastroduodenoscopy. The patient underwent pneumatic dilatation and since then the symptom was relieved
    corecore