57 research outputs found

    FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI KURANG PADA BATITA USIA 12-36 BULAN

    Get PDF
    Latar Belakang: Gangguan pertumbuhan atau kurang gizi pada anak balita berhubungan erat dengan berbagai faktor seperti pengetahuan gizi ibu, tingkat pendidikan ibu, praktik pemberian makan sesuai umur anak, riwayat infeksi, status kerja ibu, peran serta ibu dalam menanggulangi masalah gizi melalui partisipasi untuk ikut serta melaksanakan program kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi kurang pada batita usia 12-36 bulan. Metoda: Jenis penelitian adalah eksplanatif dengan pendekatan cross sectional yang dilaksanakan pada bulan Oktober 2005 di wilayah kerja Puskesmas Bugangan Semarang. Sampel penelitian adalah batita usia 12-36 bulan yang mempunyai status gizi kurang berjumlah 34 anak diambil secara purposif. Data status gizi kurang berdasarkan pengukuran antropometri BB/U dibandingkan dengan nilai Z-score WHO_NCHS. Data asupan energi protein, partisipasi ibu menimbangkan balita di Posyandu, status kerja ibu, riwayat infeksi, praktik pemberian makan, pengetahuan gizi ibu, tingkat pendidikan ibu dengan recall 2x24 jam, wawancara dan alat bantu kuesioner. Untuk menguji kenormalan digunakan uji Kolmogorov-Smirnov Test. Analisis hubungan antar variabel menggunakan uji Correlations Person Product Moment (PPM), Kruskal-Wallis Test, dan T- Test. Hasil dan Kesimpulan: Ada hubungan antara asupan energi, dan protein serta riwayat infeksi dengan status gizi tetapi tidak ada hubungan partisipasi ibu menimbangkan balitanya di Posyandu, status kerja ibu dengan status gizi. Tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dan pengetahuan gizi ibu dengan praktik pemberian makan. Praktik pemberian makan dengan asupan energi dan protein. Pengetahuan gizi ibu dengan partisipasi ibu menimbangkan balitanya di Posyandu. Kata kunci: status gizi, praktik makan, pengetahuan, pendidikan, asupan energi protein

    Physical Cranial Characters of Wajak Man

    Get PDF
    Human fossils from Wajak, or better known as Wajak Man which is noted as Wajak 1, have been discovered by von Rietschoten in 1888 during exploration prospecting activities at the marble mine area in Tulungagung. The Wajak 1 found in cave sediments during disorganized excavation, therefore the stratigraphic position of the fossil was uncertain. Until this time, since the discovery of the fossil, not many study and publications have been performed on the fossil of Wajak 1. For this reason, this research attempted to compare Wajak 1 with Homo erectus fossils from Ngandong, Sambungmacan, and Sangiran to understand the presence of a linearity pattern based on anatomy of the physical cranial characters. The research was conducted through qualitative analysis by comparing the anatomy of all samples, and quantitative analysis by measuring some biometric parameters of cranium which then processed by statistical methods. Based on PCA analysis, the fossils of Ng 9, Ng 10, Ng 11, Sm 1, Sm 3, Sm 4, Sn 17, Ngawi 1, and Wajak 1 have some kinship based on two principal components as a variable that mostly contributed. Particularly, the specimen of Wajak 1 has the furthermost kinship with other fossils based on maximum cranial length and minimum frontal breadth. Based on these parameters, the Wajak 1 has the largest size in comparison with other fossil samples. The fossil Ngawi 1 and Sm 3 have a close relationship because both of the samples have a smallest size among others, as indicated by their maximum cranial length, minimum frontal breadth, parietal chord, and occipital chord. The specimens of Ng 9, Ng 10, Ng 11 closed to one another and formed in one group, while Sm 1 and Sm 4 close to Sn 17 and form another group. Ng 9, Ng 10, and Ng 11 have a greater values on four parameters compared to the specimens Sm 1, Sm 4, and Sn 17. The result of cluster analysis shows the cluster pattern similar to PCA as shown in the dendrogram. Based on comparative anatomy, the Wajak 1 has most rounded shape and largest cranium. Another different could be seen visibly in the supraorbital torus which is thin and curve tends to follow the shape of orbital. A prominent supraorbital torus is a character belongs to Homo erectus was observed in the specimens Sm 1, Sm 4, Sn 17, Ng 9, Ng 10, Ng 11, Sm 3, and Ngawi 1, but it was not observed in Wajak 1. So, it could be concluded that Wajak 1 is belongs to Homo sapiens which has a characters no prominent supraorbital torus, most rounded form and largest size among other specimens. Keywords: Wajak Man/Wajak 1, comparative anatomy, Principal Component Analysis (PCA

    ANALISIS TAFONOMI MOLUSKA PADA FORMASI DAMAR DI KALI SIWUNGU TEMBALANG SEMARANG

    Get PDF
    Analisis tafonomi dalam geologi dapat diaplikasikan untuk menginterpretasi perubahan relatif muka air laut. Dalam penelitian ini dilakukan analisis tafonomi moluska pada Formasi Damar yang bertujuan untuk mengetahui perubahan relatif muka air laut dalam kaitannya dengan sekuen stratigrafi. Lokasi penelitian berada di Kali Siwungu Desa Jurangbelimbing Kecamatan Tembalang Semarang yang secara geologi termasuk dalam Formasi Damar. Objek penelitian adalah singkapan batuan Formasi Damar dengan kandungan fosil moluska di Kali Siwungu Desa Jurangbelimbing, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang, Jawa Tengah. Data yang digunakan adalah hasil pengamatan dan pengukuran singkapan batuan di lapangan. Data tersebut dianalisis untuk interpretasi proses perubahan relatif muka air laut dalam konteks system tract berdasarkan litologi dan tafonomi moluska dalam batuan. Berdasarkan ciri – ciri tafonomi moluska dapat diinterpretasi singkapan batuan yang diteliti diendapkan pada fase kenaikan muka laut, yaitu pada bagian bawah yang ditandai oleh tafonomi moluska dengan tingkat fragmentasi dan abrasi yang sangat tinggi, disartikulasi, serta ditemukan fosil jejak berupa conichnus dan konkresi yang merupakan awal fase transgressive system tract (Early TST). Di bagian atas ditandai oleh tafonomi moluska dengan tingkat fragmentasi dan abrasi yang lebih rendah dan tidak ditemukan fosil jejak maupun konkresi yang merupakan akhir dari fase transgressive system tract (Late TST). Kata Kunci: Tafonomi, Moluska, Siklus Pengendapa

    Korelasi Antara Batuan Induk dan Minyak Bumi Berdasarkan Analisis Geokimia Hidrokarbon Pada Sumur Luk-2, Sub-cekungan Jambi, Cekungan Sumatera Selatan

    Get PDF
    Kegiatan eksplorasi hidrokarbon saat ini semakin meningkat seiring dengan meningkatknya kebutuhan energi di Indonesia. Sub-cekungan Jambi, Cekungan Sumatera Selatan memiliki sumur-sumur tua yang ditinggalkan, namun beberapa juga masih berproduksi dalam jumlah yang terus mengalami penurunan. Eksplorasi perlu dilakukan untuk menemukan kemungkinan cadangan baru dalam cekungan ini. Salah satu metode dalam eksplorasi adalah geokimia. Melalui geokimia hidrokarbon, karakteristik kimia detil suatu sampel minyak bumi dan batuan induk dapat diketahui sehingga dapat dilakukan korelasi di antara keduanya. Penelitian ini menggunakan dua jenis metode penelitian yaitu metode deskriptif dan metode analisis. Metode deskriptif meliputi fakta-fakta yang diperoleh melalui studi literatur dan studi kasus. Sedangkan metode analisis meliputi beberapa metode yaitu Total Organic Carbon (TOC), Rock Eval Pyrolisis, Vitrinite Reflectance in Oil (VRo), ekstraksi soxhlet, Gas Chromatography (GC) serta Gas Chromatography-Mass Spectrometry(GC-MS). Jenis sampel yang digunakan berupa sampel ditch cuttings sebanyak 20 sampel. Selain itu terdapat satu sampel minyak bumi yang diambil dari reservoir. Berdasarkan data-data tersebut dilakukan analisis screening batuan induk meliputi kualitas, kuantitas, dan kematangan. Selanjutnya dilakukan analisis asal material organik, lingkungan pengendapan, dan tingkat kematangan untuk menentukan korelasi antara batuan induk dan minyak bumi. Batuan induk pada Sumur Luk-2 adalah batuan dengan litologi batulempung pada kedalaman 1840 m, 1900 m, 2080 m, 2150 m, dan 2210 m dengan jumlah TOC tergolong fair-good (0,7-1,36 wt%), kerogen tipe III, derajat kematangan menurut VRo dengan nilai 0,55-0,61%Ro dan TAI (Thermal Alteration Index) dengan nilai 2-2+ tergolong immature-early mature. Berdasarkan pola terpana trisiklik, terpana, dan sterana sampel bitumen secara umum diendapkan pada kondisi oksisitas oksik-suboksik dengan indikasi lingkungan pengendapan campuran dan input material organik dominan angiospermae dan sedikit alga. Tingkat kematangan early mature - peak mature menurut parameter non-biomarker fraksi aromatics MPI. Sampel minyak bumi secara umum diendapkan pada lingkungan pengendapan darat dengan input material organik angiospermae dan alga. Tingkat kematangan menurut parameter non-biomarker fraksi aromatics MPI masuk ke dalam zona peak mature. Dapat disimpulkan bahwa antara sampel batuan induk dengan minyak bumi berkorelasi negatif. Kata kunci: Cekungan Sumatra Selatan, korelasi, geokimia, hidrokarbon, batuan induk, minyak bumi, biomarke

    Desain Geosite sebagai Dasar Pengembangan Kawasan Geowisata Bukit Pajangan, Desa Sidomulyo, Kecamatan Purworejo, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah

    Get PDF
    Wilayah Bukit Pajangan merupakan kawasan yang baru ditemukan oleh masyarakat setempat pada bulan Juli 2016 akibat adanya longsor besar di wilayah itu sehingga tersingkap morfologi kekar-kekar tiang. Bentukan morfologi yang unik seperti susunan anak tangga tersusun rapi dengan kemiringan relatif horizontal. Hasil bentukan kekar tiang tersebut membentuk persepsi masyarakat bahwa Bukit Pajangan merupakan candi purbakala yang dapat dijadikan aset wisata daerah setempat. Belum adanya penelitian ilmiah mengenai studi geowisata daerah Bukit Pajangan membuat penulis tertarik untuk melakukan studi mengenai desain geosite situs geologi Bukit Pajangan sebagai potensi geowisata daerah Bukit Pajangan, Desa Sidomulyo, Kecamatan Purworejo, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data serta mengidentifikasi aspek keanekaragaman situs geologi, mengetahui data pengelolaan fasilitas wisata, dan membuat desain peta destinasi geowisata terintegrasi dengan wisata alam di wilayah Bukit Pajangan dan sekitarnya. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah studi pustaka dan observasi lapangan geologi. Pada metode studi pustaka, data yang dapat diambil seperti informasi-informasi yang berkaitan dengan kondisi geologi regional, struktur geologi, serta akses jalan yang biasanya terlihat dari peta. Sementara pada metode observasi lapangan geologi, data yang diambil berupa jenis litologi, struktur geologi, bentuk lahan, sampel batuan, koordinat, dokumentasi daerah penelitian, dan kondisi akses menuju ke lokasi pengamatan. Berdasarkan metode studi pustaka dan observasi lapangan geologi, didapatkan hasil data bahwa Bukit Pajangan merupakan struktur primer batuan beku dengan komposisi batuan basaltis. Kekar tiang ini diinterpretasikan sebagai hasil dari vulkanisme Gunung Gajah Purba. Terdapat 4 titik kawasan geologi yang memiliki morfologi unik direncanakan sebagai potensi geowisata. Kawasan tersebut meliputi Situs Utama Pajangan, Singkapan Watu Kapal, Singkapan Kekar Kolom, dan Singkapan Sisik Ular. Hasil penelitian ini diaplikasikan pada sebuah Peta Desain Geosite dan Peta Geowisata dari 4 titik rencana kawasan geowisata yang ditemukan di Bukit Pajangan. Peta tersebut dihadirkan guna menambah daya tarik masyarakat, sarana edukasi masyarakat, dan sudah terintegrasi dengan kondisi alam di sekitar kawasan geowisata Bukit Pajangan, Desa Sidomulyo, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Kata kunci: Kawasan Bukit Pajangan, kekar tiang, bentuk morfologi, desain geosite, geowisat

    Analisis Fasies Sedimentasi Reservoir "R" berdasarkan Data Log pada Lapangan "RAHAYU", Formasi Talang Akar, Cekungan Sumatera Selatan

    Get PDF
    Studi mengenai lingkungan pengendapan merupakan salah satu tujuan dari banyak penelitian yang dilakukan baik untuk tujuan akademik maupun ekonomis yaitu dalam eksplorasi minyak dan gasbumi. Studi mengenai lingkungan pengendapan tersebut memerlukan analisis yang cukup komprehensif seperti analisis fasies untuk mendapatkan interpretasi atau kesimpulan yang detail. Formasi Talang Akar menjadi objek geologi yang menarik untuk diteliti perkembangan fasies dan lingkungan pengendapannya. Salah satu metode yang dipakai ialah analisis elektrofasies, yaitu berdasarkan pola-pola kurva log gamma ray yang menggambarkan suatu lingkungan pengendapan tertentu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui litostratigrafi yang terdapat pada Formasi Talang Akar pada daerah penelitian yang selanjutnya dilakukan analisis untuk mengetahui pelamparan reservoir β€œR” secara lateral dan arah pengendapannya. Selanjutnya dilakukan interpretasi untuk menentukan lingkungan pengendapan dan fasies pengendapan reservoir β€œR”. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dan metode analisis. Metode deskriptif yaitu pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Sedangkan metode analisis yaitu metode yang dilakukan dengan serangkaian tindakan dan pemikiran dengan terperinci. Metode analisis pada penelitian ini berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan software CorelDRAW X3 yang akan didapatkan data berupa tipe litologi, batas atas formasi, korelasi stratigrafi reservoir β€œR” yang ada pada Formasi Talang Akar. Dari hasil pengolahan dan analisis data dapat diinterpretasikan bahwa litostratigrafi pada Formasi Talang Akar disusun oleh litologi batupasir dan batulempung dengan ditemukan sisipan batubara. Kemudian karakteristik ketebalan reservoir β€œR” memiliki perbedaan disetiap sumurnya, yaitu dengan nilai 1,5 feet – 9 feet dilihat dari kurva log gamma ray pada wireline log dan perhitungan gross sand. Reservoir β€œR” terendapkan di lingkungan fluvial, yang didominasi oleh sedimen fluvial. Fasies pengendapan yang terbentuk saat pengendapan reservoir β€œR” ini berupa main channel sandstone, marginal channel sandstone, crevasse splay sandstone dan point bar sandstone. Sistem channel yang berkembang berupa meandering system. Arah pengendapan reservoir β€œR” berarah Timur Laut-Barat Daya karena arus channel pada lapangan penelitian berasal dari Timur Laut. Kata kunci: Litostratigrafi, Formasi Talang Akar, reservoir β€œR”, ketebalan reservoir, lingkungan pengendapan, fasies pengendapan, arah pengendapan

    Analisis Perkembangan Fasies Dan Lingkungan Pengendapan Pada Interval Formasi Kujung Dan Tuban, Blok West Tuban, Cekungan Jawa Timur

    Get PDF
    Cekungan Jawa Timur merupakan cekungan hidrokarbon yang telah terbukti menghasilkan minyak bumi dengan reservoir utama yaitu pada Formasi Kujung dan Tuban. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui variasi litologi, distribusi litologi secara lateral, fasies dan lingkungan pengendapan berdasarkan asosiasi litologi serta perkembangan terumbu yang berkaitan dengan perubahan muka air laut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif menggunakan data sumur berupa wireline log. Analisis kualitatif menggunakan software Paradigm Geolog 7.0 untuk mendeterminasi litologi. Langkah selanjutnya, menganalisis dan membuat permodelan fasies, lingkungan pengendapan dan sikuen stratigrafi.Berdasarkan hasil analisis Formasi Kujung dan Tuban terdiri dari 4 jenis litologi yaitu batugamping, batulempung, batulanau dan batupasir. Setelah dilakukan analisis fasies, formasi tersebut terdiri dari 4 fasies yaitu patch reef core, patch reef flank, off-mound near reef dan off-mound. Patch reef pada daerah penelitian dicirikan dengan litologi batugamping energi rendah diendapkan pada bagian rongga antar koloni terumbu, menghasilkan asosiasi skeletal wackestone – packstone. Lingkungan pengendapan terumbu berada pada platform terisolasi akibat segmentasi basement berarah timurlaut – baratdaya. Perubahan muka air laut Formasi Kujung dibagi menjadi yaitu TST-1 dan HST-1, kemudian dilanjutkan dengan TST-2 saat pengendapan Formasi Tuban. Fase transgresi awal terumbu tumbuh dengan fase catch up, pada fase high stand terumbu tumbuh dengan fase keep up dan pada saat transgresi kedua terumbu sebagian tetap berkembang sebagai keep up dan sebagian lainnya mengalami give up

    Petrogenesis Batuan Granitoid di Desa Ketro, Kecamatan Tulakan, Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Petrografi dan Geokimia

    Get PDF
    Singkapan granitoid di Desa Ketro, Kecamatan Tulakan, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur merupakan salah satu bukti keberadaan batuan plutonik asam di Pulau Jawa. Sejauh ini, keberadaan batuan asam di Pulau Jawa sangat terbatas. Singkapan lainnya dilaporkan terdapat di Meru Betiri, Banyuwangi. Keberadaan granitoid Tulakan ditandai dengan adanya lepasan material kuarsa berukuran kerikil. Secara umum kondisi singkapan granitoid Tulakan sudah dalam kondisi lapuk karena banyaknya vegetasi. Batuan granitoid segar dapat dijumpai pada tebing dan sungai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variasi litologi, proses diferensiasi, afinitas magma, tipe granitoid, dan lingkungan tektonik granitoid Tulakan. Metode penelitian yang digunakan adalah observasi lapangan berupa pendeskripsian kondisi singkapan dan pengambilan sampel batuan granitoid. Metode kualitatif meliputi pendeskripsian sayatan tipis batuan granitoid. Metode kuantitatif meliputi analisis geokimia menggunakan X-ray Fluoresence (XRF) dengan hasil berupa konsentrasi oksida utama. Hasil penelitian menunjukkan terdapat tiga jenis litologi di lokasi penelitian, yakni granit, granodiorit, dan andesit. Litologi tersebut didominasi oleh mineral kuarsa, K-feldspar, dan plagioklas. Mineral biotit, piroksen, dan zirkon hadir dalam jumlah yg kecil. Mineral sekunder berupa klorit dan serisit hadir menggantikan mineral mafik dan feldspar. Hasil geokimia menunjukkan proses diferensiasi berjalan normal berupa fraksinasi kristal. Terdapat satu sampel yang terjadi anomali pada K2O. Tingkat afinitas magma berada pada Tholeiitic series hingga Calc-Alkaline series. Nilai A/CNK yang lebih besar dari 1,1 menunjukkan batuan granitoid Tulakan termasuk peraluminous dan tergolong granitoid tipe S yang terbentuk pada daerah Continental Colission Granited melalui proses anateksis yang dibuktikan dengan ketidakhadiran mineral hornblende. Kata kunci: Pacitan, Batuan Asam, Granitoid, Petrogenesi

    Karakteristik Variasi Deep Water Channel Volcaniclastic Deposite Formasi Kerek Lintasan Wonosegoro, Cekungan Kendeng Barat, Boyolali, Jawa Tengah

    Get PDF
    Lokasi penelitian berada di daerah Wonosegoro, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Daerah ini berada di sebelah utara dari Pegunungan Selatan dan merupakan deposenter utama dari cekungan Jawa Timur Utara. Daerah penelitian termasuk kedalam Zona Kendeng yang merupakan cekungan yang terbentuk karena pembebanan material vulkaniklastik tebal yang mencapai 8000 meter dan berada di belakang busur, aktifitas tektoniknya menghasilkan struktur fold-thrust belt yang membentang dari barat sampai timur, sehingga merupakan enigma yang menjadi lokasi frontier menarik untuk eksplorasi potensi minyak bumi. Metode yang digunakan dalam penelitian meliputi pemetaan geologi dan pengukuran stratigrafi serta analisis laboratorium berupa analisis petrografi, granulometri, porositas dan permeabilitas batuan. Objek penelitian pada Tugas Akhir ini yaitu Formasi Kerek yang dianggap mempunyai kapasitas sebagai reservoir dan merupakan endapan sedimen laut dalam. Fokus utamanya yaitu untuk mengklasifikasikan submarine fan channel berdasarkan kualitasnya sebagai reservoir. Submarine fan channel memiliki heterogenitas yang sangat tinggi baik secara arsitektur maupun kualitas dari reservoir-nya, dan sangat dipengaruhi oleh aliran fluida yang mengontrol pengendapan material sedimennya. Untuk saat ini konsep mengenai distribusi dari variasi kualitas reservoir pada endapan channel kurang begitu dipahami, sehingga pada Tugas Akhir ini akan membahas mengenai keterkaitan antara jenis endapan channel dengan kualitasnya sebagai reservoir untuk analogi di Zona Kendeng secara khusus dan endapan laut dalam secara umum. Hasilnya menunjukkan bahwa variasi dari kualitas reservoir pada submarine fan channel dikontrol oleh beberapa faktor utama yaitu sortasi, persentase matriks lempung dan distribusi ukuran butir. Sortasi batuan dan persentase matriks lempung akan berpengaruh pada nilai porositas dan permeabilitas batuan secara signifikan, sedangkan distribusi ukuran butir memiliki pengaruh yang tidak terlalu signifikan karena adanya heterogenitas dari tekstur batuan, bahkan dapat terjadi perbedaan nilai properti fisik dalam satu litofasies. Jenis endapan yang memiliki kualitas reservoir terbaik yaitu endapan grain flow dengan nilai rata – rata porositas 19,12 % dan nilai permeabilitas 868,72 mD, selanjutnya yaitu endapan low density turbidite dengan nilai rata – rata porositas 14,61 % dan nilai permeabilitas 541,83 mD, dan yang paling buruk adalah endapan debrite dengan nilai rata – rata porositas 10,93 % dan nilai permeabilitas 204,04 mD. Kata Kunci : Zona Kendeng, Formasi Kerek, Reservoir, Properti Fisi

    Analisis Stratigrafi Formasi Steenkool Lintasan Bintuni-Manimeri, Cekungan Bintuni, Papua Barat

    Get PDF
    Formasi Steenkool merupakan salah satu formasi pada Cekungan Bintuni Papua Barat yang memiliki penyebaran luas. Bagian atas formasi ini banyak tersingkap di Distrik Bintuni, sedangkan bagian bawah formasi ini banyak tersingkap di Distrik Manimeri, Kabupaten Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejarah sedimentasi lingkungan transisi. Penelitian ini dilakukan dengan metode pengukuran stratigrafi terukur pada Lintasan Bintuni-Manimeri dengan skala 1:50 untuk lintasan BM-1, BM-2 dan skala 1:25 untuk lintasan BM-3, BM-4. Formasi Steenkool dapat dibagi menjadi tiga satuan litostratigrafi, yaitu satuan batupasir, satuan batupasir peselingan batulanau dan endapan alluvium. Litologi pada daerah penelitian dicirikan dengan struktur sedimen flaser, lentikuler, laminasi sejajar, laminasi bergelombang, laminasi gelembur, nodule, carbon flakes, herringbone, dan laminasi silang siur, sehingga membentuk delapanbelas (18) litofasies. Asosiasi Fasies yang terbentuk dari berbagai litofasies tersebut menghasilkan lima (5) asosiasi fasies yang terdiri dari tidal channel, tidal creek, levee, swamp, dan tidal bar. Berdasarkan litofasies dan asosiasinya maka lingkungan pengendapan pada Formasi Steenkool merupakan lingkungan pengendapan tidal flat. Untuk mengetahui sejarah pengendapan dan evolusi dari sistem tidal flat, maka dilakukan analisis parasekuen. Terdapat empatbelas (14) parasekuen pada lintasan Bintuni-Manimeri dengan pola pengendapan fining upward dan sikuen transgresi. Lingkungan pengendapan tidal flat yang ditemukan pada Kala Miosen Akhir-Plistosen juga ditemukan pada kondisi Resen. Terdapat lingkungan pengendapan yang sama pada skala waktu dan dua lokasi berbeda diinterpretasi terjadi karena pengaruh tektonik. Hal tersebut berdasarkan pengukuran strike/dip dengan arah N172Β°E/63Β° dan N171Β°E/74Β°. Dipping sebesar 63Β° dan 74Β° menunjukkan adanya proses tektonik yang menyebabkan terjadinya uplifting pada lokasi penelitian, sehingga lingkungan pengendapan pada lokasi penelitian memiliki kondisi yang sama dengan saat ini. Kata kunci : Formasi Steenkool, litostratigrafi, tidal flat, parasekuen, tektoni
    • …
    corecore