19 research outputs found

    RESPONS HEMATOPOITIK MENCIT YANG DIINFEKSI DENGAN Plasmodium berghei STADIUM ERITROSITIK IRADIASI GAMMA

    Get PDF
    RESPONS HEMATOPOITIK MENCIT YANG DIINFEKSI DENGAN Plasmodiumberghei STADIUM ERITROSITIK IRADIASI GAMMA. Salah satu strategi untuk mengontrolpenyakit malaria adalah pengembangan vaksin melalui pelemahan parasit Plasmodium bergheidengan iradiasi gamma. Pada penelitian ini, P. berghei yang diiradiasi gamma dan yang tidakdiiradiasi disuntikkan secara peritoneal pada mencit untuk mempelajari respons hematopoitik.Respons hematopoitik ditentukan melalui persen parasitemia, jumlah eritrosit, leukosit, limfosit,dan monosit setiap 2 hari sekali selama 14 hari. Berat organ limpa dan hati mencit diukursetiap 3 hari sesudah infeksi. Mencit yang diinfeksi dengan parasit yang diiradiasi memilikiperiode prepaten 5 hari dengan parasitemia rendah dan jumlah eritrosit mengalami sedikitpenurunan. Jumlah leukosit naik hampir dua kali dari konsentrasi awal, dan jumlah limfosit sertamonosit juga mengalami kenaikan. Mencit yang diinfeksi dengan P. berghei tanpa iradiasimemiliki periode prepaten 2 hari dengan parasitemia meningkat, jumlah eritrosit mengalamipenurunan hingga 75%, dan jumlah leukosit tidak mengalami peningkatan. Limpa maupun hatimencit yang diinfeksi dengan P. berghei yang diiradiasi mengalami sedikit kenaikan berat,sedangkan pada mencit yang diinfeksi dengan P. berghei tanpa iradiasi terjadi kenaikan yangsignifikan. Peningkatan jumlah leukosit, limfosit, monosit, dan rendahnya parasitemia padamencit yang diinfeksi P. berghei yang diiradiasi menunjukkan terjadinya respons imun padamencit

    Superoksida Dismut Ase (Sod) : Apa Dan Bagaimana Peranannya Dalam Radioterapi

    Full text link

    Respons Hematopoitik Mencit yang Diinfeksi dengan Plasmodium Berghei Stadium Eritrositik Iradiasi Gamma

    Full text link
    RESPONS HEMATOPOITIK MENCIT YANG DIINFEKSI DENGAN Plasmodiumberghei STADIUM ERITROSITIK IRADIASI GAMMA. Salah satu strategi untuk mengontrolpenyakit malaria adalah pengembangan vaksin melalui pelemahan parasit Plasmodium bergheidengan iradiasi gamma. Pada penelitian ini, P. berghei yang diiradiasi gamma dan yang tidakdiiradiasi disuntikkan secara peritoneal pada mencit untuk mempelajari respons hematopoitik.Respons hematopoitik ditentukan melalui persen parasitemia, jumlah eritrosit, leukosit, limfosit,dan monosit setiap 2 hari sekali selama 14 hari. Berat organ limpa dan hati mencit diukursetiap 3 hari sesudah infeksi. Mencit yang diinfeksi dengan parasit yang diiradiasi memilikiperiode prepaten 5 hari dengan parasitemia rendah dan jumlah eritrosit mengalami sedikitpenurunan. Jumlah leukosit naik hampir dua kali dari konsentrasi awal, dan jumlah limfosit sertamonosit juga mengalami kenaikan. Mencit yang diinfeksi dengan P. berghei tanpa iradiasimemiliki periode prepaten 2 hari dengan parasitemia meningkat, jumlah eritrosit mengalamipenurunan hingga 75%, dan jumlah leukosit tidak mengalami peningkatan. Limpa maupun hatimencit yang diinfeksi dengan P. berghei yang diiradiasi mengalami sedikit kenaikan berat,sedangkan pada mencit yang diinfeksi dengan P. berghei tanpa iradiasi terjadi kenaikan yangsignifikan. Peningkatan jumlah leukosit, limfosit, monosit, dan rendahnya parasitemia padamencit yang diinfeksi P. berghei yang diiradiasi menunjukkan terjadinya respons imun padamencit

    Pengaruh Radiasi Pengion Terhadap Kerusakan DNA pada Sel Limfosit Pekerja Medis dengan Menggunakan Uji Komet

    Get PDF
                  Pemanfaatan teknologi nuklir dibidang medis sudah banyak digunakan untuk diagnosa maupun terapi. Pasien maupun pekerja radiasi yang bertindak sebagai operator yang membantu pasien berisiko terpapar radiasi. Paparan radiasi pengion dapat menginduksi mutasi dan transformasi sel terutama sebagai konsekuensi dari kerusakan pada DNA Dengan demikian perlu dievaluasi kerusakan DNA dengan membandingkan dengan kontrol. Uji Comet merupakan salah satu biomarker untuk mengevaluasi kerusakan DNA karena paparan radiasi dengan mengukur tingkat migrasi DNA di limfosit darah tepi. Salah satu parameter yang umum digunakan pada uji komet adalah panjang ekor komet (Tail Length/TL). Pada penelitian ini dilakukan analisis TL pada citra komet dari sampel pekerja radiasi medis suatu Rumah Sakit di Jakarta. Hasil penelitian menunjukan bahwa TL kelompok pekerja radiasi medis lebih tinggi secara bermakna dibandingkan kelompok kontrol. Nilai TL pada pekerja radiasi medis pria lebih tinggi dibandingkan wanita. Dengan demikian aspek proteksi dan keselamatan radiasi terhadap paparan radiasi dosis rendah tidak dapat diabaikan lagi dan harus mulai untuk diprioritaskan

    Irradiation of intraerythrocytic Plasmodium berghei with a fractionated dose of gamma rays does not effectively reduce the infectivity in mice Mus musculus

    Get PDF
    Malaria infection kills more than one million human every year, mainly under-5-year-old children, including in South East Asian nations. Gamma radiation given at a single dose is commonly used to create the attenuated Plasmodium parasites to get vaccine materials. However, there is no study on the infectivity of parasites after fractionated γ-radiation. This study aimed to assess the infectivity of parasites after irradiated with fractionated γ-rays in mice. A number of Plasmodium bergheithat was irradiated in two fractions of 100 and 50 Gy, 100 and 75 Gy; and 100 and 100 Gy within 5 minutes of interval time was injected intraperitoneally into 12 mice. Mice injected with unirradiated parasites (0 Gy) served as a control group. The parasitemia level of intraerythrocytic parasites in each group was observed at days post injection up to 20 days by making Giemsa stained thin blood smears and observed under the microscope. Results showed that fractionation radiation did not effectively attenuate the parasites where they still grew in blood of mice, except for 100+75 Gy. There are no significant differences among the treatment groups (p0.05). This is different from irradiation at the single dose that resulted in almost completely attenuated parasites mainly the dose of 150 Gy. This implicating that irradiation of gamma rays at a single dose is a better way to mitigate parasites than fractionation dose as the infectivity of irradiated parasites were lower compared to that of fractionated dosage. Keywords: Malaria vaccine, Gamma radiation, Fractionation, Parasitemi

    SUPEROKSIDA DISMUT ASE (SOD) : APA DAN BAGAIMANA PERANANNYA DALAM RADIOTERAPI

    Get PDF
    Tidak ada abstra

    SUPEROKSIDA DISMUT ASE (SOD) : APA DAN BAGAIMANA PERANANNYA DALAM RADIOTERAPI

    Get PDF
    Tidak ada abstra

    Efek Vaksinasi Berulang Plasmodium berghei Radiasi dalam Menginduksi Kekebalan Humoral dan Proteksi pada Mencit (Mus musculus) Swiss Webster

    Get PDF
    Radiasi gamma dapat digunakan untuk melemahkan parasit. Parasit yang lemah memberikan kesempatan bagi inangnya untuk mengembangkan respon imun yang mampu mengatasi penyakit paska infeksi. Antibodi merupakan komponen kekebalan tubuh yang berperan dalam respon imun humoral. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh imunisasi berulang dan uji tantang terhadap respon antibodi dan pertumbuhan parasit. Penelitian ini menggunakan rancang acak dengan 60 ekor mencit Swiss Webster yang dibagi menjadi 3 kelompok dan dilakukan selama 62 hari. Dosis radiasi yang digunakan adalah 150 Gy, 175 Gy, dan kontrol positif (0 Gy), dosis imunisasi dengan 1 x 107 parasit diradiasi per ml. Imunisasi ulang dilakukan 1 dan 2 minggu setelah imunisasi pertama.  Uji tantang dilakukan satu bulan setelah imunisasi pertama. Pertumbuhan parasit diamati setiap dua hari dan pengamatan respon antibodi diamati pada hari ke - 8, 15, 40, 47, dan 62. Hasil yang diperoleh adalah, konsentrasi antibodi mencit diimunisasi dengan dosis 175 Gy meningkat hingga 3 kali setelah imunisasi kedua, pertumbuhan parasit relatif rendah, dan 60% mencit tetap sehat hingga hari ke 62. Dapat disimpulkan bahwa imunisasi ulangan P. berghei yang diradiasi 175 Gy dapat meningkatkan konsentrasi antibodi, menekan pertumbuhan parasit, mencegah manifestasi gejala klinis dan mencit tetap sehat sampai hari ke – 62

    Detection of the Resistance of Parasite to Sulfadoxine-pyrimethamine Drugs and msp-2 Genotyping as A Baseline in Developing Malaria Vaccine with Ionizing Radiation

    Get PDF
    Polymorphism or mutation in specific genes of P. falciparum and P. vivax is involved in the resistance to sulfadoxine-pyrimethamine (SP) antimalarial drug. On the other hand msp-2 gene plays an important role in drug resistance related genotyping. This study was undertaken as a basic information in assessing the urgent of development of malaria vaccine that can be created by ionizing radiation. Deoxy ribonucleic acid (DNA) of blood from malaria infected outpatients in Dok II Hospital of Jayapura for November 2014 period was amplified using nested polymerase chain reaction (PCR) and followed by restriction fragment length polymorphism (RFLP) analysis to determine the polymorphisms of SP resistance. Among 15 samples tested for dhfr gene, 9 (60%) and 8 (53%) samples showed positive result for polymorphisms in JR78/79 and F/108DH primers, respectively. For dhps gene by using JR84/85 and L/L primers 7 samples were positive mutant. These frequencies are lower compared to results of other research. Of these 15 samples examined, 3 had 3D7 alleles and 4 had FC27 alleles of the msp2 gene. No mutated S1105 and S1240 alleles and 6 mutant VDT alleles were found in P. vivax. It can be concluded that the resistance of parasites to SP was quite high, indicating the highly urgency to develop malaria vaccine

    ANALISIS KERUSAKAN DNA PADA SEL LIMFOSIT PASIEN PASCA-RADIOTERAPI

    Get PDF
    Analyses of DNA Damage in the Patient’s Lymphocyte Cells Post-Radiotherapy Radiotherapy given in high doses to kill cancer cells can also induce DNA damage in surrounding normal cells. The radiation dose is divided into smaller doses called fractionation to decrease the effect of radiation on normal tissue. For this reason, it is necessary to monitor the peripheral blood lymphocytes to evaluate the patient's DNA damage. The alkaline comet test is a simple and sensitive technique for detecting DNA instability. This study involved 11 patients who underwent radiotherapy up to 20 Gy, and 11 healthy subjects as controls. This study aims to see how much DNA damage is caused by a 20 Gy fractionated radiation dose in patients with various cancers. The results showed that the mean frequency of damaged cells in patients was 80.54 ± 12.52% with a mean comet tail length of 49.98 ± 12.93 µm. There was a significant difference in both the frequency of damaged cells and the mean value of the comet tail length against the control group (p < 0.001). It was concluded that high doses of radiation can cause DNA damage to peripheral blood lymphocytes. Radioterapi yang diberikan dalam dosis tinggi untuk mematikan sel kanker juga dapat menginduksi kerusakan DNA pada sel normal di sekitarnya. Dosis radiasi dibagi menjadi dosis yang lebih kecil yang disebut fraksinasi untuk menurunkan efek radiasi pada jaringan normal. Untuk itu perlu pemantauan pada limfosit darah tepi untuk mengevaluasi kerusakan DNA pasien. Uji komet alkali merupakan teknik yang sederhana dan sensitif untuk mendeteksi ketidakstabilan DNA. Penelitian ini melibatkan 11 pasien yang menjalani radioterapi hingga 20 Gy, dan 11 subyek sehat sebagai kontrol. Penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa besar kerusakan DNA akibat dosis radiasi fraksinasi 20 Gy pada pasien dengan variasi kanker. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata frekuensi sel yang rusak pada pasien 80,54 ± 12,52% dengan rerata panjang ekor komet 49,98 ± 12,93 µm terdapat perbedaan nyata baik pada frekuensi sel yang rusak maupun nilai rerata panjang ekor komet terhadap kelompok kontrol (p < 0,001). Penelitian ini menyimpulkan bahwa radiasi dosis tinggi dapat menyebabkan kerusakan DNA sel limfosit darah tepi
    corecore