200 research outputs found

    Pañji and Candrakirana Lost in Separation – Three Ancient East Javanese Sculptures.

    Get PDF
    Pañji dan Candrakirana, Hilang karena Terpisah – Tiga Arca Kuno Periode Jawa Timur. Makalah ini membahas tiga arca, satu arca lelaki dan dua arca perempuan, yang berasal dari periode Jawa Timur (sekitar 1450 M). Arca lelaki yang biasa ditemukenali sebagai tokoh mitologis, yaitu Raden Pañji, dalam penggambaran aslinya didampingi oleh arca yang menggambarkan Putri Candrakirana sebagai pasangannya. Arca ini sudah hilang. Sebuah arca perempuan lain yang masih ada juga diyakini sebagai representasi Candrakirana. Berdasarkan metode ikonologi yang digunakan di dalam penelitian ini, tulisan ini membahas ikonografi, gaya dan perbandingan penggambaran tiga figur ini, serta mendiskusikan tempat pembuatan, asal-usulnya, dan kisah hidupnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setidaknya terdapat dua pasang penggambaran Pañji dan Candrakirana, dan kemungkinan masih banyak lagi yang belum ditemukenali. Pemujaan Pañji dan Candrakirana sebagai semi-manusia dan semi-dewa adalah bagian religiusitas spesifik dalam zaman Majapahit Abstract. This paper discusses three sculptures, a male and two female ones, dating to the East Javanese period (c. 1450 AD). The male image which is commonly identified as the depiction of the mythological Prince Pañji, originally was accompanied by a statue depicting his female counterpart Princess Candrakirana, this statue being lost today. Another female statue, still extant today, is argued to represent another depiction of Candrakirana. Based on the method of iconology, this study investigates the iconography, style, and the comparison of these images, and it raises questions of workshops, provenance and life history. The conclusion suggests the existence of at least two pairs of sculptures depicting Pañji and Candrakirana, and possibly a larger – so far – unknown number. The cult of worshipping Pañji and Candrakirana as semi-divine deities makes part of the specific religiosity during the Majapahit time

    Panji and Sekartaji on the move

    Get PDF
    Since the millenium, the Panji tradition has undergone an increasing process of revitalization and transformation in Java. It shows a broad spectrum of concepts and forms: benefit of a long forgotten cultural heritage, academic approach, popularization, innovation, and its use for strengthening cultural identity. Starting on a grass-roots and community level of artists, intellectuals, and villagers, focusing on the manifestation of values and symbolism, the Panjimania has entered governmental and institutional level throughout recent years, focusing on popularization of art and entertainment in big formats. This boom is also reflected in research and publications on an academic and semi-academic level. The paper discusses the complexity within the state-of-the-art discourse on cultural heritage, for example the risks of instrumentalization, and its major trajectories and potential of this living heritage for the future.</div

    Getting Closer to the Primordial Panji? Panji Stories Carved in Stone at Ancient Javanese Majapahit Temples – and Their Impact as Cultural Heritage Today

    Get PDF
    In search of the roots of Panji, the paper raises the question to what extent the spread of the Panji theme in Southeast Asia is a manifestation of the political and cultural influence of Majapahit within the region. The East Javanese Majapahit kingdom (circa 1300 to 1500 CE) extended its power to most parts of what today is Indonesia, and to Mainland Southeast Asia, implementing specific traits of its rich culture. Did the Panji stories, being a popular literary genre of the time, make part of cultural export? The paper then focuses on the Panji theme in Majapahit Java itself, particularly in the visual presentations in narrative temple reliefs. The significance of the depictions of Panji stories at Candi Panataran (14th to 15th centuries), the State Temple of Majapahit, allows an interesting understanding of the symbolic religious meaning of Panji. The essence of this symbolism is also manifest in the mountain sanctuary Candi Kendalisodo and in the Panji sculpture from Selokelir (mid-15th century). In its final part, the paper addresses the role of the Panji theme in present-day revitalization of Javanese culture. The so-called “Panji Culture” (“Budaya Panji”) has an enormous potential of strengthening the Javanese cultural identity. Possible ways of transfer and transformation of the Panji tradition within Java and within the larger Southeast Asian region are being discussed. This paper was presented at the Seminar and Performances of a Shared Heritage: The Panji/Inao Traditions in Southeast Asia, organized by SEAMEO SPAFA on 2-6 March 2013 at the Bangkok Cha-Da Hotel and the Thailand Cultural Centre, Bangkok, Thailand. It is part of an upcoming collected edition of papers presented at the seminar

    AMERTA 34 nomor 1

    Get PDF
    Dwi Yani Yuniawati Umar Keterkaitan Etnis Da’a di Wilayah Pedalaman Pegunungan Gawalise, Sulawesi Bagian Tengah, dengan Populasi Australomelanesid di Sulawesi Bukti adanya hunian dan budaya manusia modern awal berkarakter ras Australomelanesid di Indonesia adalah bahwa 60.000-40.000 tahun yang lalu telah ada jejak hunian di sejumlah kawasan di Indonesia, termasuk ke wilayah Sulawesi. Hal ini terlihat dari bukti-bukti hunian gua-gua di kawasan Maros-Pangkep di Sulawesi Selatan dan hunian situs bentang alam terbuka di Passo, Minahasa (Sulawesi Utara). Akan tetapi jejak hunian itu tidak ditemukan di bagian Sulawesi lainnya seperti di Sulawesi bagian tengah. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini. Tujuannya untuk mengetahui jejak kehadiran populasi manusia modern awal yang berkarakter ras Australomelanesid di Sulawesi bagian tengah. Metode yang digunakan adalah metode survei melalui kajian atau pendekatan etnoarkeologi. Hasil yang diperoleh adalah menemukan etnik Da’a yang memiliki karakter ras Australomelanesid yang diduga merupakan sisa-sisa populasi manusia modern awal. Akan tetapi dalam kehidupannya sekarang budaya dan bahasanya sudah menggunakan budaya dan bahasa Austronesia yang masuk ke Sulawesi sekitar 4000 tahun yang lalu. Dengan ditemukannya komunitas etnik Da’a ini menghasilkan hipotesis baru dan memperkuat hipotesis lama tentang keberadaan manusia modern awal di Sulawesi. Titi Surti Nastiti, Yusmaini Eriawati, Fadhlan S. Intan, dan Arfian Situs Wonoboyo di DAS Bengawan Solo, Wonogiri: Identifikasi Desa Paparahuan dalam Prasasti Tlaŋ (904 M) Desa Paparahuan yang disebutkan dalam Prasasti Tlaŋ (904 M) oleh W.F. Stutterheim diidentifikasikan dengan Dukuh Praon yang berada di sebelah barat Gunung Gandul, di Kabupaten Wonogiri. Akan tetapi dari hasil penelitian diketahui bahwa di sebelah barat Gunung Gandul tidak ada dukuh yang bernama Dukuh Praon. Sehubungan dengan itu maka tulisan ini bertujuan untuk mencari lokasi Desa Paparahuan yang harusnya berada di DAS Bengawan Solo, karena dalam prasasti disebutkan sebagai desa yang dijadikan tempat penyeberangan. Metode yang dipakai adalah metode deskriptif dan metode komparatif. Dari hasil penelitian diketahui bahwa Desa Paparahuan diidentifikasikan dengan Situs Wonoboyo yang terletak di DAS Bengawan Solo, di Dusun Jatirejo, Kelurahan Wonoboyo, Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri. Lydia Kieven Pañji dan Candrakirana, Hilang karena Terpisah – Tiga Arca Kuno Periode Jawa Timur Makalah ini membahas tiga arca, satu arca lelaki dan dua arca perempuan, yang berasal dari periode Jawa Timur (sekitar 1450 M). Arca lelaki yang biasa ditemukenali sebagai tokoh mitologis, yaitu Raden Pañji, dalam penggambaran aslinya didampingi oleh arca yang menggambarkan Putri Candrakirana sebagai pasangannya. Arca ini sudah hilang. Sebuah arca perempuan lain yang masih ada juga diyakini sebagai representasi Candrakirana. Berdasarkan metode ikonologi yang digunakan di dalam penelitian ini, tulisan ini membahas ikonografi, gaya dan perbandingan penggambaran tiga figur ini, serta mendiskusikan tempat pembuatan, asal-usulnya, dan kisah hidupnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setidaknya terdapat dua pasang penggambaran Pañji dan Candrakirana, dan kemungkinan masih banyak lagi yang belum ditemukenali. Pemujaan Pañji dan Candrakirana sebagai semi-manusia dan semi-dewa adalah bagian religiusitas spesifik dalam zaman Majapahit. Wajidi Inskripsi Pernyataan Kematian pada Kompleks Makam Qadhi Jafri, Sosok Ulama dan Ahli Waris Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari Kajian ini bertujuan untuk (1) mengetahui riwayat hidup Qadhi Jafri; (2) menggambarkan tata letak Kompleks Makam Qadhi Jafri; (3) mendeskripsikan pernyataan kematian pada Kompleks Makam Qadhi Jafri. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang menggabungkan penelitian sejarah dengan pendekatan Arkeologi Islam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Qadhi Jafri adalah seorang ulama, buyut dari ulama besar Kalimantan, Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari.Kompleks Makam Qadhi Jafri berisi 36 makam yang berada dalam beberapa jirat. Selain makam Qadhi Jafri, tulisan yang berupa pernyataan kematian juga terdapat pada makam mertua Qadhi Jafri, yakni Haji Abdul Aziz (Kiai Demang Wangsa Negara) dan istri, dan makam Haji Muhammad Nur bin Haji Mustafa. Adanya tulisan pernyataan kematian tidak terlepas dari agama Islam serta pemahaman bahwa kematian bukanlah akhir dari kehidupan. Orang yang meninggal tetap hidup, tetapi rohnya berpindah tempat dari alam dunia ke alam barzakh. Stanov Purnawibowo dan Lucas Partanda Koestoro Analisis Stakeholders dalam Pengelolaan Sumber Daya Arkeologi di Kota Cina, Medan Analisis stakeholders bertujuan untuk mengetahui potensi dan kebijakan pengelolaan konflik antarpemangku kepentingan di kawasan Kota Cina, Medan. Metode yang digunakan berupa mengklasifikasikan sejumlah isu yang terkait dengan pengelolaan tinggalan arkeologis di Kota Cina. Isu tersebut memberikan gambaran umum tentang potensi konflik yang terjadi di Kota Cina. Potensi konflik itu selanjutnya dianalisis dengan menggunakan salah satu alat analisis konflik, yaitu analisis bawang bombay. Hasil analisis menunjukkan adanya kesamaan kebutuhan yang menjadi simpul konflik, yaitu penggunaan lahan. Pengelolaan konflik yang baik untuk jangka panjang dalam proses pengelolaan Kota Cina adalah dengan negosiasi. Negosiasi dapat berupa musyawarah untuk menemukan kesepakatan bersama yang mampu mengakomodasi para pemangku kepentingan. Kesepakatan tersebut terkait dengan pemberdayaan warga masyarakat di sekitar Kota Cina, khususnya para pemilik lahan, dalam mewujudkan sikap positif dan kesadaran mereka terhadap pelestarian sumber daya arkeologis di Kota Cina

    Zn(O, S) layers for chalcoyprite solar cells sputtered from a single target

    Get PDF
    A simplified Cu(In, Ga)(S, Se)2/Zn(O, S)/ZnO:Al stack for chalcopyrite thin- film solar cells is proposed. In this stack the Zn(O, S) layer combines the roles of the traditional CdS buffer and undoped ZnO layers. It will be shown that Zn(O, S) films can be sputtered in argon atmosphere from a single mixed target without substrate heating. The photovoltaic performance of the simplified stack matches that of the conventional approach. Replacing the ZnO target with a ZnO/ZnS target may therefore be sufficient to omit the CdS buffer layer and avoid the associated complexity, safety and recycling issues, and to lower production cost

    Alles Krise? Zustände, Umwege, Auswege der Kriminologie Kriminologie in Nordrhein-Westfalen – Tagungsbericht zur vierten Tagung des Netzwerks „Kriminologie in NRW“ vom 30. bis 31.03.2023 an der Universität zu Köln

    Get PDF
    Im März 2023 traf sich zum vierten Mal das Forschungsnetzwerk „Kriminologie in NRW“, dieses Mal an der Universität zu Köln. Ausgetauscht wurde sich über aktuelle Forschungs- und Dissertationsprojekte und die Situation der Kriminologie auf Landes- und Bundesebe-ne. Einen thematischen Schwerpunkt bildeten dabei Krisenphänomene und die Antworten, Erklärungen und Deutungen, welche die Kriminologie zu diesen finden kann. Die beiden Hauptvorträge erfolgten dabei zum Zustand des Lehrgebiets der Kriminologie in der Rechtswissenschaft und zum Verhältnis zwischen Kriminalitätstheorien und empirischer Forschung. Weitere Vorträge behandelten thematisch zu Blöcken zusammengefasst aktuelle Krisenphänomene, die Situational Action Theory, die Polizeiforschung, die räumlichen Be-ziehungen von Kriminalität, die Jugenddelinquenz, die Gewalt- und Sexualdelinquenz und die Justizforschung

    L’occhio avrebbe libertà di penetrare per tutto

    No full text

    Bauen fĂĽr das 21. Jahrhundert

    No full text
    • …
    corecore