14 research outputs found

    BIOLOGICAL ASPECTS OF BANANA SHRIMP (Penaeus Merguiensis DE HANN) IN THE PEMANGKAT WATERS, WEST BORNEO

    Get PDF
    Continuous fishing can threat the sustainability of shrimp resources. Studying of biological aspects can be used as a basic knowledge to manage shrimp responsible fisheries. Research about biological aspects of banana shrimp (Penaeus merguiensis) was conducted on April to December 2011 in Pemangkat waters, Sambas district. Data were collected from the fisherman landed in Pemangkat fishing port. Composition of male and female were an unequal in sex ratio. The shrimps was dominated by the size of 23 to 25 mm on carapace length. Individually, female carapace length was 30% longer than male. The growth characteristic was isometric in male and female. Spawning occurred all year around, and reach its peak on November. Carapace length at first capture of banana shrimp was 23,75 mm and carapace length at first maturity was 33,67 mm. Fishing pressure at this water was high and the capture dominated by the young shrimp. This condition threat the sustainability of shrimp fisheries

    KELIMPAHAN DAN SEBARAN LARVA UDANG PENAEID DI PERAIRAN PEMANGKAT DAN SEKITARNYA

    Get PDF
    Penelitian tentang kelimpahan dan sebaran larva udang penaeid di perairan Pemangkat, Kalimantan Barat telah dilakukan pada bulan Mei, Juni, Agustus, Oktober dan Desember 2010. Larva udang ditangkap dengan menggunakan bongo net (larvae net). Berdasarkan hasil identifikasi diperoleh bahwa larva udang penaeid yang terdapat di perairan ini adalah genera Penaeus dan Metapenaeus dengan komposisi masing-masing secara berurutan sebesar 42% dan 58%. Kelimpahan larva udang penaeid ini dominan diperoleh pada bulan Oktober dan mencapai puncaknya pada bulan Desember, sehingga diduga puncak pemijahan udang penaeid di perairan ini terjadi pada bulan Nopember. Hasil sebaran larva udang penaeid menunjukkan bahwa kelimpahan larva udang penaeid paling dominan diperoleh di bagian utara muara sungai Sambas yang merupakan wilayah perairan Jawai. Berdasarkan hasil analisa statistik, diperoleh bahwa kelimpahan larva udang penaeid berkorelasi positif dengan kelimpahan fitoplankton, kecerahan, salinitas, dan pH, sedangkan dengan suhu dan oksigen terlarut berkorelasi negatif.A study on the distribution and abundance of penaeid larvae in Pemangkat waters, West Borneo was conducted on May, June, August, October, and December 2010. Larvae net (bongo net) was used to collect the larvae. The result showed that the larvae was dominated by genera Penaeus and Metapenaeus, which the percentage of 42% and 58%, respectively. Penaeid larvae was in higher abundant in October and then reached its peak in December. Based on this result, the spawning peak season of Penaeid shrimps in Pemangkat waters was estimated in November. The distribution of Penaeid larvae was most abundant in the north side of the mouth of Sambas’s river (Jawai waters). The statistical analysis showed that the Penaeid larvae abundance has positive correlation to the phytoplankton abundance, light intensity, salinity, and pH, and has the negative correlation.to the temperature and dissolved oxygen

    DINAMIKA POPULASI DAN TINGKAT PEMANFAATAN UDANG WINDU (Penaeus monodon) DI PERAIRAN TARAKAN, KALIMANTAN TIMUR

    Get PDF
    Penelitian dinamika populasi dan tingkat pemanfaatan udang windu (Penaeus monodon) di perairan Tarakan, Kalimantan Timur dilakukan berdasarkan data frekuensi panjang karapas yang dikumpulkan sejak bulan Januari sampai Nopember 2012. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika populasi udang windu. Pendugaan dinamika populasi udang windu dilakukan dengan menggunakan alat bantu program FiSAT II. Hasil analisa menunjukkan bahwa panjang karapas infinitif (CL∞) udang windu sebesar 84,8 mm dengan laju pertumbuhan (K) sebesar 1,6/tahun, laju kematian total (Z) 4,17/tahun, laju kematian alami (M) 1,85/tahun, dan laju kematian penangkapan 2,32/tahun. Laju ekploitasi (E) sebesar 0,56 menunjukkan bahwa tingkat pengusahaan sudah berada dalam keadaan jenuh (fully exploited) dan cenderung mengarah pada kondisi lebih tangkap (overexploited) sehingga diperlukan pengelolaan perikanan udang yang hati-hati dan bertanggungjawab. Study on population dynamic of tiger shrimp (Penaeusmonodon) in Tarakan waters, East Borneo based on carapace length frequencies data was carried out from January to November 2012. The aim of this research was to identify the population dynamic of tiger shrimp. For estimating dynamic population, data were analysed by using FiSAT II. The growth parameter of tiger shrimp was 1,6/year with carapace asymptotic length (CL∞) of  84,8 mm, total mortality rate (Z), natural mortality rate (M), fishing mortality rate (F) were 4,17/year and 1,85/year, 2,32/year, respectively, while and exploitation rate (E) estimated 0,56. The exploitation rate of tiger shrimp in Tarakan waters was fully exploited and tend to overexploited so that it needed to manage wisely and carefull

    STRUKTUR UKURAN DAN BIOLOGI POPULASI RAJUNGAN (Portunus pelagicus Linnaeus, 1758) DI PERAIRAN KEPULAUAN ARU

    Get PDF
    Penelitian struktur ukuran dan biologi populasi rajungan di perairan Kepulauan Aru telah dilakukan pada Januari-April, Juni dan Agustus-November 2016. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi struktur ukuran dan biologi populasi yang meliputi pertumbuhan, laju kematian, dan tingkat eksploitasi rajungan. Pemahaman struktur ukuran dan biologi populasi dapat dijadikan dasar masukan untuk pengelolaan perikanan. Rata-rata ukuran lebar karapas rajungan yang tertangkap sebesar 136 mm untuk jantan dan 141 mm untuk betina. Rajungan yang tertangkap pada Januari dan Juni memiliki rata-rata ukuran yang lebih besar. Rata-rata rajungan yang tertangkap sudah melawati ukuran matang gonad (Lc = 133,4 mm > Lm = 119,9 mm). Puncak musim pemijahan terjadi pada Februari-Maret dan Agustus-September. Lebar karapas asimtosis (CW) sebesar 185 mm dengan laju pertumbuhan (K) 1,15 tahun-1 serta laju kematian total (Z) 4,94 tahun-1, laju kematian alamiah (M) 1,20 tahun-1 serta laju kematian akibat penangkapan (F) 3,74 tahun-1. Laju eksploitasi sudah berada pada kondisi lebih tangkap (E=0,76). Hasil kajian menyarankan bahwa pengelolaan perikanan rajungan perlu dilakukan secara hati-hati agar sumberdaya ini dapat lestari. Salah satu upaya yang dapat di tempuh adalah dengan menerapkan sistem penutupan musim penangkapan rajungan pada saat terjadinya puncak musim pemijahan yaitu pada Februari-Maret dan Agustus-September. Dengan demikian diharapkan proses regenerasi dan rekrutmen rajungan selalu dapat mendukung ketersedian stok sumberdaya rajungan di perairan Kepulauan Aru ini. Study on the size structure and population biology of blue swimming crab in the waters of Kepualuan Aru was conducted in January to April, June and August to November 2016. The aim of this study was to identify the size structure and population biology i.e. growth, mortality, and exploitation rate of blue swimming crab. Understanding on the size structure and population biology can be used as basic information for managing blue swimming crab fisheries.  Average size of carapace width of blue swimming crab was 136 mm for male and 141 mm for female. Catch on January and June  was bigger size than others months. Length at first capture was higher than length at maturity (Lc = 133,4 mm > Lm = 119,9 mm). Spawning peak season occurs in  February-March and August-September. Asymptotic carapace width (CW) of blue swimming crab was 185 mm with the growth rate (K) was 1,20 year-1, total mortality (Z) was 4,94 year-1, natural mortality (M) was 1,20 year-1, and fishing mortality (F) was 3,74 year-1. Exploitation rate was exceed the sustainability limit (E = 0,76). Thus, it is needed to manage the blue swimming crab fishery with precautionary approach. Based on this study, we suggest to apply the fishing closure system at the peak of spawning season. Thus, the regeneration process and recruitment will support the availability of blue swimming crabs resource in Kepualuan Aru waters

    BEBERAPAASPEKBIOLOGI IKANKUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRANTEGALDANSEKITARNYA

    Get PDF
    Ikan kuniran (Upeneus sulphureus)merupakan salah satu ikan demersal dari familiMullidae banyak tertangkap di perairan Laut Jawa. Penelitian ini tentang beberapa aspek biologi ikan kuniran di perairan Tegal dan sekitarnya dilakukan pada bulan Maret, April, dan Agustus 2009. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji beberapa aspek biologi ikan kuniran, seperti nisbah kelamin, sebaran frekuensi panjang, hubungan panjang dan bobot, tingkat kematangan gonad, panjang pertama kali matang gonad (length at first maturity), dan faktor kondisi. Ikan yangdiamati 358 ekor yang terdiri atas 170 jantan dan 188 betina. Perbandingan jumlah ikan jantan dan betinamenunjukanrasio kelamin yang tidak seimbang. Berdasarkan atas sebaran frekuensi panjang, ikan dengan panjang 9 cmFL mendominansi hasil tangkapan pada bulan Maret dan April dan pada bulan Agustus didominansi ikan dengan panjang 11 cmFL. Pertumbuhan ikan kuniran pada bulan Maret bersifat allometrik negatif, sedangkan pada bulan April danAgustus bersifat isometrik.Analisis tingkat kematangan gonad menunjukan bahwa pada bulan Agustus banyak ditemukan tingkat kematangan gonad I dan II dan pada bulanMaret banyak ditemukan tingkat kematangan gonad III dan IV. Ikan kuniran diduga pertama kali matang gonad pada ukuran panjang 9,87 cmFL. Faktor kondisi menunjukan tidak ada perbedaan antara bulan Maret, April, dan Agustus. The silver goatfish (Upeneus sulphureus) is demersal fish which caught excessively in the Java Sea and taxonomically belong to the family Mullidae. Some biological aspects of the silver goatfish in Tegal and adjacent waters were studied on March, April, and August in 2009. The objective of this research were to know some biological aspects, i.e. sex ratio, length frequency distribution, length weight relationship, gonad maturity stage, length at first maturity, and condition factor. A total of 358 fishes that consisted of 170 males and 188 females were examinated their biological aspects. The composition of male and female showed an unequal sex ratio. According to the lenght frequency distribution, the fishes of 9 cmFL were dominant onMarch and April, while on August was dominated by the fishes of 11 cmFL. The growth characteristic of the silver goatfish were allometric negative on March and isometric on April and August. Gonad maturity stage level 1 and 2 were dominant on August and level 3 and 4 onMarch. Lenght at first maturity (Lm) of silver goatfish were 9,87 cmFL. The condition factor showed that there is no difference on March, April, and August

    PRELIMINARY STUDY ON BIOLOGICAL ASPECTS OF PAPUAN SEERFISH (Scomberomorus multiradiatus MUNRO, 1964) IN MERAUKE WATERS, PAPUA, INDONESIA

    Get PDF
    Papuan seerfish (Scomberomorus multiradiatus; local: tenggiri papua) is an endemic species to the Papuan waters and distributed from the waters of Papua New Guinea to Merauke in Indonesia. The biological information of this species is little known. This study aimed to determine the biological aspects of Papuan seerfish to fill the research gap of this species. The data collection were conducted from February to November 2016. Biological parameters observation of the fish sample included of fork length (FL), sex, and maturity stages. All the data were analyzed using standard methods. The maximum length and weight of Papuan seerfish from Merauke waters were 49 cm and 908 g and this size became the largest published size ever. The sex ratio was in an equal condition and the growth pattern was isometric. Spawning occurs all year arounds and reach its peak on August. The relative condition factor of Papuan seerfish tend to be low in the reproductive periods. Papuan seerfish from Merauke waters were caught before reaching their size at maturity (Lc < Lm). For the sustainability of this resources and precautionary approach of fisheries management, it is suggested to apply the minimum catch size in 33 cm

    EVALUASI STOK KEPITING BAKAU Scylla serrata (Forskal, 1775) DI PERAIRAN PATI DAN SEKITARNYA SERTA OPSI PENGELOLAANNYA

    Get PDF
    Eksploitasi kepiting bakau secara berlebihan berdampak pada penurunan populasi kepiting bakau sehingga keberlanjutan stok akan terancam. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji status stok kepiting bakau di perairan Pati serta kemungkinan pengelolaannya. Penelitian dilakukan pada April-Desember 2015. Data-data parameter pertumbuhan, rata-rata matang gonad, rata-rata pertama kali tertangkap dan lain-lain sebagai bahan input untuk analisa SPR dan Y/R telah diperoleh pada hasil penelitian sebelumnya. Analisa data dilakukan dengan SPR (Spawning Potential Ratio), Y/R (Yield per Recruit) dan B/R (Biomass per Recruit). Hasil analisa diperoleh SPR sebesar 7%, Y/R sebesar 55,03 gram per recruit (g/r) dan tersisa biomasa per recruit (B/R) sebesar 7,9% dari biomassa virgin. Pada F0.1 dengan nilai F sebesar 1,56 diperoleh Y/R sebesar 49 (g/r) dan tersisa B/R sebesar 15% dari biomassa virgin. Hasil-hasil tersebut menunjukkan bahwa status stok kepiting bakau di perairan sekitar Pati telah mengalami lebih tangkap. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya-upaya yang tepat dan rasional dalam pengelolaan, diantaranya dengan penutupan area penangkapan di nursery ground agar kepiting-kepiting muda memiliki peluang untuk tumbuh dewasa, pengurangan upaya penangkapan sebesar 30 – 43% dari upaya yang ada dan penentuan ukuran minimal yang tertangkap pada lebar karapas sebesar 12 cm

    ANALISIS HASIL PER PENAMBAHAN BARU PERIKANAN LOBSTER PASIR Panulirus homarus (Linnaeus, 1758) DI PERAIRAN ACEH BARAT

    Get PDF
    Lobster merupakan komoditas ekonomis penting yang tingkat pemanfaatannya sangat intensif sehingga harus dikelola secara berkelanjutan. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis hasil per penambahan baru, biomassa per penambahan baru serta menghitung ukuran dan upaya penangkapan lobster yang dapat memberikan hasil per penambahan baru yang optimal. Tulisan ini didasarkan pada hasil penelitian lobster pasir di perairan Aceh Barat yang dilakukan pada tahun 2013. Nilai-nilai biologi populasi dari hasil penelitian tersebut digunakan sebagai data dasar dalam tulisan ini. Analisa model per penambahan baru dilakukan berdasarkan metode Boverton & Holt yang dimodifikasi sesuai saran Pauly sehubungan dengan pertumbuhan lobster yang bersifat allometrik. Hasil analisa menunjukkan bahwa hasil per penambahan baru lobster pasir meningkat seiring meningkatnya upaya sampai mencapai titik maksimum yaitu 90,5 g dan kemudian menurun secara gradual. Pada saat upaya penangkapan tinggi (> 1 tahun-1) dan ukuran tertangkap kecil (Lc < 70 mm), maka hasil per penambahan baru lobster pasir lebih cepat turun dibandingkan dengan pada saat upaya penangkapan rendah dan ukuran tertangkap besar (Lc > 70 mm). Biomassa per rekrut menurun secara signifikan seiring dengan bertambahnya jumlah upaya penangkapan dan kecilnya ukuran lobster yang tertangkap. Biomassa lobster pada saat ini berada pada kondisi 33,2% dari biomassa awal. Jumlah upaya pada saat ini lebih rendah dibandingkan jumlah upaya berdasarkan titik acauan F0.1 (Fcur = 0,77; F0.1 = 0,85). Rata-rata ukuran tertangkap yang memberikan hasil per rekrut tertinggi diperoleh pada ukuran panjang karapas 72 mm. Oleh karena itu, disarankan agar ukuran minimum panjang karapas lobster pasir yang boleh ditangkap di perairan Aceh Barat ini sebesar 72 mm. Untuk tujuan pengelolaan perikanan yang berkelanjutan disarankan untuk melakukan pemantauan ukuran panjang lobster yang tertangkap secara terus menerus agar biomassa lobster tidak menurun dari kondisi saat ini.

    BIOLOGI DAN PARAMETER POPULASI RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI PERAIRAN BONE DAN SEKITARNYA

    Get PDF
    Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan komoditas perikanan dengan nilai jual cukup tinggi, baik sebagai komoditas lokal maupun komoditas ekspor. Sampai saat ini, pengkajian parameter populasi sumber daya rajungan belum banyak dilakukan. Biologi dan parameter populasi rajungan perlu diketahui agar pengelolaannya dapat dilakukan secara rasional sehingga potensi lestarinya dapat tetap terjaga. Penelitian biologi dan parameter populasi rajungan dilakukan di perairan Bone dan sekitarnya berdasarkan data frekuensi lebar karapas yang dikumpulkan sejak Februari sampai Desember 2011. Pendugaan parameter populasi rajungan dianalisis menggunakan alat bantu program FISAT (FAO-Iclarm Stock Assessment Tool) II. Hasil kajian menunjukkan bahwa lebar karapas pertama kali matang gonad rajungan adalah 71,63 mm dengan kisaran lebar karapas antara 69,36 – 73,97 mm. Nisbah kelamin jantan dan betina berada pada keadaan tidak seimbang. Musim pemijahan terjadi sepanjang tahun dan puncaknya terjadi pada bulan Mei dan Desember. Lebar karapas infinitif (CW∞) rajungan jantan dan betina masing-masing sebesar 159 mm dan 154 mm, laju pertumbuhan (K) 1,27/tahun dan 1,08/tahun, laju kematian total (Z) 9,21/tahun dan 6,90/tahun, laju kematian alami (M) 1,33/tahun dan 1,21/tahun, dan laju kematian penangkapan 7,88/tahun dan 5,69/tahun. Laju ekploitasi (E) rajungan jantan dan betina masing-masing sebesar 0,82 dan 0,78, yang menunjukkan tingkat eksploitasi di atas optimum sehingga pengelolaannya perlu dilakukan agar potensi lestarinya tetap terjaga.Blue swimming crab (Portunus pelagicus) is a local as well as export commodity which has high price. Study on biology and population parameters of blue swimming crab is rare. Therefore, a study in order to maintenance the potential yield of blue swimming crab resource is needed. Study on biology and population parameters of blue swimming crab has been conducted in the Bone and adjacent waters, based on carapace width frequencies data which was collected since February to December 2011. Population paremeters of the blue swimming crab were analysed by using FISAT (FAO-Iclarm Stock Assessment Tool) II. The result showed that carapace width at first maturity (CWm) of the crab was 71,63 mm at the range between 69,36–73,97 mm. The sex ratio of male and female showed an unequal. Spawning season of the crab occurred all year round with a spawning peak in May and December. The male and female carapace width asymtotic (CW∞) was 159 mm and 154 mm, total mortality (Z) 1,27/year and 1,08/year, natural mortality (M) 1,33/year and 1,21/year, fishing mortality (F) 7,88/year and 5,69/year, respectively. Exploitation rate (E) for male and female was 0,82 and 0,78, respectively which indicated the over-exploitation, so that a management of the crabs to maintenance its potential yield shoud be applied

    PARAMETER POPULASI DAN SPAWNING POTENTIAL RATIO (SPR) KEPITING MERAH (Scylla olivacea) DI PERAIRAN ASAHAN DAN SEKITARNYA, SUMATERA UTARA

    Get PDF
    Kepiting bakau merupakan komoditas ekspor yang penangkapannya dilakukan dengan intensif, salah satunya adalah jenis kepiting merah (Scylla olivacea). Pengelolaan dalam pengendalian memerlukan analisa kajian ilmiah tentang ukuran layak tangkap dan spawning potential ratio (SPR) kepiting merah. Kajian ilmiah ini dilakukan terhadap 1.105 ekor kepiting merah di pusat pendaratan kepiting di Desa Silo Baru Kecamatan Silau Laut Kabupaten Asahan, Sumatera Utara selama 28 bulan (April-Oktober 2018, Februari- Desember 2019 dan Maret-Desember 2020). Kepiting yang tertangkap memiliki ukuran 65-170 mm dengan 72,2% sudah dewasa dan telah melakukan pemijahan sebelum tertangkap (CWc< CWm). Hasil penelitian diperoleh bahwa kematian akibat penangkapan (F) lebih tinggi dibandingkan kematian alamiah (M), hal ini menunjukkan tingginya tekanan pemanfaatan (E = 0,54%). Nilai spawning potential ratio (SPR) mengalami peningkatan dari tahun 2018 ke tahun 2020 yaitu 11-17% namun masih dibawah nilai minimal 20%, artinya penambahan individu kepiting merah di perairan Asahan setelah ekspolitasi sudah mengalami penurunan sehingga diperlukan upaya dalam pengelolaan. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan ukuran mesh size jaring dan bubu serta rehabilitasi hutan mangrove.Mud crabs are export commodities that have been harvested intensively; one of which is the red mud crab (Scylla olivacea). Management in controlling its exploitation requires scientific studies on the analysis of the legal size and the potential spawning ratio (SPR) of the crab. In this scientific study, a total of 1,105 red mud crabs were analyzed at the crab landing center in Silo Baru Village, Silau Laut District, Asahan Regency, North Sumatra for 28 months (April–October 2018, February–December 2019, and March–December 2020). The crabs caught were 65–170 mm in size, where 72.2% of which were already adults and had spawned before being caught (CWc < CWm). The results of this study suggested that the fishing mortality (F) was higher than the natural mortality (M), indicating a high exploitation (E = 0.54%). On the other hand, the potential spawning ratio (SPR) from 2018 to 2020 kept increasing, i.e. 11–17% (below the minimum SPR 20%), indicating that the addition of the individual red mud crabs in Asahan waters after exploitation had decreased. Therefore, several efforts are necessary in its management, among others by increasing the mesh size of the nets and the size of the traps as well as rehabilitating mangrove forests
    corecore