14 research outputs found

    Pembuatan Lem Lateks dari Limbah Styrofoam yang Digunakan untuk Kemasan Makanan

    Full text link
    Styrofoam merupakan suatu polistirena yang sudah dipadatkan dan dibentuk sesuai dengan kebutuhan. Styrofoam banyak digunakan untuk pengemasan barang-barang elektronik dan sebagai kemasan makanan. Beberapa hal pada styrofoam yang sangat menguntungkan bagi para penjual makanan dan penjual alat elekrtonik adalah tidak mudah bocor, praktis, ringan dan ekonomis. Disisi lain setelah styrofoam tidak digunakan, akan menjadi limbah yang sulit untuk diuraikan. Bahkan pada proses produksinya sendiri menghasilkan limbah yang banyak sehingga dikategorikan sebagai penghasil limbah berbahaya ke-5 terbesar di dunia oleh EPA (Enviromental Protection Agency). Pada penelitian ini dilakukan upaya mengurangi limbah styrofoam dengan merubahnya menjadi Lem Lateks. Metode penelitianya adalah mencampurkan 30 gram limbah Styrofoam dengan 70 ml Toluen. Lem Lateks pekat yang terbentuk bersifat tidak stabil atau cepat mengalami penggumpalan. Agar lateks tersebut tidak menggumpal maka dilakukan proses emulsi dengan menambahkan emulsifier ABS (Alkil Benzena Sulfonat) yang merupakan senyawa aktif. Hasil yang baik dieroleh pada campuran 90 ml larutan polistirena dengan 10 ml aquades dan dengan penambahan 5% Alkil Benzena Sulfonat (ABS) pada waktu penyimpanan selama 3 hari

    PENGARUH PENAMBAHAN PLA PADA PATI TERPLASTISASI GLISEROL TERHADAP SIFAT MEKANIK BLEND FILM

    Get PDF
    Poli-asam laktat (PLA) merupakan polimer yang biocompatible, biodegradable, tidak beracun dan nonkarsinogenik bagi tubuh manusia serta berasal dari sumber daya terbarukan, sehingga sangat baik digunakan untuk aplikasi medis dan pengemasan makanan. Pada penggunaannya, PLA masih memiliki kendala karena sifatnya yang getas, mudah rapuh dengan elongation at break kurang dari 10% dan hidrofobik, sehingga membatasi kondisi pemrosesan polimer tersebut. Pati singkong merupakan biopolimer yang kesediaannya cukup berlimpah dengan sifatnya hidrofilik sehingga sangat mudah terdegradasi. Modifikasi PLA dengan cara blending dengan pati singkong terplastisasi gliserol merupakan upaya untuk meningkatkan sifat mekanik berupa tensile strength dan elongation at break blend film. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan blend film PLA/pati dengan sifat mekanik yang baik. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu pembuatan PLA dari asam laktat, pembuatan pati terplastisasi gliserol dan pembuatan blend film PLA/Pati. Pembuatan PLA dari asam laktat dilakukan dengan metode polikondensasi. Pembuatan pati terplastisasi gliserol yaitu dengan pencampuran (3%w/v) pati singkong dengan gliserol (1%v/v) pada temperatur 65oC. PLA yang dihasilkan pada tahap polikondensasi dicampur dengan pati terplastisasi gliserol pada temperatur 120oC dengan variasi rasio PLA/pati sebesar 0/100; 20/80; 40/60 dan 50/50. Campuran dicetak dalam bentuk lembaran tipis (blend film) dan dikeringkan pada temperatur 70oC selama 6 jam. Sifat mekanik blend film diketahui dengan menganalisis tensile strength dan elongation at break. Hasil yang didapat menunjukan bahwa penambahan PLA meningkatkan nilai tensile strength dan elongation at break blend film. Rasio PLA/starch yang menghasilkan sifat mekanik blend film terbaik adalah 40/60 dengan nilai tensile strength, elongation at break dan swelling masing-masing 2,32 MPa, 21,25% dan 46,44%

    PENGARUH PENAMBAHAN FeCl3 DAN AL2O3 TERHADAP KADAR LIGNIN PADA DELIGNIFIKASI TONGKOL JAGUNG DENGAN PELARUT NaOH MENGGUNAKAN BANTUAN GELOMBANG ULTRASONIK

    Get PDF
    Tongkol jagung merupakan salah satu limbah lignoselulosik yang banyak tersedia di Indonesia salah satunya di Propinsi Banten. Limbah lignoselulosik adalah limbah pertanian yang mengandung selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Limbah tongkol jagung, mengandung selulosa (40-60%), hemiselulosa (20-30%) dan lignin (15-30%). Untuk dapat memanfaatkan kandungan selulose yang terkandung pada tongkol jagung secara optimal, maka perlu dipisahkan kandungan lignin yang terdapat pada tongkol jagung tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh penambahan FeCl3 dan AL2O3 pada proses delignifikasi tongkol jangung dengan pelarut NaOH menggunakan bantuan gelombang ultrasonik. Pada penelitian terdahulu, diperoleh kandungan lignin dalam selulosa menggunakan pelarut NaOH dengan bantuan gelombang ultrasonik pada temperatur 60 0C dan frekuensi ultrasonik sebesar 40 KHz yaitu 40%. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan proses delignifikasi pada temperatur 60 0C dengan frekuensi ultrasonik sebesar 40 kHz dengan penambahan rasio FeCl3 : NaOH, AL2O3 : NaOH, AL2O3 : FeCl3 dan FeCl3 : AL2O3 masing-masing 0:1 ; 1:1 dan 2:1. Hasil uji dengan menggunakan metode Chesson menunjukkan bahwa kandungan lignin terkecil dalam selulosa adalah 12% pada rasio perbandingan NaOH : AL2O3 1:2

    PENGARUH PENAMBAHAN GLISEROL DAN LILIN LEBAH PADA SUSUT BERAT BUAH SAWO KHAS BANTEN

    Get PDF
    Packaging is a protection of food product to maintain the quality and durability of food. The aim of this study was to produce edible film as sapodilla fruit preservation, to get the optimum composition of glycerol and beeswax mixture and to get the optimum characteristics of edible film based on cassava peel starch. The methodology of this study was use 3 grams of cassava peel starch with glyserol consentration range 0,75 to 1.25% v/v and beeswax consentration range 1 to 3 w/v.The parameters tested were fruit weight loss, thickness, tensile strength, elongation percentage and solubility. The results showed that the lowest weight loss value were obtained on the addition of 0.75% glycerol and 3% beeswax which were 3.3% of weight loss in 7 days

    Penerapan Teknologi Tepat Guna untuk Menurunkan Kasus Penyakit Scabies Santri Pondok Pesantren An-Nur di Kecamatan Walantaka, Provinsi Banten

    Get PDF
    Pondok pesantren (ponpes) merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia yang dijadikan sebagai tempat anak-anak untuk menimba ilmu pengetahuan agama. Banten dikenal sebagai salah satu provinsi yang memiliki jumlah ponpes terbanyak di Indonesia, salah satunya adalah Pondok Pesantren An-Nur yang berada di Banten, tepatnya di Kampung Jaha, Desa Pager Agung, Kecamatan Walantaka, Serang. Pondok pesantren An-Nur merupakan salah satu ponpes yatim dan dhuafa yang didirikan pada tahun 2012 diatas lahan seluas 950 m2. Saat ini pondok pesantren masih menjadi salah satu tempat yang sangat rentan terjadinya berbagai penyakit menular, salah satunya adalah penyakit kulit jenis scabies. Penyakit kulit jenis scabies paling sering ditemukan di pondok pesantren. Scabies dapat menular dengan mudah kepada para santri melalui kebiasaan menggaruk bagian tubuh yang terkena scabies, memakai pakaian secara bergantian, menggunakan alat mandi secara bersamaan, dan kebiasaan tidur yang saling berhimpit-himpitan dengan santri lainnya. Mengacu pada analisis situasi, maka dibutuh­kan upaya pencegahan serta melakukan penanganan awal terhadap penyakit ini dengan cara melaksanakan pola hidup bersih dan sehat (PHBS), serta melakukan pengobatan penyakit scabies salah satunya dengan meng­gunakan sabun belerang. Pembuatan sabun belerang ini sangat mengun­tungkan untuk dikembangkan di pondok pesantren, karena dapat dimanfaat­kan oleh para santri dalam meningkatkan keterampilan serta mewujudkan kehidupan yang bersih dan sehat dan terhindar dari penyakit kulit scabies. Dari hasil pengabdian yang telah dilakukan dapat terlihat adanya peningkatan pengetahuan dan pembiasaan pola hidup bersih dan sehat dari para santri, selain itu juga penggunaan produk sabun belerang secara rutin yang dibuat oleh para santri dapat mengurangi  penyakit kulit scabies yang diderita pada santri mengalami penurunan sebesar 15.99% dan pada santriwati juga mengalami penurunan sebesar 10.64%.&nbsp

    PENGARUH KONSENTRASI INHIBITOR EKSTRAK DAUN TEH (CAMELIA SINENSIS) TERHADAP LAJU KOROSI BAJA API 5L

    No full text
    Penggunaan baja pada saat ini telah berkembang pesat dan digunakan dalam teknologi industri sebagai salah satu material penunjang. Ada beberapa penggunaan baja yang digunakan pada industri sepeda motor, kereta api, mobil, kapal laut, serta kontruksi lainnya. Namun dalam penggunaan baja, banyak faktor yang menyebabkan daya guna baja ini menurun. Salah satu penyebabnya yaitu fenomena korosi pada baja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi inhibitor ekstrak daun teh terhadap laju korosi pada baja API 5L dan menghambat laju korosi pada baja API 5L. Metode yang digunakan adalah kehilangan berat. Medium korosif yang digunakan adalah NaCl dan HCl. Lama perendaman yaitu 10 hari untuk melihat kemampuan inhibitor menghambat laju korosi. Metode pembuatan inihibitor ekstrak daun teh menggunakan ultrasonic bath. Konsentrasi inhibitor yang dibuat pada penelitian ini adalah 1%, 3%, 5%, 7%, dan 9%. Sebelum baja direndam dalam larutan korosif, larutan korosif dicampur terlebih dahulu dengan larutan inhibitor sesuai dengan konsentrasinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efisiensi inhibisi korosi yang paling besar terjadi pada larutan korosif NaCl dengan konsentrasi 9% pada perendaman selama 10 hari yaitu sebesar 95% dan pada larutan korosif HCl dengan konsentrasi 9% sebesar 45%. Morfologi permukaan yang diperoleh menggunakan Scanning Electron Microscope dari baja API 5L memperlihatkan permukaan baja yang dilapisi dengan ekstrak daun teh mengalami korosi lebih sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa inhibitor ekstrak daun teh baik dalam menghambat laju korosi yang terjadi pada baja API 5L

    PENGARUH TEMPERATUR PENGERINGAN TERHADAP SWELLING DAN TENSILE STRENGTH EDIBLE FILM HASIL PEMANFAATAN PATI LIMBAH KULIT SINGKONG

    Get PDF
    ABSTRAK Pengemasan merupakan proses perlindungan suatu produk pangan yang bertujuan menjaga keawetan dan konsistensi mutu. Bahan pengemas dari plastik banyak digunakan dengan pertimbangan ekonomis, namun penggunaan material sintesis tersebut berdampak pada pencemaran lingkungan. Salah satu alternatif untuk menangani permasalahan tersebut dengan menggunakan material ramah lingkungan (biodegradable) seperti edible film. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh temperatur pengeringan terhadap swelling dan tensile strength edible film hasil pemanfaatan pati limbah kulit singkong dengan penambahan ekstrak jahe merah. Penelitian ini diawali dengan tahap pembuatan ekstrak jahe merah dan pati dari limbah kulit singkong, setelah itu dilanjutkan dengan pembuatan edible film dengan variasi penambahan ekstrak jahe merah (0.5-1.1% w/v) dan diberi plasticizer berupa gliserol (1% v/v). Selanjutnya dilakukan tahapan pembuatan dan pencetakkan edible film dan pengeringan pada temperatur ( 50;60;700C). Hasil yang diperoleh selanjutnya dilakukan analisa swelling dan tensile strength. Hasil menunjukkan nilai swelling dan tensile strength tertinggi diperoleh pada pada penambahan ekstrak jahe merah 1.1% dan temperatur pengeringan 700C yaitu masing-masing 88.89 % dan 50,66 kg/cm2. Kata Kunci : Kemuluran, Kuat tarik, Lapisan edibel   ABSTRACT Packaging is a protection food product to maintain the quality and durability of food. Plastic packaging is widely used for economic consideration, but it leads to environmental pollution. The alternative way to handle this problem is by using biodegradable material such as edible film. This study aims to examine the effect of dying temperature on the swelling and tensile strength of edible cassava peel starch film with the addition of red ginger extract. This research was started with the extraction of red ginger and cassava peel starch, followed by edible film making with variation of red ginger extract addition (0.5-1.1% w/v) and glycerol (1% v/v) as plasticizer. The next stages were production and molding of the edible film. The edible films were then dried at the temperature of (50;60;700C). Furthermore swelling and tensile strength analysis was conducted to the product of edible film. The results showed that the highest swelling and tensile strength values were obtained on the addition of red ginger extract of 1.1% and the drying temperature of 700C which were 88.89% and 50,664 kg / cm2 respectively. Keywords : Edible film, Swelling, Tensile strengt

    PENGARUH TEMPERATUR PENGERINGAN TERHADAP SWELLING DAN TENSILE STRENGTH EDIBLE FILM HASIL PEMANFAATAN PATI LIMBAH KULIT SINGKONG

    Get PDF
    ABSTRAK Pengemasan merupakan proses perlindungan suatu produk pangan yang bertujuan menjaga keawetan dan konsistensi mutu. Bahan pengemas dari plastik banyak digunakan dengan pertimbangan ekonomis, namun penggunaan material sintesis tersebut berdampak pada pencemaran lingkungan. Salah satu alternatif untuk menangani permasalahan tersebut dengan menggunakan material ramah lingkungan (biodegradable) seperti edible film. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh temperatur pengeringan terhadap swelling dan tensile strength edible film hasil pemanfaatan pati limbah kulit singkong dengan penambahan ekstrak jahe merah. Penelitian ini diawali dengan tahap pembuatan ekstrak jahe merah dan pati dari limbah kulit singkong, setelah itu dilanjutkan dengan pembuatan edible film dengan variasi penambahan ekstrak jahe merah (0.5-1.1% w/v) dan diberi plasticizer berupa gliserol (1% v/v). Selanjutnya dilakukan tahapan pembuatan dan pencetakkan edible film dan pengeringan pada temperatur ( 50;60;700C). Hasil yang diperoleh selanjutnya dilakukan analisa swelling dan tensile strength. Hasil menunjukkan nilai swelling dan tensile strength tertinggi diperoleh pada pada penambahan ekstrak jahe merah 1.1% dan temperatur pengeringan 700C yaitu masing-masing 88.89 % dan 50,66 kg/cm2. Kata Kunci : Kemuluran, Kuat tarik, Lapisan edibel   ABSTRACT Packaging is a protection food product to maintain the quality and durability of food. Plastic packaging is widely used for economic consideration, but it leads to environmental pollution. The alternative way to handle this problem is by using biodegradable material such as edible film. This study aims to examine the effect of dying temperature on the swelling and tensile strength of edible cassava peel starch film with the addition of red ginger extract. This research was started with the extraction of red ginger and cassava peel starch, followed by edible film making with variation of red ginger extract addition (0.5-1.1% w/v) and glycerol (1% v/v) as plasticizer. The next stages were production and molding of the edible film. The edible films were then dried at the temperature of (50;60;700C). Furthermore swelling and tensile strength analysis was conducted to the product of edible film. The results showed that the highest swelling and tensile strength values were obtained on the addition of red ginger extract of 1.1% and the drying temperature of 700C which were 88.89% and 50,664 kg / cm2 respectively. Keywords : Edible film, Swelling, Tensile strengt
    corecore