61 research outputs found
Pemanfaatan Cangkang Kerang Darah (Anadara Granosa) dan Zeolit sebagai Media Filter Keramik untuk Pengolahan Air Gambut
Kalimantan Barat sebagian besar memiliki lahan gambut yaitu sekitar 1,7 juta hektar. Masyarakat yang tidak mendapatkan akses air bersih menggunakan air sumur sebagai air baku untuk minum. Air gambut secara umum tidak memenuhi persyaratan kualitas air minum berdasakan PERMENKES No.492 Tahun 2010 karena memiliki ciri-ciri intensitas warna yang tinggi, pH asam, kandungan zat organik tinggi, dan kandungan logam besi yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja filter keramik dengan campuran media filter cangkang kerang darah (Anadara Granosa) dan zeolit untuk pengolahan air gambut. Filter keramik dibuat dari campuran zeolit dan cangkang kerang darah (Anadara Granosa) dengan perekat Polivinil Alkohol (PVA) yang disintering dengan suhu 250oC selama 2 jam. Variasi komposisi bahan cangkang kerang darah dan zeolit yang dibuat adalah 25%:75%, 50%:50% dan 75%:25% dengan perekat PVA masing-masing sebanyak 1 gram. Penelitian dilakukan dengan melewatkan air gambut pada filter keramik, kemudian dilakukan karakterisasi fisik filter keramik serta uji laboratorium sebelum dan setelah pengolahan. Hasil penelitian menunjukkan filter keramik dengan campuran cangkang kerang darah dan zeolit untuk masing-masing komposisi 25%:75% (F1), 50%:50% (F2) dan 75%:25% (F3) yaitu memiliki densitas sebesar 1,53 gr/cm3, 1,56 gr/cm3 dan 1,58 gr/cm3, porositas sebesar 49,61%, 55,12% dan 60,63%, dan fluks sebesar 7,4 L/m2.jam, 5,9 L/m2.jam, dan 2,8 L/m2.jam. Filter keramik dengan perbandingan 75%:25% (F3) efektif meningkatkan pH air gambut dari 4,4 menjadi 6,5 dengan efektivitas sebesar 52,27% dan menurunkan parameter besi dari 0,577mg/L menjadi 0,487 mg/L dengan efektifitas sebesar 15,6%, sedangkan filter keramik dengan perbandingan 25%:75% (F1) dapat menurunkan zat organik dari 334,9 mg/L menjadi 322,3 mg/L dengan efektifitas sebesar 3,76%
Kajian Teknik Operasional Pengembangan Tpst Edelweiss Sebagai Upaya Pengelolaan Sampah Skala Kawasan
TPST adalah tempat dilakukannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendaur ulang, pengolahan dan pemrosesan akhir sampah. TPST merupakan bagian dari pengelolaan sampah yang dapat mereduksi sampah yang masuk ke TPA. Di Kota Pontianak, sudah terdapat TPST Edelweiss yang berdiri sejak tahun 2015. Namun hingga tahun 2017, TPST Edelweiss hanya mengelola sampah Pasar sehingga diperlukan pengembangan luas TPST yang mengelola sampah skala kawasan. Tujuan penelitian ini, menganalisis timbulan sampah yang terdapat di Pasar Pagi dan kondisi eksisting TPST Edelweiss dari segi aspek teknik operasional, menganalisis pengembangan pengelolaan sampah di TPST Edelweiss skala pasar menjadi skala kawasan. Perhitungan jumlah sampel sampah menggunakan metode proportionate statified random sampling. Teknik pengambilan dan pengukuran sampel sampah mengacu pada SNI 19-3694-1994 dilakukan selama 8 hari. Timbulan sampah organik Pasar Pagi 0,386 m3/unit/hari dan anorganik 0,002 m3/unit/hari. TPST Edelweiss memiliki area penumpukan dan pemilahan 12 m2, pencacahan dan penimbangan 12 m2, 21 bak pengomposan, pengayakan dan pengemasan kompos 9 m2, dan 1 reaktor biogas fixed dome 10 m3. Pengembangan TPST Edelweiss menjadi skala kawasan membutuhkan area penumpukan 100 m2, area pemilahan 157,44 m2 dengan conveyor belt, area pencacahan 30,176 m2, area pengomposan metode open windrow composting dengan luas area 3421,83 m2, area pengayakan dan pengemasan kompos dengan luas area 16,5 m2, area anorganik dan B3 membutuhkan luas 94,64m2, reaktor biogas tipe fixed dome 10 m3, gudang 80 m2, lahan parkir 34,44 m2, rumah jaga 24 m2. Luas yang dibutuhkan untuk mengelola sampah dalam skala kawasan adalah 4458,143 m2
Pengolahan Air Sumur Bor Menjadi Air Bersih Menggunakan Kombinasi Metode Aerasi-Filtrasi (Studi Kasus: Sumur Bor Parit Wa’gattak, Desa Pal Sembilan, Kecamatan Sungai Kakap)
 Air bersih merupakan kebutuhan utama bagi masyarakat. Masyarakat di Kecamatan Sungai Kakap, Desa Pal Sembilan sebagian besar belum mendapat akses layanan air bersih, sehingga masyarakat menggunakan air sumur bor sebagai atlernatif sumber air bersih. Air sumur bor memiliki karakteristik yang jernih, namun jika dipompakan dan kontak dengan udara, maka besi akan teroksidasi dan membentuk endapan berwarna kuning kecoklatan, endapan tersebut menyebabkan air menjadi keruh dan berwarna kuning. Penelitian ini bertujuan untuk membuat alat pengolahan air sumur bor menjadi air bersih sesuai dengan standar baku mutu PERMENKES No.32 Tahun 2017. Alat pengolahan air sumur bor mengunakan metode aerasi yakni Spray Aerasi dan Multiple Tray Aerasi serta filtrasi mengunakan media filter pasir kerang. Kombinasi metode aerasi-filtrasi ini dapat memungkinan terjadinya oksidasi sehingga unsur besi (Fe) dalam bentuk ferro (Fe2+) dapat berubah menjadi ferri (Fe3+) dalam bentuk endapan. Selanjutnya air akan menuju bak filtrasi yang berisi media pasir kerang untuk menyaring endapan besi. Berdasarkan rata-rata hasil masing-masing penurunan parameter pada penelitian ini yakni Besi (Fe) 2.82 mg/L menjadi mg/L <0,001 mg/L dengan efisiensi 99,9%, Kekeruhan 147,4 NTU menjadi 11,7 NTU efisiensi sebesar 92,1%, Warna 35,6 Pt-Co menjadi 14,2 Pt-Co dengan efisiensi sebesar 60,1% dan yang terakhir pH 5,6 menjadi pH 7,8
PENURUNAN KEKERUHAN AIR BAKU PDAM GUNUNG POTENG SINGKAWANG DENGAN MENGGUNAKAN KOAGULAN TAWAS DAN PAC
ABSTRAKPengolahan air baku di PDAM Gunung Poteng Singkawang menggunakan proses pengolahan konvensional lengkap. Koagulan yang digunakan adalah tawas. Hasil pengolahan air baku masih belum konsisten. Pengolahan air baku pada tahun 2015 menghasilkan kekeruhan antara 0,2 NTU sampai 9,2 NTU. Upaya perbaikan untuk masalah di PDAM Gunung Poteng Singkawang adalah dengan mencampurkan koagulan tawas dan PAC yang diharapkan dapat mengurangi kekeruhan dari hasil pengolahan air baku. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut: Menganalisis efektifitas penurunan kadar kekeruhan dengan pencampuran koagulan tawas dan PAC untuk memperbaiki tingkat kekeruhan air baku di PDAM Gunung Poteng Singkawang sesuai baku mutu dan menganalisis perbandingan dosis pencampuran koagulan tawas dan PAC yang optimum terhadap tingkat kekeruhan di PDAM Gunung Poteng Singkawang. Pengujian yaitu dengan mengadakan eksperimen pengolahan air baku menggunakan koagulan Tawas dan PAC yang dilakukan dengan menggunakan metode Jar Test. Percobaan dilanjutkan dengan pemeriksaan kualitas air yang meliputi kekeruhan dan pH yang akan dilakukan sebelum dan setelah jar test. Variasi larutan Tawas dan PAC dengan perbandingan 1:0, 1:1, 1:2, 2:1, 1:3, 3:1 dan 0:1. Hasil dari penelitian didapat bahwa dosis 1:0 dan 0:1 menghasilkan kekeruhan yang buruk daripada perbandingan dosis lainya. Pengkondisian kekeruhan dari data sekunder kualitas air baku PDAM Gunung Poteng Singkawang tahun 2015 didapat kekeruhan 116 NTU untuk kekeruhan tertinggi dan 9,6 NTU untuk kekeruhan terendah. Pengujian penegasan dilakukan dengan kondisi kekeruhan sebenarnya di lapangan didapat kekeruhan 22,42 NTU. Perbandingan yang efektif untuk kondisi kekeruhan 116 NTU adalah 1:2 dengan efektivitas penurunan kekeruhan mencapai 98,9 % dan kondisi kekeruhan 9,6 NTU adalah 1:3 dengan efektivitas penurunan kekeruhan 93,5 %. Hasil uji penegasan menghasilkan perbandingan efektif dengan kondisi kekeruhan 22,42 NTU (kekeruhan air baku bulan September tahun 2016) adalah 1:2 Â dengan efektivitas penurunan kekeruhan 96,3 %. Penggunaan perbandingan dosis pencampuran koagulan dapat menunjukkan bahwa pada kondisi kekeruhan kurang dari 10 NTU sampai 20 NTU dapat menggunakan perbandingan dosis 1:3. Kekeruhan pada nilai 21 NTU sampai 116 NTU dapat menggunakan dosis pencampuran 1:2.Kata Kunci : Kekeruhan, air baku, koagulan, tawas, PA
Studi Evaluasi Dan Perencanaan Eksisting Kinerja Proses Pengolahan Air Minum Instalasi Pengolahan Air Arang Limbung Perumda Air Minum Tirta Raya Kabupaten Kubu Raya
Lokasi penelitian berada di IPA 3 Perumda Arang Limbung, Desa Arang Limbung, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya. Memiliki kapasitas 120 L/detik serta unit pengolahan pengolahan lengkap. Air baku menggunkan  air Sungai Kapuas dan hasil pengamatan didapatkan kerak dan lumut menempel di dinding bak yang bisa mempengaruhi kualitas dan kuantitas air. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kualitas air baku dan air hasil olahan IPA 3 Arang Limbung apakah sesuai standar baku mutu serta memberikan rekomendasi optimalisasi IPA pada unit proses. Tahapan penelitian meliputi analisa kualitas air baku, evaluasi kondisi eksisting instalasi dan optimalisasi kinerja unit operasi dan proses pengolahan instalasi, analisa kualitas air produksi dan hasil optimalisasi unit instalasi. Kualitas air baku tidak sesuai baku mutu air kelas I PP RI No. 22 Tahun 2021 yaitu kekeruhan 42,237 NTU, warna 323,333. Kualitas air minum tidak sesuai dengan Kepmenkes RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010 yaitu warna 125 Pt.Co, dan pH 4,56. Upaya optimalisasi IPA 3 Arang Limbung yaitu, dilakukan penentuan dosis koagulan dengan percobaan jartest, mendesain ulang beberapa unit operasi instalasi antara lain, bak flokulasi yaitu P = 5 m, T = 5 m, bak sedimentasi P = 14 m, L = 6 m, bak filtrasi P = 8 m, L = 4 m, H = 5,5 m, dan menambah satu unit bak reservoir. Diharapkan dengan dilakukannya evaluasi pada IPA 3 Arang Limbung hasil air olahan sesuai dengan baku mutu Permenkes No.492 Tahun 2010 dan perencanaan unit instalasi pengolahan sesuai dengan SNI 6774-2008
HUBUNGAN SEBARAN TITIK PANAS (HOTSPOT) TERHADAP KESEHATAN MASYARAKAT KOTA PONTIANAK
Kebakaran hutan yang terjadi pada saat musim kemarau terutama di Kota Pontianak yang memicu terjadinya titik panas (hotspot). Titik panas (hotspot) adalah sumber utama terbentuknya asap yang merupakan sumber pencemaran yang mengandung partikulat yang apabila terhirup dalam konsentrasi tinggi akan menganggu pernapasan. Penelitian ini di lakukan untuk melihat titik panas (hotspot) karena kebakaran hutan atau lahan di kota Pontianak menggunakan aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk menganalisis pergerakan perubahan titik panas (hostpot) dari tahun 2019 periode bulan Juli – September dan melakukan pemetaan. Metode analisis data menggunakan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia NO P.8/ ME NLHK/ SETJEN/ KUM.1 / 3/ 2018 Tentang Prosedur Tetap Pengecekan Lapangan Informasi Titik Panas Dan/Atau Informasi Kebakaran Hutan dan Lahan. Hasil penelitian menunjukkan selama periode sebaran titik panas (hotspot) pada bulan Juli total 136 titik, bulan Agustus total 1.738 titik, bulan September 5.165 titik dengan total jumlah titik panas (hotspot) sebanyak 7.039 titik. Pengaruh titik panas (hotspot) menunjukan dampak pada kesehatan masyarakat Kota Pontianak yang dimana data dari Dinas Kesehatan Kota Pontianak penderita pasien ISPA pada bulan Juli 2.700 orang, bulan Agustus 4.044 orang, bulan September 5.046 orang dengan total 11.790 pasien ISPA. Sedangkan data dari seluruh Puskesmas Kota Pontianak penderita pasien ISPA pada bulan Juli 4.542 orang, bulan Agustus 5.225 orang, bulan September 6.141 orang dengan total 15.908 pasien ISPA
- …