56 research outputs found

    Analisis dan Penilaian Kinerja Karyawan pada Operator Dump Truck Perusahaan Pertambangan Menggunakan Metode AHP dan Rating Scale (Studi Kasus pada PT. Pama Indo Mining)

    Full text link
    PT. PIM is a supplier of raw materials of cement on the PT. Indocement Tbk. During the period 2009 - 2013 PT. PIM only reach a production of 83.66% which is supposed to be the target production by 90%. Performance assessment needs to be done to monitor and evaluate the performance of the operator so that production targets can be achieved. The purpose of this research is to develop the dimensions and indicators of performance assessment, determine the weight of each - each dimensions and indicators with Analytical Hierarchy Process (AHP) and get results with the performance evaluation rating scale. Total weight of each dimension and indicator are, dimension of skill and knowledge with indikator of correctness 0,052; driving skills 0,074; daily maintenance 0,043; versatility 0,028; loading/unloading 0,047; dimension of safety with indicator of awareness of safety 0,172; awareness of human 0,095; awareness of tools 0,052; dimension of productivity with indicator of volume 0,187; motivation 0,094; dimension of attitude with indicator of responsibility 0,042; discipline 0,029; Appearance and PPE 0,036; cooperative 0,025; confident 0,012; and adaptation 0,013. Global weight of each dimention and indicator then used as reference of performance appraisal using rating scale methode. The result of the performance appraisal stated there are 10 DT operator working with high performance, 27 DT operators who work in accordance with the standards and one operator which has a low performance

    A scale-down mimic for mapping the process performance of centrifugation, depth and sterile filtration

    Get PDF
    In the production of biopharmaceuticals disk-stack centrifugation is widely used as a harvest step for the removal of cells and cellular debris. Depth filters followed by sterile filters are often then employed to remove residual solids remaining in the centrate. Process development of centrifugation is usually conducted at pilot-scale so as to mimic the commercial scale equipment but this method requires large quantities of cell culture and significant levels of effort for successful characterization. A scale-down approach based upon the use of a shear device and a bench-top centrifuge has been extended in this work towards a preparative methodology that successfully predicts the performance of the continuous centrifuge and polishing filters. The use of this methodology allows the effects of cell culture conditions and large-scale centrifugal process parameters on subsequent filtration performance to be assessed at an early stage of process development where material availability is limited

    Hypergravity effects on glide arc plasma

    Get PDF
    The behaviour of a special type of electric discharge – the gliding arc plasma – has been investigated in hypergravity (1g –18g) using the Large Diameter Centrifuge (LDC) at ESA/ESTEC. The discharge voltage and current together with the videosignal from a fast camera have been recorded during the experiment. The gliding of the arc is governed by hot gas buoyancy and by consequence, gravity. Increasing the centrifugal acceleration makes the glide arc movement substantially faster. Whereas at 1g the discharge was stationary, at 6g it glided with 7 Hz frequency and at 18g the gliding frequency was 11 Hz. We describe a simple model for the glide arc movement assuming low gas flow velocities, which is compared to our experimental results

    Production of XeO * in a CW microwave discharge

    Full text link
    A low-power CW microwave discharge at 2.45 GHz was used to produce XeO * excimer molecules. It was found that a total gas pressure between 5 and 20 Torr, absorbed power of about 20–100 W, and an oxygen-to-xenon ratio of 1∶100 maximized the XeO( 1 S− 1 D) green emission at 5200 to 5600 Å. The XeO * emission appeared in the cooler parts of the discharge near the containment tube walls and in the electric field nodes of the TM 012 resonant mode.Peer Reviewedhttp://deepblue.lib.umich.edu/bitstream/2027.42/45480/1/11090_2005_Article_BF01023916.pd

    Profil Klinikopatolgi Squamous Cell Carcinoma (SCC) Rumah Sakit Swasta di Wilayah Kota Malang Tahun 2017-2020

    No full text
    Squamous cell carcinoma merupakan salah satu neoplasma non melanoma terbanyak nomer dua setelah Basal cell carcinoma. Kanker ini dapat meningkat pada sebuah daerah yang memiiki paparan sinar matahari lebih tinggi dibandingkan daerah lain dan pada seseorang di atas 40 tahun dengan berbagai faktor juga yang menyertai. Menurut data pada Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr.Cipto Mangunkusumo (RSUPN) yaitu pada tahun 1996-1998 ada 32 (23%) kasus SCC yang berada pada urutan ke dua terbanyak. Serta mengalami kenaikan pada tahun 2005-2009 sebanyak 196 (53,2%) kasus.Maka dari itu tujuan dari penelitian mengenai profil histopatologi Squamous cell carcinoma menjadi penting dilakukan untuk mengetahui berbagai jenis diferensiasi dan subtipe sebagai dasar tatalaksana secara tepat dan mampu memberikan gambaran prognosis secara lebih baik. Penelitian dilakukan menggunakan observasional deskriptif dengan studi non-comparassion dengan subjek penelitian menggunakan data rekam medis dari Laboratorium Patologi Anatomi Kessima Medika dari tahun 2017-2020. Hasil penelitian didapatkan bahwa lokasi paling sering diderita oleh pasien pada cervix uteri, jenis kelamin paling sering didapatkan pada jenis kelamin perempuan, dan subtipe paling sering pada subtipe keratinizing squamous cell carcinoma dan subtipe keratinizing squamous cell carcinoma pada multi organ, dan usia tidak memiliki hubungan bermakna pada kasus ini

    Literature Review : Perubahan Indeks Apoptosis pada Koriokarsinoma

    Get PDF
    Kehamilan normal pada wanita biasanya akan ditemukan sel trofoblas yang nantinya akan menjadi janin. Apabila sel trofoblas mengalami pertumbuhan yang abnormal, maka akan terjadi penyakit trofoblas gestasional (PTG) atau mola hidatidosa. Mola hidatidosa sendiri apabila sudah ganas maka dapat menyebabkan koriokarsinoma. Sebanyak 23% mola hidatidosa sendiri dapat menyebabkan keganasan. Kematian sel tunggal yang terencana dan ditandai dengan adanya deskripsi biokimiawi dan morfologi yang khas sebagai akibat dari adanya inisiasi oleh stimulasi patologis maupun fisiologis dengan tidak adanya reaksi peradangan dapat disebut apoptosis. Sedangkan Indeks Apoptosis (IA) merupakan sebuah indikator untuk mengetahui prognosis dari suatu neoplasma sel. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh IA sehingga dapat menimbulkan koriokarsinoma.Metode penelitian ini adalah literature review dengan desain studi systematic literature review (SLR). Jurnal penelitian yang digunakan berasal dari Scopus, PubMed, Google Scholar, Research Gate dan Science Direct. Ada 10 jurnal penelitin yang mencakup indeks apoptosis pada koriokarsinoma, osteosarcoma, oral karsinoma, kanker prostat, kanker payudara, leukimia, kanker esofagus, kanker serviks dan kanker kolorektal

    Hubungan Antara Pendidikan, Pengetahuan, Status Sosial Ekonomi dan Sikap Terhadap Keterlambatan Diagnosis Kanker Payudara

    No full text
    Latar Belakang: Kanker payudara merupakan jenis kanker yang sangat umum diderita wanita secara mendunia dan menjadi salah satu penyebab kematian tertinggi akibat kanker pada wanita. Di Indonesia, seringkali pasien datang ke rumah sakit baik secara mandiri maupun dengan rujukan telah mengalami keterlambatan diagnosa serta telah berada di stadium lanjut. keterlambatan pasien berobat dapat menyebabkan perburukan stadium kanker sehingga sangat diperlukan diagnosa kanker payudara sejak dini. Keterlambatan diagnosa sendiri dapat disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya berkaitan dengan perilaku kesehatan pasien dan berbagai model perilaku penggunaan pelayanan kesehatan. Hingga sampai saat ini, belum terdapat data valid mengenai faktor apa saja yang dapat mempengaruhi keterlambatan diagnosa kanker payudara sehingga pada penelitian ini akan dibahas mengenai faktor lain penyebab keterlambatan diagnosa payudara kanker khususnya pada hubungan status sosial ekonomi di RSSA Malang.Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk Mengetahui hubungan antara pendidikan, pengetahuan, status sosial ekonomi dan sikap terhadap keterlambatan diagnosis kanker payudara di RSSA Malang. Metode: Metode yang digunakan adalah observasional analitik yaitu penelitian yang bertujuan untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi keterlambatan diagnosa pada wanita penderita kanker payudara di RSSA Malang. Hasil: Didapatkan 70 pasien kangker payudara. Dari hasil uji statistik didapatkan hasil bahwa Pendidikan, pengetahuan, keadaan ekonomi dan jenis pengobatan memiliki pengaruh terhadap keterlambatan diagnosa kanker payudara dengan nilai masing-masing 0,000 (p < 0,05). Kesimpulan: Adanya pengaruh faktor pendidikan, pengetahuan, tingkat ekonomi dan sikap kesehatan pada keterlambatan diagnosa kanker payudar

    Profil Klinikopatologi Keratosis Seboroika Di Rumah Sakit Swasta Wilayah Kota Malang Tahun 2017-2020

    No full text
    Latar Belakang: Keratosis Seboroika merupakan salah satu tumor jinak intraepidermal paling umum terjadi pada kulit yang mengalami proses penuaan. Etiologi keratosis seboroika masih belum diketahui secara jelas. Namun, beberapa faktor seperti paparan sinar matahari, usia menua, mutasi genetik diduga berperan dalam perkembangan keratosis seboroika. Keratosis seboroika memilki berbagai macam variasi ukuran dan sering muncul pada kepala, leher, batang tubuh dan ekstremitas. Masih belum ada data yang menampilkan terkait prevalensi Keratosis Seboroika di Indonesia hingga saat sekarang. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dengan melihat subtipe histopatologi, jenis kelamin, usia, ukuran lesi , dan lokasi lesi pada penderita keratosis seboroika. Metode: Metode penelitian yang digunakan adalah studi observasional deksriptif dengan menggunakan total sampel sebanyak 41 pasien berdasarkan rekam medis pasien rumah sakit swasta di Laboratorium Patologi Anatomi KESSIMA Medika dari periode Januari 2017 hingga Desember 2020. Hasil: Berdasarkan Hasil penelitian didapatkan prevalensi jenis kelamin laki-laki (51,2%) dan perempuan (48,8%). Berdasarkan kelompok usia: pasien berusia dibawah 20 tahun (4,9%), 21 – 30 tahun (4,9%), 31 – 40 tahun (2,4%), 41 – 50 tahun (19,5%), 51 – 60 tahun (24,4%), 61 – 70 tahun (14,6%), 71 – 80 tahun (24,4%), pasien diatas 80 tahun (2,4%), tidak teridentifikasi (2,4%). Berdasarkan ukuran: dibawah 0,5 cm (4,9%), ukuran 0,5 cm – 1 cm (39%), ukuran 1,1 cm – 2 cm (31,7%), diatas 2 cm (4,9%), dan tidak teridentifikasi (19,5%). Berdasarkan lokasi lesi: kepala & leher (48,8%), trunkus (17,1%). ekstremitas atas dan ekstremitas bawah (9,8%), xiii tidak teridentifikasi (14,6%). Berdasarkan subtipe histopatologi: Acanthotic subtype (9,8%), Hyperkeratotic Subtype (14,6%), Adenoid subtype (7,3%), Irritated Subtype (26,8%), dan Pigmented Subtype (41,5%). Kesimpulan: Disimpulkan bahwa: Prevalensi jenis kelamin terbanyak adalah laki – laki (51,2%); Prevalensi usia terbanyak adalah kelompok usia 51 – 60 tahun dan 71 – 80 tahun (24,4%); Prevalensi ukuran lesi keratosis seboroika terbanyak adalah pada ukuran 0,5 – 1 cm (39%); Prevalensi lokasi lesi keratosis seboroika terbanyak adalah pada kepala dan leher (48,8%), Prevalensi subtipe histopatologi keratosis seboroika terbanyak adalah Pigmented subtype (41,5%)
    corecore