2 research outputs found

    Terapi Kombinasi Poli Peptida Topikal Dan Gel Astaxantin Pada Ulkus Fenomena Lucio

    Get PDF
    Lucio’s leprosy, also known as diffuse lepromatous leprosy, is a non-nodular and diffuse form of LL type leprosy caused by chronic infection with Mycobacterium lepromatous. Lucio’s phenomenon (LP) or type III leprosy reaction is a vasculitis-like leprosy reaction that can occur in untreated leprosy (Lucio’s leprosy). Multidrug therapy (MTD) for multibacillary leprosy (MB) was used in conjunction with corticosteroids to treat LP. Antibiotics and wound care are critical in preventing sepsis complications. Topical polypeptide and astaxanthin gel are both effective in the treatment of ulcers. We report the case of a 53-year-old man who presented to the Emergency Department of Dr. Moewardi Hospital Surakarta with red spots on his fingers and toes that developed into blisters and sores. Histopathological examination revealed a picture consistent with LP. Aeromonas hydrophyla bacteria were identified in pus cultures that are susceptible to gentamycin antibiotics. As recommended, the patient received systemic corticosteroids, specifically methylprednisolone IV 62.5 mg/24 hours as LP therapy and MDT treatment for MB leprosy. Additionally, the patient received systemic antibiotic gentamycin 80 mg/24 hours intravenously, and ulcer treatment with a topical polypeptide and astaxanthin gel applied to the skin. After three months of MDT therapy and treatment, patients’ ulcers improved. LP management and wound care help to reduce LP patients’ mortality and morbidity. Adjuvant therapy with topical polypeptide and astaxanthin may be used to repair ulcers in LP.  Kusta Lucio atau kusta lepromatosa difus, merupakan variasi kusta tipe LL yang bersifat non nodular dan difus yang dihubungkan dengan infeksi kronis bakteri M.Lepromatosa. Fenomena Lucio (FL) atau reaksi kusta tipe III adalah  suatu reaksi kusta dengan gambaran vaskulitis dapat terjadi pada (kusta Lucio) tidak diobati. Terapi multi drug terapy (MDT) kusta tipe multibasiler (MB) dan kortikosteroid diberikan untuk mengatasi FL. Perawatan luka dan antibiotik penting diberikan untuk mencegah komplikasi sepsis. Polipeptida dan astaxantin gel topikal memiliki efektivitas yang baik dalam penyembuhan ulkus. Kami melaporkan kasus seorang laki-laki berusia 53 tahun yang datang ke Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Dr.Moewardi Surakarta dengan keluhan muncul bercak kemerahan yang kemudian menjadi lepuh dan luka pada jari-jari tangan dan kedua kaki. Pemeriksaan histopatologi didapatkan gambaran yang sesuai dengan FL. Pada pemeriksaan kultur pus didapatkan bakteri Aeromonas hydrophyla yang sensitif terhadap antibiotik gentamisin. Pasien diberikan kortikosteroid sistemik yaitu metilprednisolon IV 62.5mg/24 jam sebagai terapi FL dan pengobatan MDT kusta tipe MB sesuai yang direkomendasikan, pasien diberi antibiotik sistemik gentamisin 80 mg/24 jam intravena serta perawatan ulkus dengan polipeptida topikal dan astaxantin gel yang diaplikasikan pada ulkus pasien. Ulkus pada pasien mengalami perbaikan setelah 3 bulan menjalani terapi dan pengobatan MDT. Penatalaksanaan FL dan perawatan luka akan mengurangi mortalitas dan morbiditas pasien FL. Polipeptida topikal dan astaxantin dapat dijadikan terapi ajuvan untuk perbaikan ulkus pada FL

    Hubungan Status Infeksi Human Immunodeficiency Virus dan Kebersihan Personal dengan Jumlah Koloni Staphylococcus Aureus pada Kulit Anak di Panti Asuhan

    No full text
    Manifestasi klinis infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri piogenik salah satunya S. aureus terutama pada kondisi imunokompromais seperti infeksi HIV/AIDS. Kebersihan personal mempengaruhi peningkatan risiko transmisi S.aureus melalui kontak dari individu satu ke yang lainnya, sehingga dapat meningkatkan risiko infeksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status HIV dan kebersihan personal dengan jumlah koloni S.aureus pada anak-anak yang tinggal di lingkungan panti asuhan. Penelitian ini merupakan studi analitik korelasi dengan rancangan cross sectional dilakukan pada dua rumah panti asuhan di kota Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia. Penelitian dilakukan pada total 32 orang subjek anak dengan rentang usia 3-10 tahun yang terbagi menjadi dua kelompok HIV negatif dan HIV positif. Kriteria eksklusi subjek adalah riwayat kinis atopi, ada lesi kulit pada tempat pengambilan sampel dan memiliki nilai CD4+<500 sel/ mm3, kemudian kebersihan personal subjek didata. Uji normalitas dilakukan, kemudian dilanjutkan uji non parametrik dengan uji korelasi Eta. Nilai r ditentukan untuk melihat kekuatan hubungan kedua variabel dan signifikan apabila didapatkan p<0,005. Berdasarkan analisa diketahui bahwa status HIV tidak menunjukan hubungan yang signifikan dengan jumlah koloni bakteri S. aureus (x10-2) CFU (r=0,297; p=0,098). Kebersihan personal memiliki hubungan signifikan dengan jumlah bakteri S. aureus antara lain frekuensi mandi (r=0,500; p=0,004), penggunaan sabun saat mandi (r=0,480; p=0,005), berbagi gelas (r=0,392; p=0,026), berbagi handuk (r=0,570; p=0,001), memakai alas kaki saat di rumah (r=0,355; p=0,046). Kebersihan personal dan kontak alat rumah tangga secara signifikan berhubungan dengan banyaknya jumlah koloni S.aureus di kulit anak pada kedua kelompok subjek HIV positif maupun negatif
    corecore