6 research outputs found

    KAJIAN RUANG PUBLIK DITINJAU DARI SEGI PROPORSI SKALA DAN ENCLOSURE

    Get PDF
    Perkembangan sebuah kota terjadi dengan sangat pesat terutama sekali di kawasan-kawasan strategis, perkembangan ini ditunjang dengan adanya tuntutan dari kebutuhan masyarakat di kota yang semakin beranekaragam macamnya terutama dalam hal kenyamanan dan pelayanan serta fasilitas infrastruktur yang ada di kota. Perubahan ini mempengaruhi semua komponen tatanan yang ada di dalamnya seperti ruang publik, pengaruh keberadaan ruang publik dan bangunan disekitarnya. Keberadaan ruang publik ini cukup penting bagi tata ruang sebuah kota sehingga menarik untuk dikaji lebih mendalam, dalam hal ini dikhususkan pada kualitas ruang publik melalui teori proporsi atau skala dan enclosure TINJAUAN UMUM RUANG PUBLIK KOTA Ruang publik pada dasarnya ruang kosong ( open space ) yang sangat berguna, dengan adanya kekosongan bisa memuat berbagai aktivitas didalamnya. Selain itu pada tata ruang kota dengan adanya open space / ruang terbuka untuk ruang pengikat kota sehingga ada jalinan atau penghubung antar ruang didalam kota. Ruang kosong ini disebut juga arsitektur tanpa atap, dimana ruang ini dengan perumpamaan lantainya dari bumi dindingnya keberadaan bangunan-bangunan dan alam disekitarnya dan atapnya berupa langit. Sebagai contoh arsitektur tanpa atap di Piazza del Campo di Siena disana Piazza del Campo berfungsi sebagai pusat kota dimana suatu ruang luar yang dikelilingi oleh dinding bangunan dan tersusun memusat sehingga dianggap sebagai “ Living Room” nya kota. Ruang publik merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat kota sehingga bisa terjalin interaksi sosial di masyarakat kota itu sendiri. Ruang publik secara umum terdapat beberapa fungsi yang antara lain adalah : - Sebagai pusat Interaksi untuk kegiatan- kegiatan masyarakat baik formal maupun informal atau digunakan untuk event-event tertentu seperti upacara kenegaraan, sholat hari raya, acara hiburan dan lain-lain. - Sebagai ruang terbuka yang menampung koridor-koridor jalan yang menuju kearah ruang publik tersebut dan sebagai ruang pengikat dilihat dari struktur kota serta sebagai pembagi ruang-ruang fungsi bangunan disekitarnya dan ruang untuk transit. - Sebagai tempat usaha bagi pedagang kaki lima. - Sebagai paru-paru kota yang semakin padat. - Selain itu ruang publik secara esensial harus memiliki 3 kriteria yaitu : Meaningful adalah dapat memberikan makna atau arti bagi masyarakat setempat secara individual maupun kelompok. Responsive adalah tanggap terhadap semua keinginan pengguna dan dapat mengakomodir kegiatan yang ada pada ruang publik tersebut. Democratic adalah dapat menerima kehadiran berbagai lapisan masyarakat dengan bebas tanpa ada diskriminasi. Hamid Shirvani, dalam teorinya tentang perencanaan kota, juga menyampaikan beberapa hal penting yang berkaitan dengan proporsi-skala sebuah ruang publik. Bentuk Bangunan dan Massa Bangunan Building form and massing, therefore, encompases height, bulk, floor area, ratio (FAR), coverage, Stree-line setbacks, style, scale, material, texture and color. Perangkat pengendalian bentuk dan massa bangunan meliputi : - Ketinggian bangunan Dalam konteks kota ketinggian berbagai bangunan akan membentuk skyline kota. - Kepejalan Bangunan Kontrol kepejalan memberikan peningkatan kondisi angin dan pengontrolan terhadap cahaya matahari pada jalan-jalan dan ruang-ruang terbuka dibawahnya. Hasil kontrol kepejalan berupa bentuk artikulasi dan bertingkat permukaan dan bentuk bangunan, dapat menurunkan masalah angin. Pengontrolan cahaya matahari dan angin akanmemberikan pengaruh pada batas ketinggian, setback, ketinggian kondisional, sudut matahari, sudut pandang, serta ruang antar menara. - Koefisien Lantai Bangunan Menggambarkan tentang jumlah lantai maksimum, peruntukan yang diperbolehkan, dan intensits membangun ( jumlah lantai maksimum, KLBmaksimum, KLB dasar, kepadatan penduduk ) - Koefisien Dasar Bangunan Luas lantai dasar ( BC ) adalah luas lahan tapak yang tertutup dibanding luas keseluruhan. KDB dimaksudkan untuk menyediakan lahan terbuka yang cukup di suatu wilayah kota. - Garis Sempadan Bangunan Ialah jarak bangunan terhadp as jalan. GSB bermanfaat untuk mengendalikan tata letak bangunan terhadap jalan, sehingga tercipta, keteraturan, dan memberikan pandangan yang lebih luas terhadap pemakai jalan. TEORI PROPORSI / SKALA Ruang publik ini ada kaitannya dengan open space dan urban space. Menurut pendapat Paul D. Spreiregen mengenai open space dan urban space adalah “Open space is another type of space, and one which we should be very careful to understand. Open space generally describes park like areas of greenery in or near the city. It is often confused with urban space, which is a formal focus of urban activity. Open space in informal, natural, and parklike. It relieves the harshness of urban form while complementing it. Urban spaces are the products of cities, specifically the juxtaposition of buildings. The larger spaces of nature in which cities sit cannot be enclosed by urban form, but can nonetheless be urban spaces in the sense that they are qualified by the urban presence. The city, as a whole form, accents this vast space.” Scale and Human Vision Skala didalam urban design yang dipakai adalah skala manusia agar sesuai dengan aktivitas manusia. Skala ini berdasarkan pada jarak dan ketinggian bangunan atau lingkup area yang ada dari sudut pandangan manusia yang antara sudut 30o-65o. Selain itu menurut Lynch dalam Rapoport 1971, bahwa sudut pandang yang normal adalah 270. Jadi untuk perbandingan D/H = 270. Ada tiga pembagian skala berdasarkan urban design antara lain skala intim, skala urban, dan skala monumental. Pada dasarnya sudut pandangan mata manusia secara normal pada bidang vertikal adalah 60o, tetapi bila melihat secara intensif maka sudut pandangan mata berkurang 1o. H. Marten, seorang arsitek Jerman, dalam papernya “ Scale in Civic Design” mengatakan bahwa bila orang melihat lurus ke depan, maka bidang pandangnya vertical di atas bidang pandangan horizontal mempunyai sudut 40o atau 2/3 seluruh sudut pandangan mata. Dan orang dapat melihat keseluruhan pandangan bila sudut pandangnya 27o atau bila D/H = 2 ( jarak dibagi dengan tinggi = 2). Werner Hegemann dan Elbert Peets dalam bukunya : “American Vitruvius “ menyatakan bahwa : orang akan merasa terpisah dari bangunan bila melihat dari jarak sejauh 2 x tinggi bangunannya, ini berarti sudut pandangannya 27o. Bila orang ingin melihat sekelompok bangunan sekaligus maka diperlukan sudut 18o, ini berarti dia harus melihat dari jarak sejauh pandangan 3 x tinggi bangunan. Paul Zucker juga menggunakan gb. 2-1A dan 2-1B dalam bukunya “ Town and Square”. Ketentuan-ketentuan tersebut sudah ada sejak zaman Medieval, untuk saat ini dianggap terlalu statis untuk diterapkan dalam disain. Tetapi yang terpenting adalah untuk mengetahui nilai dan Kualitas runag luar secara keseluruhan dan mepelajari prbandingan-perbandingan antara jarak dan tinggi bangunan pada potongan- potongan melintang.Betul tidaknya tergantung pada disain. Agar benar-benar mendapatkan inspirasi dalam membuat disain ruang luar, seorang arsitek tidak harus selalu memakai teori perbandingan tersebut, tetapi harus lebih bebas dalam menggunakan intuisinya yang kreatif. Gambar 3 Field Of Vision Menurut Camillo Sitte mengenai skala square atau plaza, bahwa besarnya square atau plaza mempunyai lebar minimum sama dengan tinggi bangunan dan tidak boleh lebih dari 2 kali tingginya. Jadi besarnya plaza : 12 maka daya mengruang pada plaza mulai berkurang. Jadi bila D/h terletak diantara 1 dan 2 akan menjadi proporsi yang seimbang Gambar 4 Ilustrasi Perbandingan D/H Sumber :Yoshinobu Ashihara, Exterior Design in Architecture Menurut pengamatan ashihara, ukuran-ukuran plaza pada umumnya sesuai dengan apa yang telah ditemukan Camillo Sitte jauh sebelumnya. Arsitek-arsitek yang mepraktekkeanya harus sadar akan kenyataan bahwa ruang luar harus direncanakan dengan skala yang berbeda terhadap ruang dalam. Satu hipotesis yang dikemukakan oleh Ashihara berdasar pada pengalamannya menyatakan bahwa : ruang luar mempunyai skala berkisar antara 8-10 kali dari skala ruang dalam. Hipotesa ini disebut “Teori Sepersepuluh” Didalam bukunya : “ Silent Language” Edward Hall menegaskan bahwa orang telah mengembangkan daerah teritorialnya sampai dengan perluasan yang sukar diduga. Bila boleh dibuat suatu perbandingan maka pengolahan ruang dapat disamakan dengan “ perlakuan sex”; contohnya di Jepang : orang-orang Jepang tidak menamakan ruang-ruang menurut fungsi dan penggunaannya seperti ; ruang makan ,ruang tinggal , kamar tidur dan sebagainya. Tetapi memberi nama ruang menurut luas lantai : Sebuah ruang berukuran 4,5 tikar, sebenarnya agak sempit, tetapi merupakan ruang yang intim untuk 2 orang. ( 1 tikar lebih kurang 90x180 cm, jadi 4,5 tikar = 270 x270 cm).Ada satu peribahasa jjepang berbunyi “ roman 4,5 tikar” membayangkan bahwa hadirnya 2 orang laki-laki dan wanita di dalam ruang yang berukuran 4,5 tikar membawa pikirann kita kepada situasi yang sangat romantis. Bila kita akan mencoba menciptakan ruang luar yang “ intim” seperti pada ruang dalam tersebu. Diatas dengan menggunakan teori sepersepuluh, maka luas ruang luar yang terjadi adalah 8-10 kali ruang 4,5 tikar tadi, atau 21x21 m sampai 27x27m. Ruang tersebut cukup luas dimana orang-orang yang berada disana dapat mengenal dan membedakan setiap wajah orang lain. (Jartak maksimum untuk mengenal wajah orang 24m). Jadi ruang luar dengan ukuran antara 21x21m sampai dengan 27x27m adalah sangat baik, kompak dan intim, sebaik dan seintim ruang dalam 4,5 tikar. Ruang dalam berukuran 80-100 tikar (7,2x18m sampai dengan 9x18m) adalah sesuai untuk keperluan pesta-pesta atau perjamuan-perjamuan ( banquet hall). Gambar 5 Ilustrasi Ruang Ruang 100 tikar secara tradisional di Jepang adalah ruang dalam yang terbesar dimana orang masih dapat saling menanggapi dan saling berbicara satu sama lain secara akrab, dan suasana berkumpul tetap terjamin. Jadi bila kita nmengalikan banquet hall tersebut 8 kali misalnya, maka akan kita dapatkan ruang luar yang terbesar dengan ukuran 58x144m, dimana kesan intim masih mungkin dapat dirasakan. Luas plaza-plaza yang besar di Eropa Menurut Camillo Sitte Rata-rata 57x140m, jadi lebih kurang sama dengan ruang luar yang terbesar menurut perhitungan Ashihara. Tetapi didalam praktek, kita tidak usah menggunakan teori sepersepuluh setepatnya. Berdasarkan juga pada pengalamannya, Ashihara mengemukakan hipotesa yang kedua : “ Modul- 21meter “ adalah satu metode untuk merencanakan ruang luar denganmenggunakan modul antara 21-24m. Ruang luar yang tidak mempunyai daya mengruang, cenderung menjadi tidak jelas dan kabur. Oleh karena itu pada setiap jarak 21 atau 24 m harus diadakan perubahan dan pergantian secara kontinyu dalam irama, tekstur dan tinggi permukaan lantainya, agar suasana ruang menjadi meriah dan hidup. Modul 21-24m, menurut pengalaman Ashihara tidak terlalu kecil dan tidak terlalu besar, dan merupakan satuan yang sangat praktis untuk perencanaan. Sebagai contoh : misalnya ada bangunan yang panjang dindingnya sampai 150m atau 300m, maka suasana jalan didekatnya menjadi sangat monoton dan membosankan. Untuk itu perlu ditimbulkan suasana yang berirama dengan merencanakan kebun-kebun kecil, menambah etalase-etalase, atau elemen yang menonjol di dinding pada setiap jarak 21 atau 24m. Cara tersebut telah di praktekan di Olympic Park di Komasawa. Setral plazanya mempunyai ukuran 90x180m, merupakan ruang luar yang sangat luas, tetapi setiap 21m terdapat taman-taman bunga, lampu-lampu taman, bangku-bangku tempat duduk, menurut as memanjang, bahkan meluasa sampai ke kolam air; sehingga dengan demikian skala manusia dapat tercapai. Gambar 6 Olympic Park, Komasawa, Jepang TEORI ENCLOSURE Menurut Gorden Cullen Enclosure (ruang berpagar) adalah unit basuk pola lingkungan di luar suara dan kecepatan komunikasi yang datang dan pergi. Ada beberapa hal yang berkaitan dengan enclosure, yaitu Ruang terbuka dan keterlingkupan Suatu sensasi yang dirasakan seseorang pada saat melewati ruang terbuka pada kawasan pusat kota, yang masih memiliki keterlingkupan/ enclosure yang dibentuk oleh bangunan-bangunan di sekitarnya Melihat keluar dari dalam keterlingkupan Ekspresi yang membangun fakta adanya sesuatu yang disana ( therensse), perasaan identitas pada sebuah posisi.Hal tersebut berupa perbedaan perasaan didalam sini dan di luar sana, yang berkaitan dengan jarak. Melihat dari luar ke dalam keterlingkupan Suatu imajinasi yang dibentuk oleh seseorang pada saat mereka melihat dari arah luar kedalam sebuah ruang yang masih memiliki keterlingkupan di dalamnya Keterlingkupan berganda Adalah salah satu ilustrasi yang menunjukkan dua halaman gedung, salah satu didalam dan satu diluar, membagi serambi dan merupakan intertpenetrasi secara keseluruhan. Enclosure berkaitan erat dengan ruang luar, sebagai contohnya dalam buku exterior in design karangan Yoshinobu Ashihara yaitu memagari ruang luar atau mengenclose ruang luar. Suatu jenis ruang dapat diciptakan dengan menetapkan tingkatan nilai ruang pada setiap bagian dari ruang luar. Untuk itu yang perlu diperhatikan adalah : bentuk, kualitas dan penempatan dinding-dindingnya. Untuk ruang luar, pada umumnya pola jalan yang berbentuk kotak-kotak menyebabkan pembukaan pada bagian sudutnya dengan arah vertical sehingga mempumyai pengaruh yang sedikit banyak ” bertentangan dengan perencanaan mengenclose “ ruang. Tetapi ada kemungkinan untuk mempertinggi kesan “Enclosure “ tersebut dengan merubah bagian sudut yang tadinya membengkok keluar menjadi membengkok kedalam.Manfaat dari cara tersebut dapat dilihat pada plaza-plaza yang terdapat di kota-kota di Eropa. Sebagai missal gambarkan empat buah kolom didirikan seperti pada gambar 3-9A sebagai akibatnya maka didalam bagian diantara keempat kolom tersebut timbul suatu daya pengaruh yang memberikan kesan ruang tetapi karena kolom itu tidak mempunyai orientasi dan sifat pengaruhnya menyebar kesegala arah maka ruang yang terjadi kurang enclosed. Kemudian kita bayangkan ada empat dinding yang didirikan seperti pada gambar 3-9B,maka pengaruh keempat dinding tersebut memberikan kesan ruang yang jauh lebih baik dari pada yang diakibatkan oleh empat kolom tadi. Lebih baik lagi apabila pada bagian sudutsudut ruang tersebut ditempatkan bagian dinding yang membengkok kedalam dengan sudut siku-siku maka kesan enclosure-nya akan lebih jelas lagi. Selain itu tinggi suatu dinding sangat erat hubungannya dengan tinggi mata orang dan itu berpengaruh pada enclosure seperti pada contohnya yaitu : - Dinding setinggi 30 cm dan 60 cm secara visual hampir tidak mempunyai daya mengruang dan tidaik menimbulkan kesan yang formal sedangkan tinggi 90 cm tidak merubah keaadaan secara radikal. Bila tinggi dinding menjadi 120 cm dinding tersebut dapat menutupi sebagian besar badan oran dan menimbulkan kesan / suasana aman meskipun dapat berfungsi pemisah ruang tetapi secara visual masih mempunyai efek ruang yang kontinyu. Bila dinding tingginya menjadi 150 cm, dinding sudah mempunyai daya mengruang dan bila tinggi dinding lebih dari 180 cm, dinding dapat menutupi seluruh tubuh manusia dan hampir dalam semua hal dapat memberi daya mengruang yang kuat. Jadi kesan mengruang dapat dicapai bila tinggi dinding melebihi tinggi manusia dan memutuskan pandangan yang menerus dari lantai. Selain itu menimbulkan kesan enclosure yang kuat. Dinding rendah terutama hanya digunakan untuk membagi suatu daerah dan tidak menimbulkan kesan enclosure. Dinding-dinding rendah hanya efektif bila digunakan sebagai pagar disepanjang lantai yang ditinggikan, pemberi arah gerakan ataupun untuk membatasi semak-semak. Bila tinggi dinding lebih dari tinggi orang ia akan memberi daya mengrung dan pembukaan dengan arah vertical akan menjadi penting. Gambar 9 Ilustrasi Pengamat Pada Enclosure DAFTAR PUSTAKA Lynch,Kevin; The Image Of The City, MIT PRESS,Prinkel In the USA,1960 Shirvani, Hamid; The Urban Design Process, Van Nostrand ReinHold Company, New York, 1985 D.K.Ching,Francis;Arsitektur:Bentuk Ruang dan Susunannya, Penerbit Erlangga,Jakarta, 1996 Ashihara, Yoshinobu;Exterior Design In Architecture, Van Nostrand Reinhold Coimpany New York Cincinnati Toronto London Melbourne,1970 Cullen,Gordon;The Aestetic Town Scape, Van Nostrand Reinhold Company, New York, 1971 Rukayah,R.Siti, Dari Nilai Historis Ke Ruang Ekonomi Sebuah Studi Lapangan Kota Di Indonesia, Badan Penerbit Universitas Diponegoro,2005 Rukayah,R.Siti, Simpang Lima Semarang Lapangan Kota Dikepung Ritel, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2005 Edy Darmawan.Ir.MEng,Teori dan Kajian Ruang Publik Kota, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2003 Edy Darmawan.Ir.MEng,Teori dan Implementasi Perancangan Kota, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 200

    PENGARUH ELEMEN ELEMEN PELENGKAP JALUR PEDESTRIAN TERHADAP KENYAMANAN PEJALAN KAKI Studi Kasus Penggal Jalan Pandanaran Dimulai dari Jalan Randusari Hingga Kawasan Tugu Muda

    Get PDF
    Jalur pedestrian merupakan wadah atau ruang untuk kegiatan pejalan kaki melakukan aktivitas dan untuk memberikan pelayanan kepada pejalan kaki sehingga dapat meningkatkan kelancaran, keamanan, dan kenyamanan bagi pejalan kaki. Namun terkadang kebutuhan akan jalur pedestrian tersebut kurang memadai baik dari luasannya maupun kenyamanan yang dicapai pada jalur pedestrian tersebut. Terkadang manusia kurang merasa nyaman pada jalur pedestrian akibat kurang teduhnya pada area tersebut karena vegetasi yang kurang memadai atau terdapat jalur pedestrian yang dipenuhi oleh pedagang kaki lima yang mengganggu perjalanan manusia pada jalur pedestrian tersebut, ketinggian trotoar yang tidak sama sehingga menyulitkan pejalan kaki yang naik turun bahkan manusia merasa kurang merasa aman akibat jalur pedestrian yang terlampau dekat dengan jalur kendaraan atau jalan. Sehingga didalam makalah seminar ini terdapat kajian mengenai pengaruh – pengaruh elemen pelengkap yang terdapat dalam jalur pedestrian terhadap suatu kenyamanan mausia yang berada didalamnya dan mempergunakannya. PENDAHULUAN Jalur pedestrian merupakan wadah atau ruang untuk kegiatan pejalan kaki melakukan aktivitas dan untuk memberikan pelayanan kepada pejalan kaki sehingga dapat meningkatkan kelancaran, keamanan, dan kenyamanan bagi pejalan kaki. Serta jalur pedestrian merupakan suatu wadah yang tidak nyata akan tetapi dapat dirasakan manusia. Jalur pedestrian merupakan suatu ruang publik dimana pada jalur tersebut juga terjadi interaksi sosial antar masyarakat. Terkadang dalam suatu perancangan kota, jalur pedestrian tersebut terlupakan untuk dirancang agar memberikan kenyamanan bagi para penggunanya. Contohnya, jalur pedestrian yang dipenuhi oleh pedagang kaki lima walau bukan berarti pedagang kaki lima tersebut harus disingkirkan; ketinggian trotoar yang tidak sama sehingga menyulitkan pejalan kaki yang naik turun, dan sebagainya. Padahal jalur pedestrian memiliki fungsi utama yaitu menampung segala aktivitas pejalan kaki dan faktor elemen pendukung yang dapat mempengaruhi kenyamanan pedestrian, antara lain : keadaan fisik, sitting group, vegetasi atau pohon peneduh, lampu penerangan, petunjuk arah dan yang lainnya. Jalur pedestrian yang fungsional memiliki faktor pendukung yang membentuknya, antara lain : dimensi atau faktor fisik ( yang meliputi panjang, lebar, dan ketinggian dari area pedestrian itu sendiri ), aksesibilitas pedestrian, pelaku atau pengguna, frekuensi aktivitas yang terjadi, hubungan dengan lingkungan sekitarnya ( kawasan permukiman, perkantoran, perdagangan, dan magnet kota yang mendukung terjadinya interaksi sosial ). Disamping hal tersebut terdapat pula faktor psikis, antara lain keamanan ( sampai sejauh mana jalur pedestrian tersebut memberikan rasa aman bagi penggunanya, baik rasa aman dari jalan maupun dari pedestrian itu sendiri ), kenyamanan ( apakah jalur pedestrian tersebut telah memberikan kenyamanan bagi penggunanya serta apakah faktor – faktor yang mendukung kenyamanan telah terpenuhi seperti : suasana dan kesan, sirkulasi yang tercipta apakah telah memenuhi standart kenyamanan, elemen pendukung yang lengkap). PENGERTIAN PEDESTRIAN Pedestrian berasal dari bahasa Yunani, dimana berasal dari kata pedos yang berarti kaki, sehingga pedestrian dapat diartikan sebagi pejalan kaki atau orang yang berjalan kaki, sedangkan jalan merupakan media diatas bumi yang memudahkan manusia dalam tujuan berjalan, Maka pedestrian dalam hal ini memiliki arti pergerakan atau perpindahan orang atau manusia dari satu tempat sebagai titik tolak ke tempat lain sebagai tujuan dengan menggunakan moda jalan kaki. Atau secara harfiah, pedestrian berarti “ person walking in the street “, yang berarti orang yang berjalan di jalan. Namun jalur pedestrian dalam konteks perkotaan biasanya dimaksudkan sebagai ruang khusus untuk pejalan kaki yang berfungsi sebagai sarana pencapaian yang dapat melindungi pejalan kaki dari bahaya yang datang dari kendaraan bermotor. Di Indonesia lebih dikenal sebagai trotoar, yang berarti jalur jalan kecil selebar 1,5 sampai 2 meter atau lebih memanjang sepanjang jalan umum. Berikut merupakan beberapa tinjauan dan pengertian dasar mengenai pedestrian, yaitu : Menurut John Fruin ( 1979 ) Berjalan kaki merupakan alat untuk pergerakan internal kota, satu – satunya alat untuk memenuhi kebutuhan interaksi tatap muka yang ada didalam aktivitas komersial dan kultural di lingkungan kehidupan kota. Berjalan kaki merupakan alat penghubung antara moda – moda angkutan yang lain. Menurut Amos Rapoport ( 1977 ) Dilihat dari kecepatannya moda jalan kaki memiliki kelebihan yakni kecepatan rendah sehingga menguntungkan karena dapat mengamati lingkungan sekitar dan mengamati objek secara detail serta mudah menyadari lingkungan sekitarnya Menurut Giovany Gideon ( 1977 ) Berjalan kaki merupakan sarana transportasi yang menghubungkan an-tara fungsi kawasan satu dengan yang lain terutama kawasan perdagangan, kawasan budaya, dan kawasan permukiman, dengan berjalan kaki menjadikan suatu kota menjadi lebih manusiawi. Dengan demikian jalur pedestrian merupakan sebuah sarana untuk melakukan kegiatan, terutama untuk melakukan aktivitas di kawasan perdagangan dimana pejalan kaki memerlukan ruang yang cukup untuk dapat melihat-lihat, sebelum menentukan untuk memasuki salah satu pertokoan di kawasan perdagangan tersebut. Namun disadari pula bahwa moda ini memiliki keterbatasan juga, karena kurang dapat untuk melakukan perjalanan jarak jauh, peka terhadap gangguan alam, serta hambatan yang diakibatkan oleh lalu lintas kendaraan. Jalur pedestrian ini juga merupakan elemen penting dalam perancangan kota, karena tidak lagi berorientasi pada keindahan semata, akan tetapi juga pada masalah kenyamanan dengan didukung oleh kegiatan pedagang eceran yang dapat memperkuat kehidupan ruang kota yang ada. Sistem jalur pedestrian yang baik akan mengurangi keterikatan terhadap kendaraan di kawasan pusat kota, meningkatkan penggunaan pejalan kaki, mempertinggi kualitas lingkungan melalui sistem perancangan yang manusiawi, menciptakan kegiatan pedagang kaki lima yang lebih banyak dan akhirnya akan membantu kualitas udara di kawasan tersebut. Jalur pedestrian selalu memiliki fasilitas-fasilitas didalamnya. Fasilitas jalur pedestrian dapat dibedakan berdasarkan pada letak dan jenis kegiatan yang dilayani, yaitu fasilitas jalur pedestrian yang terlindung dan fasilitas jalur pedestrian yang terbuka. Fasilitas Jalur Pedestrian yang terlindung, dibedakan menjadi dua yaitu : 1. Fasilitas jalur pedestrian yang terlindung di dalam bangunan, misalnya : - Fasilitas jalur pedestrian arah vertikal, yaitu fasilitas jalur pedestrian yang menghubungkan lantai bawah dan lantai diatasnya dalam bangunan atau gedung bertingkat, seperti tangga, ramps, dan sebagainya - Fasilitas jalur pedestrian arah horizontal, seperti koridor, hall, dan sebagainya. 2. Fasilitas Jalur Pedestrian yang terlindung di luar bangunan, misalnya: - Arcade, yaitu merupakan selasar yang terbentuk oleh sederetan kolom-kolom yang menyangga atap yang berbentuk lengkungan-lengkungan busur dapat merupakan bagian luar dari bangunan atau berdiri sendiri. - Gallery, yaitu lorong yang lebar, umumnya terdapat pada lantai teratas. - Covered Walk atau selasar, yaitu merupakan fasilitas pedestrian yang pada umumnya terdapat di rumah sakit atau asrama yang menghubungkan bagian bangunan yang satu dengan bangunan yang lainnya. - Shopping mall, merupakan fasilitas pedestrian yang sangat luas yang terletak di dalam bangunan dimana orang berlalu-lalang sambil berbelanja langsung di tempat itu. Fasilitas jalur pedestrian yang tidak terlindung / terbuka, yang terdiri dari : 1. Trotoir / sidewalk, yaitu fasilitas jalur pedestrian dengan lantai perkerasan yang terletak di kanan-kiri fasilitas jalan kendaraan bermotor. 2. Foot path / jalan setapak, yaitu fasilitas jalur pedestrian seperti gang-gang di lingkungan permukiman kampung. 3. Plaza, yaitu tempat terbuka dengan lantai perkerasan, berfungsi sebagai pengikat massa bangunan, dapat pula sebagai pengikat-pengikat kegiatan. 4. Pedestrian mall, yaitu jalur pedestrian yang cukup luas, disamping digunakan untuk sirkulasi pejalan kaki juga dapat dimanfaatkan untuk kontak komunikasi atau interaksi sosial. 5. Zebra cross, yaitu fasilitas jalur pedestrian sebagai fasilitas untuk menyeberang jalan kendaraan bermotor. Permasalahan yang utama dalam perancangan kota adalah menjaga keseimbangan antara penggunaan jalur pedestrian dan fasilitas kendaraan bermotor. Sebagai contoh : The Uptown Pedestrian yang didesain oleh City of Charlotte, North Carolina, membagi permasalahan area pedestrian dalam 3 kelompok : function and needs, psychological comfort, physical comfort. (Charlotte, 1978 ). Hal ini juga diutarakan oleh Hamid Shirvani ( 1985 ) , menurutnya dalam merencanakan sebuah jalur pedestrian menurut perlu mempertimbangkan adanya : - keseimbangan interaksi antara pejalan kaki dan kendaraan - faktor keamanan, ruang yang cukup bagi pejalan kaki - fasilitas yang menawarkan kesenangan sepanjang area pedestrian - dan tersedianya fasilitas publik yang menyatu dan menjadi elemen penunjang. KATEGORI DAN FASILITAS PEJALAN KAKI Menurut Rubenstein ( 1987 ), terdapat beberapa kategori pejalan kaki : Menurut sarana perjalanannya : - Pejalan kaki penuh, merupakan mereka yang menggunakan moda jalan kaki sebagai moda utama, jalan kaki digunakan sepenuhnya dari tempat asal sampai ke tempat tujuan. - Pejalan kaki pemakai kendaraan umum, merupakan pejalan kaki yang menggunakan moda jalan kaki sebagai moda antara. Biasanya dilakukan dari tempat asal ke tempat kendaraan umum, atau pada jalur perpindahan rute kendaraan umum, atau tempat pemberhentian kendaraan umum ke tempat tujuan akhir. - Pejalan kaki pemakai kendaraan umum dan kendaraan pribadi, merupakan mereka yang menggunakan moda jalan kaki sebagai moda antara, dari tempat parkir kendaraan pribadi ke tempat kendaraan umum, dan dari tempat parkir kendaraan umum ke tempat tujuan akhir perjalanan. - Pejalan kaki pemakai kendaraan pribadi penuh, merupakan mereka yang menggunakan moda jalan kaki sebagai moda antara dari tempat arker kendaraan pribadi ke tempat tujuan bepergian yang hanya ditempuh dengan berjalan kaki. Menurut kepentingan perjalanannya : - Perjalanan terminal, merupakan perjalanan yang dilakukan antara asal dengan area transportasi, misalnya : tempat parkir, halte bus dan sebagainya. - Perjalanan fungsional, merupakan perjalanan untuk mencapai tujuan tertentu, dari atau ke tempat kerja, sekolah, belanja, dan lain-lain. - Perjalanan rekreasional, merupakan perjalanan yang dilakukan dalam rangka mengisi waktu luang, misalnya menikmati pemandangan. Menurut Unterman ( 1984 ), terdapat 4 faktor penting yang mempengaruhi panjang atau jarak orang untuk berjalan kaki, yaitu : Waktu Berjalan kaki pada waktu-waktu tertentu mempengaruhi panjang atau jarak yang mampu ditempuh. Misalnya : berjalan kaki pada waktu rekreasi memiliki jarak yang relatif, sedangkan waktu berbelanja terkadang dapat dilakukan 2 jam dengan jarak sampai 2 mil tanpa disadari sepenuhnya oleh si pejalan kaki. Kenyamanan Kenyamanan orang untuk berjalan kaki dipengaruhi oleh faktor cuaca dan jenis aktivitas. Iklim yang kurang baik akan mengurangi keinginan orang untuk berjalan kaki. Ketersediaan Kendaraan Bermotor Kesinambungan penyediaan moda angkutan kendaraan bermotor baik umum maupun pribadi sebagai moda penghantar sebelum atau sesudah berjalan kaki sangat mempengaruhi jarak tempuh orang berjalan kaki. Ketersediaan fasilitas kendaraan angkutan umum yang memadai dalam hal penempatan penyediaannya akan mendorong orang untuk berjalan lebih jauh dibanding dengan apabila tidak tersedianya fasilitas ini secara merata, termasuk juga penyediaan fasilitas transportasi lainnya seperti jaringan jalan yang baik, kemudahan parkir dan lokasi penyebaran, serta pola penggunaan lahan campuran ( mixed use ) dan sebagainya. Pola Tata Guna Lahan Pada daerah dengan penggunaan lahan campuran ( mixed use ) seperti yang banyak ditemui di pusat kota, perjalanan dengan berjalan kaki dapat dilakukan dengan lebih cepat dibanding perjalanan dengan kendaraan bermotor karena perjalanan dengan kendaraan bermotor sulit untuk berhenti setiap saat. PENGGOLONGAN JALUR PEDESTRIAN Menurut Karakteristik dan Dari Segi Fungsinya jalur pedestrian dapat dikelompokkan sebagai berikut: Jalur Pedestrian. Merupakan sebuah jalur pejalan kaki yang dibuat terpisah dari jalur kendaraan umum, biasanya terletak bersebelahan atau berdekatan, diberi lapis permukaan, diberi elevasi lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan dan pada umumnya sejajar dengan jalur lalu lintas kendaraan. Pejalan kaki melakukan kegiatan berjalan kaki sebagai sarana yang akan menghubungkan tempat tujuan. Fungsi utama dari jalur pedestrian adalah untuk memberikan pelayanan kepada pejalan kaki sehingga dapat meningkatkan kelancaran, keamanan, kenyamanan pejalan kaki. Jalur Penyeberangan. Merupakan jalur pejalan kaki yang digunakan sebagai jalur menyeberang untuk mengatasi dan menghindari konflik dengan angkutan atau pengguna jalan atau jalur penyeberangan bawah tanah. Untuk itu diperlukan fasilitas berupa zebra cross, skyway, subway. Plaza. Merupakan jalur pejalan kaki yang bersifat rekreasi. Pejalan kaki dapat berhenti dan beristirahat pada bangku-bangku yang telah disediakan. Pedestrian Mall. Merupakan jalur pejalan kaki yang digunakan untuk berbagai aktivitas, untuk berjualan, duduk santai, dan sekaligus berjalan-jalan sambil melihat etalase pertokoan ( mall ). Sekarang mall merupakan bentuk jalan atau plaza di kawasan pusat bisnis yang berorientasi pada pola jalur pedestrian sebagai ruang transit. PENEMPATAN JALUR PEDESTRIAN Suatu ruas jalan dianggap perlu dilengkapi dengan jalur pedestrian apabila disepanjang jalan terdapat penggunaan lahan yang memiliki potensi menimbulkan pejalan kaki. Penggunaan lahan tersebut antara lain perumahan, sekolah, pusat perdagangan, daerah industri, terminal bus dan sebagainya. Secara umum, jalur pedestrian dapat direncanakan pada ruas jalan yang terdapat volume pejalan kaki lebih besar dari 300 orang per 12 jam ( 06.00 – 18.00 ) dan volume lalu lintas lebih besar dari 1000 kendaraan per 12 jam ( 06.00 – 18.00 ). Jalur pedestrian sebaiknya ditempatkan pada sisi luar bahu jalan atau sisi luar lalu lintas ( bila tersedia tempat parkir). Jalur pedestrian hendaknya dibuat sejajar dengan jalan, akan tetapi dapat tidak sejajar dengan jalan apabila topografi dan keadaan setempat tidak memungkinkan. Jalur pedestrian sedapat mungkin ditempatkan pada sisi dalam saluran drainase terbuka atau diatas saluran drainase yang telah ditutup dengan plat beton yang memenuhi syarat. Fasilitas sebuah jalur pedestrian dibutuhkan pada : - Pada daerah-daerah perkotaan secara umum yang jumlah penduduknya tinggi. - Pada jalan-jalan pasar dan perkotaan. - Pada daerah-daerah yang memiliki aktivitas kontinyu yang tinggi, seperti misalnya pada jalan-jalan pasar dan perkotaan. - Pada lokasi-lokasi yang memiliki kebutuhan / permintaan yang tinggi, derngan periode yang pendek, seperti misalnya stasiun-stasiun bus dan kereta api, sekolah, rumah sakit, dan lapangan olah raga. - Pada lokasi yang mempunyai permintaan yang tinggi untuk hari-hari tertentu, misalnya lapangan / gelanggang olah raga, masjid. - Pada daerah-daerah rekreasi. DIMENSI & PERLETAKAN JALUR PEDESTRIAN Trotoar Pada prinsipnya trotoar disediakan pada dua sisi jalan. Untuk jalan lokal di daerah permukiman yang memiliki DAMAJA (Daerah Manfaat Jalan ) lebih dari 8 meter, sekurang-kurangnya disediakan pada satu sisi jalan. Penyeberangan sebidang Jenis penyeberangan sebidang adalah : Zebra cross - tanpa pelindung - dengan pelindung Pelikan - tanpa pelindung - dengan pelindung Yang dimaksud dengan penyeberangan tanpa pelindung adalah penyeberangan yang tidak dilengkapi dengan pulau pelindung. Yang dimaksud dengan penyeberangan dengan pelindung adalah penyeberangan yang dilengkapi dengan pulau pelindung dan rambu peringatan awal bangunan pemisah untuk lalu lintas dua arah. Syarat penempatan Fasilitas Penyeberangan Sebidang menurut Surat Keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, syarat penempatan fasilitas penyeberangan sebidang adalah : Zebra Cross - Tidak boleh ditempatkan di atas pulau maya ataupun pada mulut persimpangan. - Pada jalan minor harus ditempatkan 15 m dibelakang garis henti dan sedapat mungkin dilengkapi dengan marka jalan yang mengarahkan lalu lintas kendaraan. - Memperhatikan interaksi dari sistem prioritas, yaitu volume yang membelok, kecepatan dan penglihatan pengemudi. - Pada jalan dengan lebar lebih dari 10 meter atau lebih dari 4 lajur diperlukan pelindung. Pelikan Penyeberangan pelikan minimal ditempatkan 20 meter dari persimpangan. Penyeberangan tidak sebidang Jenis penyeberangan tidak sebidang adalah : - Jembatan Penyeberangan - Terowongan penyeberangan Penyeberangan tidak sebidang dianjurkan untuk disediakan pada ruas jalan yang memiliki kriteria sebagai berikut : - PV2 lebih dari 2 x 108, arus pejalan kaki ( P ) lebih dari 1.100 orang/jam, arus kendaraan dua arah ( V ) lebih dari 750 kendaraan/jam, yang diambil dari arus rata-rata selama 4 jam sibuk. - Pada ruas jalan dengan kecepatan rencana 70 km/jam. - Pada kawasan strategis, tetapi tidak memungkinkan para penyeberang jalan untuk menyeberang jalan selain pada jembatan penyeberangan. Persyaratan yang diberikan berdasarkan keselamatan dan kenyamanan bagi pejalan kaki dengan ketentuan sebagai berikut : - Kebebasan vertikal antara jembatan dan jalan raya 5.0 meter. - Tinggi maksimum anak tangga 0.15 meter. - Lebar anak tangga 0.30 meter. - Panjang jalur turun minimum 1.50 meter. - Lebar landasan, tangga dan jalur berjalan minimal 2.00 meter. - Kelandaian maksimum 10 %. Dasar penetapan tersebut diatas adalah asumsi kecepatan berjalan kaki sebagai berikut : Pada jalan datar 1.50 meter/detik Pada kemiringan 1.10 meter/detik Pada tangga 0.20 meter/detik secara vertikal Tangga digunakan pada jembatan jalan, terowongan penyeberangan jalan dan area pedestrian, memiliki kemiringan memanjang lebih besar dari 10 %. Ketinggian jembatan dan kedalaman terowongan penyeberangan jalan harus memenuhi batasan ruang bebas jalan, yaitu 5 meter keatas dan 1.50 meter kebawah dihitung dari permukaan perkerasan jalan. ELEMEN MATERIAL JALUR PEDESTRIAN Dalam perencanaan elemen-elemen jalur pedestrian diperlukan pendekatan secara optimal terhadap lokasi dimana jalur pedestrian tersebut berada. Disamping pertimbangan tersebut, yang terpenting dalam perencanaan elemen jalur pedestrian adalah mengenai komposisi, warna, bentuk, ukuran serta tekstur. Elemen pada suatu jalur pedestrian dapat dibedakan menjadi 2, yaitu : elemen jalur pedestrian sendiri ( material dari jalur pedestrian ), dan elemen pendukung pada jalur pedestrian ( lampu penerang, vegetasi, tempat sampah, telepon umum, halte, tanda petunjuk dan lainnya ). Elemen-elemen material yang umumnya digunakan pada jalur pedestrian adalah paving ( beton ), bata atau batu. Paving atau beton Paving beton dibuat dengan variasi bentuk, tekstur, warna, dan variasi bentuk yang memiliki kelebihan terlihat seperti batu bata, serta pemasangan dan pemeliharaannya mudah. Paving beton ini dapat digunakan di berbagai tempat karena kekuatannya, jalan yang terpasang paving atau beton dapat dilewati mobil, sepeda motor, bus dan kendaraan lain. Bentuk dapat dibuat untuk pola jalur pedestrian agar tidak terlihat monoton dan memberikan suasana yang berbeda. Batu Batu merupakan salah satu material yang paling tahan lama, memiliki daya tahan yang kuat dan mudah dalam pemeliharaannya. Batu granit adalah salah satu yang sering digunakan pada jalur pedestrian yang membutuhkan keindahan. Bata Bahan material ini merupakan bahan yang mudah pemeliharaannya, serta mudah pula didapat. Bata memiliki tekstur dan dapat menyerap air dan panas dengan cepat tetapi mudah retak. ELEMEN PENDUKUNG JALUR PEDESTRIAN Lampu Penerangan 1. Lampu pejalan kaki - Tinggi lampu 4 – 6 meter. - Jarak penempatan 10 – 15 meter, tidak menimbulkan black spot. - Mengakomodasi tempat menggantung / banner umbul-umbul. - Kriteria desain : sederhana, geometris, modern futuristic, fungsional, terbuat dari bahan anti vandalism, terutama bola lampu. 2. Lampu penerangan jalan Penempatannya direncanakan sedemikian rupa sehingga dapat memberikan : penerangan yang merata, keamanan dan kenyamanan bagi pengendara, serta arah dan petunjuk yang jelas. Pemilihan jenis kualitas lampu penerangan jalan, berdasarkan : nilai efektifitas ( lumen/watt ) lampu tinggi dan rencana panjang. Halte bus - Kriteria : Terlindung dari cuaca ( panas atau hujan ). - Penempatan pada pinggir jalan utama yang padat lalu lintas. - Panjang halte minimum sama dengan panjang bus kota, yang memungkinkan penumpang dapat naik atau turun dari pintu depan atau pintu belakang. Tanda petunjuk - Kriteria : Penyatuan tanda petunjuk dengan lampu penerangan atau traffic light akan lebih mengefisiensikan dan memudahkan orang membaca. - Terletak di tempat terbuka, ketinggian papan reklame yang sejajar dengan kondisi jalan. - Tanda petunjuk ini memuat informasi tentang lokasi dan fasilitasnya. - Tidak tertutup pepohonan. Telepon umum - Kriteria : Memberikan ciri sebagai fasilitas telekomunikasi. - Memberikan kenyamanan dan keamanan bagi pengguna. - Mudah terlihat, terlindung dari cuaca. - Penempatan pada tepi atau tengah area pedestrian. - Tiap satu fasilitas telepon umum berdimensi lebar ± 1 meter. Tempat sampah - Kriteria :

    TINJAUAN KEBERADAAN PEDAGANG KAKI LIMA ASPEK PEDESTRIAN AREA DAN PARKIR DI KAWASAN SOLO GRAND MALL

    Get PDF
    Surakarta merupakan kota yang sedang berkembang. Letaknya cukup strategis karena berada di antara dua kota besar, yaitu Semarang dan Jogjakarta. Dewasa ini, Pemerintah Kota Surakarta maupun pihak swasta sedang gencar membangun berbagai fasilitas sosial. Fasilitas yang dibangun ada yang baru, ada pula yang membangun kembali yang sebelumnya sudah ada, namun karena adanya kerusuhan Mei 1999 bangunan tersebut menjadi rusak. Solo Grand Mall atau masyarakat biasa menyingkat dengan SGM merupakan salah satu mall yang baru dibangun (sekitar awal 2005). SGM berada di pusat kota, yaitu di jalan Slamet Riyadi, yang merupakan jalan protokol di Kota Surakarta. Lokasinya yang berada di pusat kota menjadikannya selalu ramai dikunjungi oleh masyarakat. Pengunjung pun tidak hanya dari Kota Surakarta, melainkan juga dari kota sekitar, seperti Karanganyar, Kartasura, Sukoharjo, Boyolali. Keberadaaan Solo Grand Mall tidak terlepas dari kawasan sekitarnya. Beberapa hal yang terkait adalah mengenai jalur pedestrian, parkir, dan pedagang kaki lima. Keberadaan tiga hal tersebut cukup penting, karena termasuk aspek dalam perancangan kawasan. SOLO GRAND MALL DAN PERKEMBANGAN KOTA SURAKARTA Kota Surakarta yang berada di bagian Selatan Propinsi Jawa Tengah memiliki karakter tersendiri dalam kegiatan maupun perkembangan fisik kota. Kota Surakarta dilintasi jalan arteri primer yang menghubungkan kota Semarang dan Yogyakarta. Dengan dukungan struktur jalan tersebut, serta oleh daerah belakang di Propinsi Jawa Tengah maka perkembangan di kota-kota besar di propinsi lain akan mendorong pertumbuhan Kota Surakarta. Dari segi kedudukan lokasional kota Surakarta mempunyai kesempatan untuk memanfaatkan keuntungan-keuntungan lokasi untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Keterkaitan perkembangan kota-kota besar ini lebih bertumpu pada potensi sektor-sektor industri, perdagangan dan jasa sebagai sektor potensial yang ekonomi yang kuat di masa mendatang. Jalan Brigjen. Slamet Riyadi adalah jalan protokol utama yang membelah kota Surakarta menjadi dua bagian, berdasarkan sejarah jalan ini membatasi antra Kraton Magkunegaran dan Kraton Kasunanan Surakarta. Jalan protokol ini membentang sepanjang kurang lebih 5 km, dimulai dari arah Barat di perempatan Kerten (depan RS. Panti Waluyo) hingga Gapura Gladag di sebelah Timur. Sepanjang koridor jalan Brigjen. Slamet Riyadi merupakan areal perdagangan dan pusat bisnis di kota Surakarta. Kemacetan sangat rawan terjadi di beberapa titik, terutama di depan Solo Grand Mall (SGM) dan di daerah Nonongan hingga Gapura Gladag Karakter bentuk fisik suatu kota dapat dikenali melalui elemen - elemen dasar lingkungan, seperti bentuk ruang dan kualitas ”nilai dan makna” suatu tempat. Dan pemahaman makna tentang nilai – nilai melalui dimensi : simbolik, fungsional, emosional, historik, budaya, politik (Purwanto, 1996 dalam Sistem Perparkiran di Kawasan Simpang Lima Semarang Seminar Teknik Arsitektur, Universitas Diponegoro, Semarang), serta keunikan - keunikan dan karakteristik suatu tempat akan memperkuat suatu identitas. Karakter yang spesifik yang membentuk identitas merupakan suatu pengenalan bentuk dan kualitas ruang sebuah daerah perkotaan, yang secara umum disebut sense of place. Pasca kerusuhan tahun 1998 yang meluluhlantakkan banyak bangunan, pusat perbelanjaan berbentuk supermarket, mal, dan sejenisnya akhir-akhir ini tumbuh subur di Kota Bengawan. Salah satu yang kini dibangun adalah Solo Grand Mall. Fasilitas belanja tersebut diproyeksikan menjadi mal terbesar di Provinsi Jateng. Solo Grand Mall dengan luas 63.000 m2, berlantai tujuh, dibangun dengan menganalisis dan melihat pasar Kota Surakarta. Surakarta sangat potensial untuk bisnis eceran. Pengembang berpikir di Surakarta belum ada shopping center terpadu, sehingga perlu dibangun sebuah pusat perbelanjaan yang terpadu. Solo Grand Mall berada di kelurahan Penumping dan dibangun di atas bekas kawasan rumah sakit dan puskesmas yang sebelumnya tidak termanfaatkan secara maksimal. Terletak di salah satu ruas jalan paling terkenal dan padat di kota Surakarta, yaitu jalan Slamet Riyadi, membuat mall ini sebagai salah satu pusat hiburan baru yang mudah diakses dari segala sudut kota. Terpadu itu kompleksitasnya tinggi. Istilahnya one stop shopping. Solo Grand Mall menyediakan segala kebutuhan, dari kebutuhan untuk rambut sampai kaki, kebutuhan sehari-hari pun tersedia, bahkan tersedia sarana hiburan keluarga. Jadi, saat orang tua belanja di Solo Grand Mall, anak-anak bisa bermain karena sarana yang disiapkan cukup lengkap. Ada arena bowling, cinepleks, arena permainan anak-anak, dan sebagainya. Solo Grand Mall merupakan perpaduan antara mall dan trade center. Konsepnya dipadukan sehingga terbentuk suasana mal tetapi harga trade center. Mall ini akan berani bersaing soal harga. Sebab, untuk Solo konsep mal utuh atau murni belum bisa diterapkan di kota Surakarta dikarenakan masih takutnya para investor untuk menanamkan modalnya lebih banyak pasca kerusuhan Mei 1998. namun, tetap dibuat sebuah konsep perpaduan yang bisa menjangkau semua lapisan masyarakat. Menurut Subakti A. Sidik, vice manager Solo Grand Mall (www.suaramerdeka.com/harian/0406/05/eko8.htm, diakses tanggal 31 Maret 2006), segmen pasar yang dibidik oleh managemen Solo Grand Mall adalah masyarakat menengah. .Dengan batasan menengah ke atas tidak, menengah ke bawah juga tidak, jadi kesimpulannya segmen pasar yang dibidik berada di tengah-tengah. Di Solo golongan menengah cukup banyak. Namun, Solo Grand Mall mencoba untuk menjembatani agar jangan sampai yang dituju adalah golongan atas ternyata golongan yang di bawah juga banyak. Golongan menengah ke bawah kami rangkul semua. Bisa disimpulkan, sebenarnya Solo Grand Mall untuk segala lapisan masyarakat karena harganya terjangkau. Kami akan mengakomodasi mereka. Ada space-space yang kami siapkan dan diperkirakan cukup terjangkau oleh mereka. Ruangan ukuran 2x2 m2 sewa untuk 20 tahun tahun sekitar Rp 75 juta. Kalau dibagi, rata-rata tarif sewanya Rp 14.000/4 m2/hari. TINJAUAN PEDESRIAN AREA, PARKIR, DAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN SGM KAITANNYA DENGAN ELEMEN FISIK PERANCANGAN KOTA Pedestrian Area Menurut Shirvani, 1985, jalur pedestrian merupakan elemen perancangan yang penting, yaitu membentuk keterkaitan antar aktivitas pada suatu lokasi. Jalur pedestrian akan semakin penting bila pejalan kaki digunakan sebagai pengguna utama jalur tersebut , bukan kendaraan bermotor atau hal – hal lainnya. Sehingga fungsi utama dari jalur pedestrian dapat tercapai, yaitu terciptanya keindahan dan kenyamanan suatu area bagi pengguna. Pedestrian area, merupakan elemen yang sangat penting dalam perancangan kota dan bagian dari salah satu unsur elemen fisik perancangan kota, sirkulasi dan parkir (sirculation and parking) serta sangat erat kaitannya dengan kegiatan pendukung (activity support) . Pada kawasan SGM ini, telah dirancang jalur pedestrian yang akan dikaji berdasarkan teori Untermann dalam Perencanaan Jalur Pedestrian. Keamanan Keseimbangan interaksi antara pejalan kaki dengan kendaraan. Untuk menjaga kendaraan supaya tidak memasuki daerah yang digunakan orang untuk berdagang (PKL), maka cara yang lebih efektif daripada memakai tanda lalu lintas adalah dengan membedakan tinggi permukaan lantai sebanyak satu atau dua anak tangga. Di lapangan, pedestrian area tersebut berada 40 cm di atas muka jalan, namun tidak ada pembatas dengan jalur lambat. Lampu penerangan Berdasarkan pengamatan dan survey yang dilakukan, lampu penerangan yang menjadi elemen pendukung jalur pedestrian di kawasan SGM ini, hanya terdapat di sebelah selatan dari Jalan Slamet Riyadi. Lampu yang memiliki dua arah penerangan, yaitu untuk jalan raya dan untuk jalur pedestrian, ini mempunyai rata – rata ketinggian 30’ – 50’ untuk bagian penerangan jalan raya dan ketinggian 10’ – 15’ untuk bagian penerangan jalur pedestrian. Jenis lampu yang digunakan merkuri, natrium bertegangan tinggi, dan lampu pijar. Jarak antara satu lampu dan lampu lain adalah 12 meter Bangku Tidak terdapat bangku – bangku ataupun sarana untuk beristirahat lainnya pada pedestrian area di kawasan SGM ini, data yang diperoleh di lapangan menunjukkan bahwa bangku – bangku yang akhirnya ada, merupakan usaha warung sekitar sendiri, ataupun tukang parkir yang menggunakannya untuk beristirahat. Rambu / Sign Data – data di lapangan menunjukan, banyak terdapat rambu – rambu (signases) yang memudahkan masyarakat untuk mengenali kawasan ini. Dikarenakan kawasan ini merupakan kawasan perdagangan dan jasa, maka rambu – rambu ada berupa rambu – rambu parkir, overboden, dan rambu – rambu petunjuk jalan lainnya. Tanaman Peneduh Kawasan ini merupakan salah satu kawasan di Surakarta yang rindang dan terdapat banyak pepohonan, sebagai taman pasif, namun terkadang taman pasif ini berubah fungsi menjadi taman aktif, dengan adanya Warung HIK (Hidangan Istimewa kampung) yang menggunakan taman tersebut sebagai areal meggelar dagangannya. Tanaman digunakan berupa : pohon asem, angsana, perdu, teh – tehan, palem, dan rumput. Data di lapangan menunjukkan bahwa tanaman – tanaman ini selalu di rawat oleh Dinas Taman dan Tata Kota, dengan adanya truk penyiram, setiap pagi dan malam hari. Kios Hanya terdapat beberapa titik – titik kios di sepanjang Kawasan SGM ini. Data di lapangan menunjukkan bahwa, kios – kios tersebut merupakan toko – toko kelontong kecil yang menyediakan minuman, makanan kecil, dan rokok. Kios – kios ini digunakan untuk menarik perhatian pejalan kaki sehingga mereka mau menggunakan jalur pedestrian tersebut sehingga jalur itu menjadi hidup dan tidak monoton. Tempat Sampah Sebagai kawasan yang setiap waktu padat, tempat sampah sangat penting kegunaannya untuk menjaga kebersihan jalan terutama jalur pedestrian sehingga orang – orang merasa nyaman mempergunakannya dan meningkatkan kualitas fisik ruang luar. Shelter Berdasarkan data di lapangan, shelter yang terdapat di kawasan SGM hanya berupa halte bus, dan beberapa peneduh tritisan dari sebuah bangunan untuk mempercantik fasade bangunan. Telepon Hanya terdapat sebuah telepon saja di sepanjang Kawasan ini, namun berdasarkan survey lapangan telepon terjaga dengan baik dan masih dapat digunakan. Jenis telepon tersebut adalah telepon dengan menggunakan kartu chip. Sculpture Tidak terdapat sculpture di kawasan SGM Permukaan pedestrian Permukaan pedestrian pada kawasan ini stabil, relatif rata, dan tidak licin karena menggunakan paving block yang dapat menyerap air. Material Material yang digunakan adalah paving blovk, yang dipasang dengan ke miringan 5 % dari permukaan tanah untuk menghindari limpahan air apabila hujan. Berdasarkan Lalu Lintas Jalur Pedestrian di kawasan SGM memiliki jalur yang mampu memisahkan kendaraan bermotor dengan pergerakan manusia serta tertutup untuk kendaraan bermotor. Kenyamanan Secara Estetis Berdasarkan data yang diperoleh langsung di lapangan , faktor kenyamanan secara estetis sebagian besar telah terpenuhi dan mampu meningkatkan kualitas pedestrian tanpa mengurangi keleluasaan gerak dari para penggunanya. Penggunaan elemen pendukung pedestrian, seperti lampu, shelter, tempat sampah, signages, kios , tanaman peneduh, dan telepon telah mendukung kawasan ini menjadi salah satu pusat perdagangan dan jasa terkemuka di kota Surakarta dan sekitarnya. Kenyamanan Secara Psikologis Secara keseluruhan pedestrian di kawasan ini menggunakan skala manusia, yaitu perbandingan ukuran elemen bangunan atau ruang dengan dimensi tubuh manusia, hal tampak di beberapa sudut, seperti ukuran lampu, shelter, tempat sampah, telepon, yang menggunakan ukuran perbandingan dengan dimensi tubuh manusia. PENATAAN PARKIR Penataan parkir merupakan unsur yang penting dalam elemen perancangan perkotaan, dan termasuk dalam unsur sirkulasi dan parkir (circulation and parking). Menurut beberapa pakar, pengertian parker dan koneks yang berkaitan dengan perparkiran, adalah sebagai berikut : - Semua kendaraan tersebut tidak mungkin bergerak terus – menerus. Pada suatu saat ia harus berhenti untuk sementara (menurunkan muatan) atau berhenti cukup lama yang disebut parkir (Warpani,1990) - Ruang parkir (parkir space) adalah area yang cukup luas untuk menampung satu kendaraan dengan akses yang tidak terbatas (tidak ada blokade) tetapi tatap mencegah adanya ruang untuk maneuver kendaraan (Edward,1992). - Akumulasi parkir (parkir accumulation adalah total jumlah kendaraan yang diparkir di dalam areal tertentu pada waktu tertentu (Edward,1992) - Parkir adalah tempat pemberhentian kendaraan dalam jangka waktu yang lama atau sebentar keadaan dan kebutuhannya (Wicaksono,1989). - Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara (Pedoman Teknis Penyelengaraan Fasilitas Parkir, Dirjen Perhubungan Darat, 1996). - Durasi parkir (parking duration) adalah lama waktu parkir satu ruang parkir. Jenis Parkir Pembangunan yang pesat di perkotaan akan memberi dampak pada sistem transportasi yang ada. Perkembangan lalu lintas serta jaringan prasarana kota akan mengalami peningkatan pesat. Hal ini sesuai dengan meningkatknya kebutuhan akan sarana angkutan. Akibat lainnya adalah berpengaruh pada perparkiran yang ada, karena perparkiran sebagai salah satu unsur transportasi akan juga mengalami peningkatan dan perkembangan yang pesat. Menurut macamnya, parkir dibedakan menurut cara penempatannya, yang dikenal dalam dua type, yaitu (De Chiara-Lee Kopelman;1975) : Parkir tepi (on street parking) Panataan parkir di kawasan SGM ini sebagian besar menggunakan sistem on street parking, pada Jalan Slamet Riyadi on street parking digunakan oleh mobil, sedangkan di jalan Penumping digunakan untuk sepeda motor. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa tipe parkir tepi di kawasan SGM ini termasuk parkir tepi dipungut retribusi dengan waktu parkir, sedangkan pengaturan cara parkir tepi yang digunakan untuk mobil adalah bersudut (300 - 450) terhadap poros jalan, sedangkan untuk sepeda motor tegak lurus terhadap poros jalan. Parkir di Luar Jalan (off street parking) Menurut data di lapangan, parkir di luar jalan (off street parking) berada di gedung – gedung perkantoran (bank), hotel, dan SGM sendiri. Faktor Penentu Parkir Berdasarkan peta tata guna lahan, kawasan SGM ini terletak di kawasan perdagangan dan jasa, dengan lalu lintas yang padat dan sibuk sehingga membutuhkan pemecahan tersendiri. Kegiatan parkir di kawasan Solo Grand Mall (SGM) yang sejak dibuka awal 2005, banyak menggunakan lahan jalur hijau, trotoar, pinggir jalan Slamet Riyadi dan di atas rel kereta api. Saat ini lokasi parkir juga berada di jalan Kampung Penumping dan menggeser ke bahu jalur lambat depan gereja yang ada di barat SGM. Di kawasan pusat kegiatan kota pada kenyataannya kebutuhan akan sarana parkir di luar jalan (off street parking) cukup besar, meski pada umumnya memiliki lahan yang terbatas. SGM sebenarnya telah menyediakan fasilitas parkir di dalam gedung. Pengelola SGM sudah menyediakan lahan parkir yang cukup memadai, baik untuk sepeda motor maupun mobil. Namun, banyak pengunjung enggan parkir di dalam, apalagi dicegat juru parkir yang ada di luar. Akhirnya area parkir di luar penuh, sehingga mengakibatkan kesemrawutan dan menghambat arus lalu lintas di penggal jalan Slamet Riyadi. Kapasitas parkir di SGM adalah untuk 1350 kendaran bermotor dan 750 mobil. Jumlah kendaraan bermotor yang parkir di kawasan SGM setiap harinya, dimulai pukul 08.30 – 24.00 adalah berjumlah 478 buah, sedangkan untuk mobil setiap harinya berjumlah sekitar 256 buah. Waktu terpadat yaitu pukul 12.00 - 15.00 dan 19.30 – 21.00, dan hari terpadat adalah hari Sabtu, Minggu dan hari libur. Pada peak hours tersebut jumlah kendaraan yang diparkir dapatmelonjak menjadi 1,5 –2 kali lipat dari hari biasa. Masalah lain yang timbul adalah pemblokiran Jalan Slamet Riyadi setiap hari Miggu dan hari besar lain, hal ini sangat menyulitkan pengunjung, mengingat Jalan Slamet Riyadi ini merupakan jalan satu arah sehingga pengunjung kesulitan mencapa mall ini, jalur alternatif yang digunakan adalah jalan Kalitan. (Sumber : survey lapangan,2006 ) Tata letak parkir Tata letak parkr mobil yang daplikasikan pada kawasan SGM ini adalah bersudut (300, 450) terhadap poros jalan, sedangkan untuk kendaraan bermotor adalah tegak lurus terhadap poros jalan. PEDAGANG KAKI LIMA Pengaruh langsung dari kegiatan PKL terhadap kegiatan kota bila ditinjau dari segi disiplin tata ruang kota dan estetis/ keindahan kota memiliki dampak yang negatif. Tapi bila ditinjau dari segi sosial ekonomi maka dengan adanya kegiatan PKL membantu masyarakat meningkatkan taraf hidup paling renda hingga status sosial ekonomi menengah. Dari kedua permasalahan tersebut perlu adanya solusi yang positif bagi disiplin tata ruang kota maupun bagi warga kotanya. Pola Penyebaran Pkl Ditinjau dari sudut penyebarannya, dibedakan menjadi dua pola penyebarannya yatu (Mc Gee O. Teung dalam Widjajanti, 2000 : 401) : Pola penyebaran memanjang (Linear Concentration) Pola penyebaran ini dipengaruhi oleh pola jaringan jalan utama ayau jalan – jalan penghubung. Alasannya para penjaja memilih lokasi ini adalah karena aksesibilitasnya tiggi memilih lokasi ini adalah karena aksesibilitasnya tinggi sehingga mempunyai potensi yang besar unruk mendatangkan konsumen. Aktivitas dengan pola penyebaran memanjag biasanya terdiri dari barang kelontong, pakaian / tekstil, majalah/koran, dan campurannya. Pola penyebarannya mengelompok (focus angglomeration) Pola penyebaran ini dapat dijumpai pada ruang – ruang terbuka, taman lapangan, dan sebagainya. Pola ini dipengaruhi oleh pertimbangan faktor anglomerasi yaitu keinginan para penjaja untuk melakukan pemusatan / pengelompokan penjaja sejenis dengan sifat dan komoditas sama untuk lebih menarik minat pembeli. Aktivitas dengan pola penyebaran ini biasanya terdiri dari penjaja jenis makanan dan minuman. Identifikasi Kecenderungan Kegiatan PKL Di Kawasan SGM Lokasi Aktivitas perdagangan PKL tersebar di sepanjang areal pedestrian di sisi sebelah utara dan selatan Jalan Slamet Riyadi. Waktu Pembagian waktu PKL menjajakan berbagai jenis komoditinya banyak bergantung pada lokasi/tempat menjajakan dan jenis komoditi yang ditawarkan. Bila ditinjau menurut waktu terdapat beberapa kelompok, yaitu: Siang hari (pkl. 09.00 -16.00) Sore hari (pkl 16.00 - 21.00) Malam hari (pkl 21.00 – 04.00) Jenis Komoditi Untuk jenis komoditi PKL di kawasan SGM, berdasarkan survey terdiri dari PKL Pangan Bersampah Ringan (PSR), Pangan Bersampah Padat Cair (PSPC), Pelengkap Bersampah Ringan. Semua PKL di kawasan ini merupakan Pkl yang remanen (tidak permanen), yang apabila dagangannya telah habis atau sepi pembeli segera membersihkan dagangannya dan tempat berdagang tidak terbuat dari tembok hanya berupa besi dan tenda atau box. Sarana dan Prasarana Kelengkapan PKL yang digunakan dalam usaha menjajakan barang dagangannya di kawasan SGM dibagi menjadi dua yaitu, bentuk tenda dan bentuk kotak/box. Keberadaan Kegiatan PKL di Kawasan SGM Berdasarkan data ground research, bila ditinjau dari segi sosial ekonomi dengan adanya kegiatan PKL membantu masyarakat meningkatkan taraf hidup paling rendah hingga status sosial ekonomi menengah. Pengaruh langsung dari kegiatan PKL terhadap kegiatan kota bila ditinjau dari segi disiplin tata ruang kota dan estetis/ keindahan kota memiliki dampak yang negatif, yaitu berkurangnya areal pedestrian, dan kenyamanan pejalan kaki. Pola Penyebaran PKL Ditinjau dari sudut penyebarannya, dibedakan menjadi dua pola penyebarannya yatu (Mc Gee O. Teung dalam Widjajanti, 2000 : 401) : Pola penyebaran yang digunakan oleh PKL di kawasan SGM ini adalah pola penyebaran memanjang (Linear Concentration) KESIMPULAN Jalan Slamet Riyadi merupakan bagian tak terpisahkan dari kawasan perdagangan kota yang terkonsentrasi pada daerah PRK IV Kota Surakarta, sehingga penempatan Solo Grand mall sudah tepat. Pedestrian Area Keberadaan pedestrian area perlu mendapat perhatian karena kawasan solo Grand mall merupakan kawasan perdagangan yang tidak dapat terlepas dari pejalan kaki dan jalur pedestrian. Perancangan Jalur Pedestrian Di Kawasan Sgm Keamanan dan kenyamanan area pedetrian di kawasan ini sudah cukup baik, terutama dari segi keamanan, di mana letak pedetrian area tidak tepat di samping jalan raya. Pedestrian area kawasan ini tidak memenuhi standar lebar area pedestrian di pusat kota. Material dan tekstur area pedestrian sudah cukup baik dan sesuai dengan standar. Permasalahan pada kawasan ini adalah mengenai elemen pendukung yang keadaannya tidak begitu baik, seperti tampilan kotak sampah yang sudah tidak indah lagi atau ketiadaan bangku. Parkir Penataan parkir di kawasan Solo Grand Mall, khususnya parkir di sepanjang jalan Slamet Riyadi cukup padat. Jenis parkir tepi jalan seharusnya tidak menjadi jenis parkir yang utama, karena parkir jenis ini dapat mengakibatkan kemacetan dan mengurangi lebar jalan efektif. Parkir di kawasan ini seharusnya menjadi perhatian yang cukup serius, mengingat kawasan ini merupakan kawasan perdagangan dan jasa yang cukup ramai. Tata letak parkir tepi jalan, sudah cukup baik, meskipun seharusnya parkir tepi jalan tidak diadakan. Pedagang Kaki Lima Jumlah pedagang kaki lima yang tidak sedikit pada kawasan ini menjadikan keberadaan para PKL tidak dapat diabaikan, terutama apabila keberadaannya sudah mulai mengganggu elemen kota yang lain. Pedagang kaki lima pada kawasan Solo Grand Mall sebagian, bahkan hampir seluruhnya menjual makanan. Nilai positiv yang ada pada pedagang kaki lima kawasan ini adalah m

    KAJIAN TERHADAP STRUKTUR RANGKA ATAP KAYU RUMAH TAHAN GEMPA BANTUAN P2KP

    Get PDF
    Indonesia adalah negara kepulauan dengan tingkat resiko terhadap gempa bumi yang cukup tinggi, hal ini disebabkan karena wilayah kepulauan Indonesia berada di antara 4 (empat) sistem tektonik yang aktif. Yaitu tapal batas lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, lempeng Filipina dan lempeng Pasifik. Di samping itu Indonesia adalah negara kepulauan dengan garis pantai terpanjang di dunia sehingga selain rawan terhadap gempa juga rawan terhadap tsunami. Gempa bumi 27 Mei 2006 telah memporak-porandakan daerah istimewa Yogyakarta dan sebagian Jawa Tengah. Gempa bumi dengan kekuatan 6,3 Skala Richter tersebut terjadi pada pagi hari pukul 06.55, dengan durasi 52 detik. Karena gempa berasal dari kedalaman yang relatif dangkal yaitu 33 km di bawah permukaan tanah, maka goncangan di permukaan bumi lebih dahsyat dari pada gempa yang terjadi pada lapisan yang lebih dalam. Maka terjadi kerusakan yang cukup besar khususnya Kabupaten Bantul di Propinsi Yogyakarta dan Kabupaten Klaten di Propinsi Jawa Tengah. Gempa tersebut telah mengakibatkan lebih dari 5000 jiwa meninggal dan 3700 orang luka-luka. Pengetahuan tentang gempa bumi penting bagi masyarakat agar masyarakat memahami akibatnya dan membangun rumah yang tahan gempa untuk mengurangi risiko ketika getaran gempa menerpa bangunan. Pada pembahasan kali ini akan lebih ditekankan pada kajian perencanaan struktur atap terhadap gempa. KAJIAN TEORI STRUKTUR ATAP RUMAH TAHAN GEMPA Struktur Kuda-Kuda Atap Struktur adalah susunan atau pengaturan bagian-bagian gedung yang menerima beban atau konstruksi utama dari bangunan tanpa mempedulikan apakah konstruksi tersebut kelihatan atau tidak kelihatan. Struktur bangunan umumnya terdiri atas konstruksi pondasi, dinding, kolom, pelat lantai, dan kuda-kuda atap. Kuda-kuda atap adalah konstruksi (salah satu contoh; kayu) yang terdiri dari balok melintang (yang menerima gaya tarik), balok sebagai penopang atau tiang (yang menerima gaya tekan) guna menyangga dari gording dan kasau serta pelapis atap. Walaupun atap itu ringan, pengaruh luar terhadap konstruksi dan penutupnya baik terhadap suhu (sinar matahari), cuaca (air hujan dan kelembaban udara), serta keamanan terhahap gaya horizontal (angin dan gempa) dan kebakaran harus tetap dijamin. ada konstruksi atap terdapat bahan bangunan utama seperti salah satu contohnya; kuda-kuda kayu. sedangkan sebagai bahan penutup adalah genting flam, genting pres, sirap, seng gelombang, serta genting atau pelat semen berserat. Konstruksi yang dipilih maupun bahan penutup akan mempengaruhi atau menentukan kemiringan atap . Filosofi Bangunan Tahan Gempa Bila terjadi Gempa Ringan, bangunan tidak boleh mengalami kerusakan baik pada komponen non-struktural (dinding retak, genting dan langit-langit jatuh, kaca pecah, dsb) maupun pada komponen strukturalnya (kolom dan balok retak, pondasi amblas, dsb). Bila terjadi Gempa Sedang, bangunan boleh mengalami kerusakan pada komponen non-strukturalnya akan tetapi komponen struktural tidak boleh rusak . PENGETAHUAN KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN STRUKTUR ATAP Pengenalan Jenis Kayu Kayu sampai saat ini masih banyak dicari dan dibutuhkan orang. Pilihan atas suatu bahan bangunan tergantung dari sifat-sifat teknis, ekonomis dan dari keindahan. Jika pemilihan kayu sebagai bahan bangunan maka perlu diketahui sifat-sifat kayu, dalam hal ini kayu akan digunakan sebagai material pembuatan kuda-kuda konstruksi atap. Dari segi manfaatnya bagi kehidupan manusia, kayu dinilai mempunyai sifat-sifat umum, yaitu sifat yang menyebabkan kayu selalu dibutuhkan. Sifat-sifat utama tersebut antara lain ; Kayu merupakan sumber kekayaan alam bisa digunakan sebagai bahan baku untuk konstruksi atap. Kayu merupakan bahan mentah yang mudah diproses untuk dijadikan barang lain. Dengan kemajuan teknologi, kayu sebagai bahan mentah mudah diproses menjadi barang lain Kayu tidak mempunyai sifat-sifat spesifik yang tidak bisa ditiru oleh bahan-bahan lain.misalnya kayu mempunyai sifat elastis, ulet, mempunyai ketahanan terhadap pembebanan yang tegak lurus dengan seratnya atau sejajar seratnya dan masih ada sifat-sifat lain lagi. Sifat-sifat seperti ini tidak dipunyai oleh bahan–bahan baja, beton, atau bahan-bahan lain yang bisa dibuat oleh manusia. Konstruksi atap kayu mempunyai sifat-sifat yang menarik, meskipun ada juga rintangannya karena tradisi tukang kayu. Sifat-sifat yang menguntungkan itu ialah : - Bobotnya yang ringan, sehingga menentukan beban pada konstruksi atap. - Kekuatannya terhadap gaya tarik, gaya tekan dan momen lengkung. - Harganya yang hemat dan murah, kemungkinan mendapatkan dan mengangkutnya dengan cepat. - Ringan dan sekaligus tepatnya dalam pengerjaan dengan mesin dan alat sederhana. - Dalam beberapa keadaan, kelemahan kayu sebagai bahan bangunan antara lain Mudahnya terbakar, Kecenderungannya berubah bentuk (mengembang, menyusut, melengkung, dan retak-retak karena pengeringan), Mudahnya kena pembusukan dan serangan hama. Tetapi di samping itu sudah didapat cara dan jalan mengurangi dan mengatasi kekurangan / kelemahan ini memalui perawatan dan pengerjaan kayu secara khusus. Untuk mengenal dan menentukan suatu jenis kayu, dapat dilihat dengan memperhatikan sifat-sifat kayu seperti kulit, warna kayu teras, arah serat dan sebagainya. Dan jenis kayu yang biasa digunakan untuk konstruksi atap kayu adalah jenis kayu kamfer, jati, bengkirai, keruing. Bagian-Bagian dari Atap Nama Bagian dari Atap Bubungan ialah sisi atap yang teratas. Selalu dalam kedudukan datar kebanyakan juga menentukan arah bangunan. Tiris atap atau bagian atap terbawah, menentukan sisi atap yang datar. Garis penahan atap, pada tambahan kasau miring atau pada atap Mansard, garis pertemuan antara dua bidang atap yang berbeda kemiringannya. Harus sejajar dengan garis atap tiris atap. Jadi juga datar. Jurai luar, ialah bagian yang tajam pada atap, berjalan dari garis tipis atap sampai bubungan, pada pertemuan dua bidang atap sudut bangunan ke luar. Jurai dalam, ialah bagian yang tajam pada atap, juga berjalan dari garis tipis atap sampai bubungan, pada pertemuan dua bidang atap pada sudut bangunan ke dalam. Titik pertemuan jurai dan bubungan, tempat bertemunya tiga bidang atap atau lebih. Bubungan penghubung miring, garis jurai pada bidang-bidang atap yang bertemu. Terjadi pada bangunan, yang tinggi bubungannya berbeda letaknya. Menghubungkan dua titik pertemuan jurai dan bubungan. Jenis-jenis Pelapis Atap Pelapis atap sangat berperan penting bagi struktur atap, guna pelapis atap atau kulit pelindung kuda-kuda atap dan isi rumah di dalam bangunannya. Pelindung terhadap hujan, sinar matahari, panas dan cuaca lainnya. Jenis pelapis atap yang bisa digunakan : Atap Sebagai Komponen Bangunan Fungsi Konstruksi Atap Arti dan fungsi konstruksi atap ialah sebagai pelindung manusia terhadap cuaca. Dinding dapat ditinggikan. Tetapi tidak mungkin menghapuskan atap, kenapa kita kehilangan tujuan suatu bangunan. Sebuah bangunan dibagi-bagi oleh atap menjadi rumah, menjadi bagian rumah, menjadi volume yang jelas, menjadi kesatuan yang dapat diidentifikasi. Atap memiliki fungsi yaitu sebagai berikut: - Melindungi bangunan dari sinar panas matahari atau pun cuaca. - Mencegah masuknya debu atau air hujan sekaligus sebagai penyejuk udara secara alamiah - Menyediakan tempat teduh, segar, dan nyaman serta p - Perlindungan bagi penghuninya.Atap miring berfungsi utama sebagai penerus air hujan, oleh karena itu kemiringan atap ini tergantung jenis penutup atap yang dipakai. Seng dan penutup atap lembaran lainnya dapat digunakan dengan kemiringan yang rendah karena tidak khawatir terjadinya air meluap balik. Sedangkan penutup atap jenis kecil seperti genteng dan sirap mempunyai kemiringan yang tinggi untuk mengalirkan air hujan. Bentuk atap miring ini terdiri dari beberapa macam antara lain pelana, limas ataupun tajuk. Bentuk-bentuk ini dapat dikombinasikan sehinga membentuk bentukan yang unik. Pemilihan bentuk juga harus dikaitkan dengan sistem lain termasuk penghawaan dan pencayaan bangunan. Sistem Konstruksi Atap Konstruksi atap berdasarkan pada struktur bangunan yang dipilih. Hubungan timbal-balik antara konstruksi atap dengan dinding atau kolom yang menerima beban (struktur bangunan primer) membentuk ruang di dalam bangunan. Konstruksi atap pada struktur bangunan masif dan sebagai pembentuk ruang di dalamnya. Konstruksi atap pada struktur bangunan rangka dan sebagai pembentuk ruang di dalamnya. Tiga bagian utama dalam menentukan terhadap perletakan bangunan yang tepat : Radiasi matahari (sinar cahaya dan sinar panas) Tindakan perlindungan Arah dan kakuatan angin serta topografi. Struktur pada dinding atau ruangan struktur masif bearing wall structure / struktur dinding pemikul. Dinding berfungsi sebagai pembatas ruang dan dinding struktur : beban-beban di atas (misal atap) disalurkan ke pondasi melalui dinding. Dapat terjadi bila penyebaran beban dari atas disalurkan melalui dinding (elemen di atas ditumpu pada seluruh bidang dinding). Struktur Rangka Non bearing wall structure/ struktur dinding bukan pemikul. Fungsi dinding sebagai pembatas ruang, bukan fungsi struktur Fungsi kolom (kolom structure) sebagai penyalur beban dari atas (atap) ke pondasi – ke tanah Fungsi balok ring (ring balk) dan balok sloff sebagai pengikat kolom Fungsi kolom praktis (bila ada) sebagai kolom perkuatan dinding (bukan fungsi struktur) Konstruksi kuda-kuda kayu Konstruksi kuda-kuda kayu umumnya merupakan suatu konstruksi penyanggah atau pendukung utama dari atap. Konstruksi kuda-kuda kayu mempunyai syarat tidak boleh berubah bentuk, terutama jika sudah berfungsi. Beban-beban atap yang harus diterima konstruksi kuda-kuda kayu melalui gording-gording yang sedapat mungkin disalurkan / diterima tepat pada titik buhul. Dengan demikian rangka batang dapat bekerja sesuai dengan perhitungan besarnya gaya batang dan juga batang tersebut tidak terjadi tegangan lentur melainkan hanya terdapat tegangan normal tekan dan tarik. Struktur Rangka Atap Kuda-Kuda Kayu Kuda-kuda kayu adalah balok kayu dengan ukuran tertentu yang dirakit dan dibentuk sehingga membentuk segitiga sama kaki. Kuda-kuda diletakkan pada beton ring balk bersudut tertentu dengan fungsi sebagai pembentuk model atap bangunan, tumpuan balok gording, rangka atap kaso, reng dan atap genteng. Struktur rangka dibuat dari kayu atau sebagai struktur atap primer yang menyalurkan beban atap maupun beban angin kepada tumpuan (pelat dinding atau kolom masing-masing) . PERKUATAN LAIN PADA RUMAH TAHAN GEMPA Dalam hal ini yang perlu diperhatikan untuk membuat struktur atap yang tahan gempa adalah membuat seluruh elemen rumah menjadi satu kesatuan yang utuh, yang tidak lepas atau runtuh akibat gempa. Terutama pada sambungan konstruksi pondasi, konstruksi dinding dan konstruksi atapnya. Konstruksi Dinding dan Kolom Kolom berfungsi sebagai pemikul beban dan menyalurkan beban ke pondasi. Kolom bangunan sederhana tahan gempa minimal harus memenuhi persyaratan berikut: Ukuran kolom minimal 12 x 12 cm. Tebal selimut beton 2.5 cm. Diamater minimum tulangan utama yang digunakan adalah 12 mm. Jarak sengkang pada daerah tumpuan lebih rapat dari pada sengkang pada daerah tengah bentang (jarak < 15 cm). Tulangan Utama pada kolom harus dibengkokkan ke arah pondasi dan balok sepanjang 40D guna memenuhi panjang penyaluran untuk bangunan tahan gempa. Untuk meningkatkan kesatuan elemen dan mencegah agar dinding tidak lepas saat terjadi gempa maka angkur harus dipasang dari kolom ke dinding. Kolom harus diangkurkan pada pondasi. Sengkang harus memiliki seismic hook (bengkokan) sepanjang 6D (baca pembengkokan tulangan) dan diameter tulangan sengkang minimal yang digunakan adalah 8 mm. Kolom harus dilot dengan bantuan benang dan besi pemberat Sambungan Balok dan Kolom Sambungan adalah elemen yang sangat penting dalam desain dan konstruksi bangunan tahan gempa. Kegagalan atau keutuhan bangunan pasca gempa ditentukan oleh kualitas sambungan. Agar bangunan memiliki performa yang baik saat menerima beban gempa, maka harus dipenuhi beberapa syarat sambungan balok dengan kolom berikut: Kolom dicor sebagai satu kesatuan dengan balok sloof dan balok beton. Sambungan balok kolom harus menerus (tidak boleh putus tepat di daerah yang disambung) dan memperhatikan panjang penyaluran yang cukup. Panjang penyaluran dan panjang penyambungan tulangan yang cukup adalah 40D. Sengkang yang dilengkapi dengan seismic hook dipasang lebih rapat di daerah sambungan. Tulangan utama balok sebaiknya lurus, tidak dibengkokkan ke dalam kolom. Tulangan utama kolom sebaiknya lurus, tidak dibengkokkan untuk jalur pipa Konstruksi rangka atapnya juga harus diikat ke balok dan kolom sehingga mengurangi resiko pergeseran apabila terjadi gempa. Selain itu pada konstruksi atapnya diberi balok penopang sehingga beban atap dapat ditopang secara merata. TINJAUAN RUMAH TAHAN GEMPA P2KP Rekonstruksi Pasca Gempa Rumah Tahan Gempa Bantuan P2KP (Proyek Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan) Bantuan P2KP memprioritaskan untuk membangunkan rumah pada desa atau kelurahan yang menjadi binaan P2KP. Selain memberikan bantuan dana pada masing-masing kecamatan / kelurahan, P2KP juga memberikan “Rumah Contoh Tahan Gempa”. Rumah Contoh P2KP dibagi menjadi 3 tipe bangunan, yaitu tipe 21, tipe 24 dan tipe 36. Besar bantuan untuk masing-masing rumah sebesar Rp.20.000.000,00 untuk semua tipe bangunan rumah. Rumah P2KP ini salah satunya terletak di desa Pluneng, desa Basin, desa Karangduren Kec. Kebonarum. Rumah tipe 24 Studi kasus pertama adalah rumah P2KP dengan tipe 24 terletak di desa Basin Kec. Kebonarum. Rumah percontohan untuk tahan gempa P2KP dengan tipe 24 m² hanya memiliki 3 ruang yaitu r.tamu/r.keluarga, dapur/r.makan, dan ruang tidur. Dengan keterbatasan lahan maka ruang-ruang yang seharusnya dibutuhkan (lavatory, r.tidur) oleh penghuni tidak dapat terpenuhi. Perkuatan pada Rumah Tahan Gempa tipe 24 Pondasi dan Sloof Kolom Balok Struktur Atap Atap pada rumah P2KP tipe 24 ini terdiri dari 1 kuda-kuda dan 2 gunungan. Berikut adalah gambar kuda-kuda pada rumah percontohan. Struktur Kuda-Kuda Kayu Menggunakan kuda-kuda bentang 4 m Struktur Kuda-Kuda Kayu dengan Bangunan Antara kuda-kuda kayu dengan struktur bangunan diperkuat dengan balok pengikat 3/12 secara menyilang. Untuk memaku pada gunungan, balok kayu dipaku dengan baut pada gunungan sebagai sandaran balok pengikat. Rumah tipe 36 Studi kasus kedua adalah contoh rumah P2KP tipe 36 milik Tini Sarno di desa Karangduren, Kecamatan Kebonarum. Pada dasarnya semua tipe rumah memiliki desain struktur yang sama dari pondasi, sloof, kolom dan ring balk. Semua struktur saling ditautkan satu sama lain dan beberapa bagian di cor bersama-sama. Pada rumah percontohan P2KP dengan tipe 36 terdiri atas 2 kamar tidur, ruang tamu dan ruang keluarga yang bisa dikondisikan menjadi dapur/ruang makan. Sama halnya dengan struktur pada rumah type 24, rumah type 36 ini juga menggunakan type kuda-kuda yang sama namun dengan bentang yang berbeda, yaitu bentang kuda-kuda 6 m. Klasifikasi bantuan rumah percontohan Ada tiga klasifikasi bantuan rumah percontohan yang diberikan pemerintah pasca gempa, yaitu : 1. Rumah bantuan P2KP Rumah bantuan P2KP itu sendiri terbagi menjadi 3 tipe. Tipe 21; Tipe 24; Tipe 36 2. Rumah contoh Temporary shelter 3. Rumah Bantuan lain ANALISA TERHADAP STRUKTUR ATAP RUMAH TAHAN GEMPA P2KP Analisa Kerusakan pada Rumah yang Terkena Gempa Struktur pada Dinding Sebagian besar rumah yang mengalami kerusakan berat / parah berada pada daerah yang masih jauh dari modern, dimana rumah-rumahnya kebanyakan masih tradisional, memiliki ketebalan dinding 2x lipat dari dinding ½ bata, untuk daerah dibawah ini dinding menggunakan pasangan batu belah dengan campuran perekat masih menggunakan batu kapur, dan kemungkinan ada yang belum menggunakan perekat semen sehingga dapat diperkiran ketahanan terhadap gerakan tanah. Kerusakan ini tampak sekali terlihat pada sudut-sudut pertemuan dinding, kebanyakan mengalami pembelahan bahkan roboh total karena tidak adanya perkuatan struktur. Hal ini dikategorikan struktur dinding pemikul / Bearing Wall Structure. Seperti yang dijelaskan pada tinjauan teori yang diambil dari materi kuliah Struktur dan Konstruksi 1. Dinding pada rumah-rumah tradisional yang roboh merupakan struktur Bearing Wall. Dimana dinding menyalurkan beban dari atap ke pondasi, sehingga seluruh beban dari atas ditumpu oleh dinding. Sedangkan dinding pemikul ini tidak memiliki perkuatan atau pengaku. Kelemahan struktur bearing wall adalah tidak mempunyai perkuatan antar bidang dinding sehingga paling lemah terhadap gaya lateral yang diakibatkan oleh gempa. Struktur pada Atap Atap yang roboh kebanyakan karena struktur dinding (struktur dinding pemikul) sebagai penyangga kuda-kuda roboh dan tidak ada perkuatan atau pengaku antara struktur atap dengan dinding. Gambar diatas menunjukkan partikel dari struktur atap yang tidak solid dan hanya tersisa balok nok, padahal dinding sebagai penyangga struktur atap masih berdiri kokoh. Hal ini dikarenakan karena perkuatan antar struktur kuda-kuda kayu kurang memperhatikan pengikat pada sambungannya. Kondisi diatas terjadi ketika dinding itu sendiri tidak memiliki kekuatan tehadap gerakan tanah sehingga roboh, sedangkan struktur atap juga tidak dilengkapi pengaku dengan dinding pemikul. Pentingnya Perkuatan Vertikal dan Horisontal pada Rumah Tahan Gempa Rangka/ikatan horisontal pada rumah tembokan digunakan untuk meningkatkan kekuatan bangunan saat terjadi gempa. Ikatan horisontal tersebut meliputi sloof, balok ikat di atas kosen pintu-jendela, balok ikat tetap (di atas tembok), dan balok ikat kuda-kuda. Meski telah diperkuat dengan balok ikat, kekuatan rumah tembokan bisa berkurang banyak dengan adanya lubang/bukaan pada tembok Saat gempa mengguncang, dinding rumah tembokan dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian /panel, dinding bagian atas, tengah dan bawah. Perhatikan rumah dibawah ini. Rumah tersebut memiliki balok kusen dan sloof. Karena atapnya miring, balok ikat atas juga dibuat. Saat tanah berguncang gaya inersia menyebabkan bagian panel tembok lepas dari bagian atas dan bawahnya. Masing-masing panel bergerak ke kiri-kanan dengan tumpuan pada ujung-ujung diagonalnya. Gerakkan tersebut dapat meremukkan sudut panel tembok. Bila tembok ramping dan ringan, goyangan tersebut dapat terjadi, sedangkan bila tidak akan terbentuk retak geser berbetuk huruf X yang umum dijumpai pada rumah tembokan. Pada rumah tembokan tanpa perkuatan, luas tampang tembok pada bagian yang ada bukaannya berkurang. Saat terjadi gempa, bangunan mungkin bergeser pada bagian bawah atap, di bawah balok ikat di atas kosen atau di dekat sloof. Letak geseran tersebut tergantung berbagai faktor seperti berat bangunan, gaya inersia gempa, luas bukaan, dan jenis kosen pintu-jendela. Pemasangan perkuatan vertikal dengan kolom di pojok dinding dan mengikatnya ke pondasi dan balok ikat akan memaksa bangunan melentur, bukannya bergoyang. Pada tiang yang lebih kuat, perkutan vertikal menahan gaya gempa horisonal dan mengurangi retak-X. perkuatan yang ukurannya mencukupi dapat bertahan terhadap gaya gempa. Perkuatan vertikal juga melindungi dinding dari bergeser atau roboh. Perlindungan bukaan pada dinding Kerusakan karena geser jarang terjadi. Tetapi, kerusakan yang paling sering dijumpai pada rumah tembokan adalah retak-X pada panel dinding dan retakan miring di pojok lubang pintu-jendela. Saat dinding dengan bukaan mengalami deformasi saat terjadi gempa, bentuk bukaan menjadi menceng, dua sudut lubang yang berseberangn saling menjauh dan lainnya saling mendekat. Pada kondisi deformasi semacam inisudut yang saling mengikat akan retak. Semakin besar lubang, semakin besar retakan yang akan terjadi. Batang besi pada dinding yang dipasang sekeliling lubang dapat mengurangi retak disudt lubang. Ringkasnya, balok ikat di atas dan bawah lubang serta perkuatan vertikal di sekitar lubang memberi perlindunan tembok dari kerusakan. Perkuatan Sambungan pada Kuda-Kuda Sederhana Rumah Tahan Gempa Dalam hal ini yang perlu diperhatikan untuk membuat struktur atap yang tahan gempa adalah membuat seluruh elemen rumah menjadi satu Elemen kuda-kuda kayu pada prinsipnya sama saja dengan elemen bangunan beton. Elemen bangunan terdiri atas elemen vertikal dan horizontal. Agar bangunan dapat bekerja dengan baik, elemen yang paling penting adalah sambungan. Pada sambungan di section ini, antara batang kuda-kuda diikat dengan kuat. Hal ini agar struktur dapat menahan gerakan secara horizontal maupun vertikal. Selain batang diikat dengan sambungan kayu yang dipaku dengan pen kayu, batang juga diikat dengan baut yang melingkar sambungan dan dikunci dengan plat jepit besi agar batang terikat kuat sehingga apabila bergeser maka bergeser secar

    APLIKASI RAGAM HIAS JAWA TRADISONAL PADA RUMAH TINGGAL BARU

    Get PDF
    Pada masyarakat jawa, susunan rumah dalam suatu keluarga terdiri dari beberapa bangunan. Di dalam strukturnya terdiri dari dua yaitu rumah induk dan rumah tambahan. , rumah joglo tetap harus dilestarikan dengan pengaplikasian rumah joglo maupun bagian – bagiannya baik dalam bentuk yang utuh maupun dalam skala yang lebih kecil, agar warisan budaya terdisional berupa joglo tidak hilang Era yang semakin modern membuat bangunan jenis ini kurang diminati, selain itu dalam pembuatan rumah joglo juga memerlukan biaya yang cukup mahal, karena dalam pengaplikasiannya membutuhkan banyak kayu berkualitas tinggi, dimana persediaan kayu semakin menipis dan harga kayu yang semakin mahal. Hal demikian yang membuat, hanya kalangan tertentu yang dapat membangun rumah joglo dengan material baru PENDAHULUAN Rumah tradisional merupakan warisan nenek moyang yang perlu dijaga dan dilestarikan keberadaannya. Dari segi Arsitektural, rumah tradisional jawa, yaitu rumah joglo merupakan tempat atau rumah tinggal yang memiliki nilai budaya dan historis yang sangat tinggi Dalam perkembagannya, Rumah tradisional joglo sekarang ini jumlahnya semakin sedikit. Era yang semakin modern membuat bangunan jenis ini kurang diminati, selain itu dalam pembuatan rumah joglo juga memerlukan biaya yang cukup mahal, karena dalam pengaplikasiannya membutuhkan banyak kayu berkualitas tinggi, dimana persediaan kayu semakin menipis dan harga kayu yang semakin mahal. Hal demikian yang membuat, hanya kalangan tertentu yang dapat membangun rumah joglo dengan material baru. Hal yang tersebut diataslah yang menjadi ide pemikiran dari beberapa bentuk rumah yang mengambil sebagian kecil rumah joglo, seperti saka guru, blandar tumpang sari, kendhit, dsb. Rumah – rumah tersebut didesain dengan konsep modern, tetapi tetap mengaplikasikan beberapa bagian dari rumah tradisional joglo. Namun pada pelaksanaan pembangunannya seringkali nilai atau falsafah dari rumah joglo itu hilang atau sebagai ornamen penghias saja. Oleh karena itu, sebagai suatu budaya yang merupakan warisan nenek moyang , rumah joglo tetap harus dilestarikan dengan pengaplikasian rumah joglo maupun bagian – bagiannya baik dalam bentuk yang utuh maupun dalam skala yang lebih kecil, agar warisan budaya terdisional berupa joglo tidak hilang. A. Rumah Tradisional Jawa Pada masyarakat jawa, susunan rumah dalam suatu keluarga terdiri dari beberapa bangunan. Di dalam strukturnya terdiri dari dua yaitu rumah induk dan rumah tambahan. Rumah induk terdiri dari ruang-ruang : Rumah Induk • Pendopo Terletak didepan, bersifat terbuka sebagai tempat berkumpulorang banyak atau menerima tamu. Bentuk serta ukuran bangunan pendopo dapat mencerminkan kedudukan, pangkat dan derajat pemiliknya. • Peringgitan Dari kataringgit artinya wayang bangunan ini biasanya untuk mengadakan pertunjukan wayang. Sedangkan pada penonton laki-laki duduk di pendopo. Penonton wanita dan anak-anak duduk di dalem. • Dalem Merupakan susunan ruang di dalam rumah jawa. Fungsi utamanya sebagai ruang keluarga. Suasananya tenang dan wibawa. • Sentong Merupakan tiga buah ruang yang berjajar. Sentong kiwo dan sentong tengen sebagai ruang tidur dan menyimpan harta benda, sedangkan sentong tengah merupakan tempat untukpemujaan terhadap Dewi Sri agar keluarga selalu sejahtera. • Bale Roto/kuncung Adalah tempat pemberhentian kendaraan atau kereta untuk menurunkan tamu ke pendopo • Pagongan Merupakan tempat emperan tempat tamu sebelum masuk ke dalam pendopo. • Tratag Adalah ruang diantara pendopo dan peringgitan, merupakan tempat kendaraan menurunkan penghuni dalem Rumah Tambahan • Gandok Merupakan bangunan di samping kiri dan kanan dalem. Gandok wetan ( timur), untuk tidur anak laki-laki dan Gandok kulon (barat) untuk tidur anak perempuan. Diantara dalem dan gandok terdapat taman pribadi keluarga • Gandri Adalah ruang makan yang terletak di belakang sentong, berbentuk seperti emper yang terbuka, santai dan nyaman • Pawon (dapur) dan Pakiwan Merupakan ruang pelayanan ( service) terletak di belakang dekat sumur. Bagi masyarakat jawa yang kaya dan terpandang masih ada beberapa jenis bangunan kecil lainya, yaitu Lumbung tempat padi dan hasil sawah ladang lainya yang terletak disamping kanan atau kiri peringgitan, Gedongan ( kandang kuda ), kandang ternak, dan Peranginan yaitu tempat istirahat orang yang beronda atau jaga malam, terletak dimuka samping kanan jauh dari pendopo. Selain itu masih ada Pranji yaitu kandang hewan piaraan. B. Ragam hias Ragam Hias merupakan suatu bentuk tambahan pada suatu bengunan dengan lebih mementingkan estetika dan tanpa mempengaruhi fungsi, Namun kepercayaan jaman dulu ragam hias memiliki fungsi filosofis, seperti sebagai penunjuk derajat dari sang pemilik. Ragam hias pada bangunan tradisional jawa pun memiliki jenis yang cukup beragam, peletakannya pun berbeda-beda. Untuk ragam hias pada pendopo ataupun bangunan yang lain pada rumah tradisional jawa, terdapat 5 bentuk ragam hias berdasarkan motif yang terdapat pada ragam hias yaitu : Flora, Fauna, Alam, Agama dan Anyam anyaman. 1. Flora a) Lung-Lungan Berasal dari kata “Lung” yang berarti batang tumbuhan yang melata dan masih muda sehingga berbentuk lengkung. Peletakan Berada pada Balok rumah, pemidangan, tebeng pintu,jendela,daun pintu, patang aring. \ b) Saton Berasal dari kata ‘Satu” ialah nama jenis makanan berbentuk kotak dengan hiasan daun/bunga. Memiliki Warna dasar: merah tua, hijau tua; warna lung-lungan: kuning emas,sunggingan. Peletakan berada pada Tiang bag. Bawah, balok blandar, sunduk, pengeret, tumpang, ander,pengisipada ujung dan pangkal. c) Wajikan Seperti irisan wajik yang berbentuk belah ketupat sama sisi, isinya berupa daun yang memusat/bunga. Memiliki Warna dasar: merah tua, Warna: kuning emas.Peletakan pada Tiang tengah/ titik persilangan kayu/sudut. d) Nanasan Wujudnya mirip buah nanas,sering disebut omah tawon/tawonan. Memiliki warna yang cnderung polos. Diaplikasikan pada Kunci blandar, ditengah dadha peksi. e) Tlacapan Berasal dari kata “tlacap”, brupa deretan segi tiga. Memiliki warna dasar: merah tua, hijau tua; warna lung-lungan: kuning emas,sunggingan. Terletak pada pangkal dan ujung balok kerangka bangunan f) Kebenan Dari kata keben yaitu tuah berbentuk empat meruncing bagaimahkota. Memiliki Warna dasar: merah tua Warna: kuning emas, terletak pada Kancing blandar tumpang ujung bawah. g) Patron Dari kata ‘patra’ yang berarti daun, memiliki warna polos atau sunggingan, terletak pada Balok-balok kerangka bangunan, blandar. h) Padma Berasal dari bentuk profil singgasana budha yang berbenyuk bunga padma. Memiliki Warna polos/ sunggingan, terletak pada Upak, sebagai alas tiang. 2. Fauna a) Kemamang Arti menelan segala sesuatu yang bersifat jahat yang hendak masuk, memiliki warna polos atau sunggingan, terletak pada pintu regol. b) Peksi garuda Sebagai lambang pemberantas kejahatan, memiliki Warna polos/ sunggingan, kuning emas, terletak pada Bubungan, tebeng, pintu gerbang c) Ular naga Muncul karena pengaruh budaya india. Memiliki warna polos/ sunggingan. Terletak pada Bubungan rumah. d) Jago Melambangkan kejantanan, keberanian. Memiliki Warna polos/ sunggingan terletak Bubungan rumah. e) Mirong Melambangkan putri mungkur, menggambarkan putri dari belakang. Memiliki Warna: merah tua, kuning emas, terletak pada Tiang-tiang bangunan. 3. Alam a) Gunungan Sering disebut kayon yang artinyamirip gunungan, memiliki warna natural, terletak pada Tengah bubungan rumah. b) Makutha Dimaksudkan agar raja sebagai wakil tuhan memberkahi seisi rumah. memiliki warna natural, terletak pada Bubungan bag. Tengah atau tepi kanan dan kiri. c) Praba Berasal dari kata praba yang berarti sinar, memiliki warna emas, terletak pada Tiang bangunan utama, pada bagian bawah. d) Kepetan Berasal dari kata kepet berarti kipas, agar mendapat penerangan dalam hidup. Memiliki warna polos, terletak pada Diatas pintu utama( tebeng). e) Panah Maksud agar rumah mendapat keamanan, arah panah menuju 1 titik. Memiliki Warna polos, terletak pada Diatas pintu utama( tebeng). f) Mega Mendhung Berarti awan putih dan hitam, dunia ada yang baik dan buruk. Memiliki Warna: polos, kuning emas, gelap terang. Terletak pada Hiasan tebeng pintu, jendela. g) Banyu Tetes Menggambarkan tetesan air hujan yang melambangkan tiada kehidupan tanpa air. Memiliki Warna: polos, kuning emas, gelap terang. Terletak pada Blandar, selalu didampingi dengan patran. 4. Anyaman Tidak memiliki arti tertentu, hanya unutk keindahan. Memiliki Warna polos, terletak pada Dinding atau sekat, daun pintu. 5. Agama a) Mustaka Berarti kepala, biasa digunakan untul masjid dan makam. Memiliki warna polos, terletak pada Pucak bangunan. b) Kaligrafi Berupa tulisan kaligrafi yang bertujuan mengagungkan nama Tuhan. Memiliki Warna : merah tua, coklat, kuning. Terletak pada tiang bangunan, umpak. Analisis Bentuk Dan Ragam Hias No Jenis ragam hias Ragam Hias Rumah JL. DURIAN RAYA 73A, BANYUMANIK Hasil Analisis 1. Ragam makutha digunakan pada bubungan bag. tengah /tepi Pagar bangunan Pada bangunan dalem agung dan rumah utama Pada bagian gerbang utama rumah ini menggunakan ragam hias makutha, dengan maksud agar penghuni rumah selalu diberkahi tuhan, selain gerbang utama, ragam hias ini juga diletakan pada bubungan dalem agung dan rumah utama. 2. ditambahi ukiran/g usah Pada balok blandar rumah ini memakai ragam hias saton, sudah sesuai dengan penempatan ragam hias saton 3. Pintu memiliki ragam hias pada daun pintu dan tebeng pintu, yaitu: Mega Mendhung Kepetan Ragam Hias pada pintu berupa ragam hias Lung- lungan Diganti/ditambahi ukiran/g usah Tidak sesuai dengan pakem atau kebiasaan pada rumah tradisional jawa, penggunaan ragam hias alam pada pintu diganti dengan ragam hias flora 4. Penggunaan ragam hias makutha pada tepi kanan atau kiri atap . Penggunaan ragam hias makutha pada rumah ini tepat sesuai dengan peletakannya 5. Penggunaan mustaka pada puncak bangunan ibadah. Pada bagian pendopo Pada pendopo di puncak atap/ bangunan terdapat ragam hias mustaka , peletakkan dan penggunaannya Kurang Tepat, karena mustaka diletakan pada bangunan ibadah seperti mushola 6. Blandar tumpangsari dihias dengan cara dipipil, dan memiliki pipilan ragam hias joglo, baik dari jenis flora, fauna, alam, dll. Patran Banyu tetes Blandar tumpangsari dihias dengan cara dipipil, dan memiliki pipilan ragam hias joglo, hanya memiliki ragam hias flora dan anyaman. Pada blandar tumpangsari sudah dilakukan penerapan ragam hias yang sesuai, seperti patran yang dikombinasikan dengan banyu tetes, dan anyaman. 7. Umpak pada bangunan joglo berupa batu yang disambungkan dengan soko guru, batu tersebut biasanya diukir dengan aplikasi ragam hias joglo. Ragam hias kaligrafi Umpak juga menggunakan batu, tetapi kemudian ditutup dengan papan kayu. Pada umpak seharusnya dibuat ragam hias, misal dengan ragam hias kaligrafi untuk menambah unsur estetika Kesimpulan yang dapat diambil setelah menganalisa rumah yang berada di JL. DURIAN RAYA 73A, BANYUMANIK adalah: • Beberapa aplikasi ragam hias digunakan dalam rumah ini, sebagian besar peletakannya sudah tepat hanya beberapa yang tidak tepat. • Tidak semua jenis ragam hias diaplikasikan pada bangunan ini, karena ada beberapa ragam hias yang langka • Secara umum penggunaan aplikasi ragam hias dan penerapan tradisional jawa pada rumah ini dapat dinilai baik, sebagai salah satu upaya melestarikan bangunan tradisional jawa. DAFTAR PUSTAKA Hamzuri (tt): Rumah Tradisional Jawa;Proyek Pengembangan Permuseuman DKI Jakarta-Departemen Pendidikan dan Kebudayaan;Jakarta Ismamundar K., R. (1997): Joglo: Arsitektur Rumah Tradisional Jawa; cet. 5; Dahara Prize; Semarang Ronald, Arya (1997); Ciri-ciri karya Budaya di balik Keagungan Rumah Jawa; cet.-2; penerbit Univ. atma Jaya; Yogyakarta Santosa, Revianto Budi (2000): Omah: Makna Rumah Jawa; Bentang; Yogyakart
    corecore