4,504 research outputs found
Perintisan Ushul Fiqh dan Kategorisasinya
Kebolehan berijtihad yang dilakukan para sahabat atas petunjuk Rasulullah melalui beberapa riwayat, menunjukkan bahwa metodologi penetapan hukum Islam tersebut telah tumbuh sejak masa Rasulullah, dan hal ini dilakukan juga oleh para sahabat yang sangat memahami benar bagaimana Rasulullah menetapkan suatu keputusan hukum yang diajukan pada beliau. Akan tetapi metodologi ini tidak tersusun selayaknya susunan suatu ilmu. Kedekatan para sahabat dengan Rasulullah sangat memungkinkan mudahnya para sahabat dalam berijtihad, sehingga metodologi bukanlah suatu keharusan pada masa tersebut. Walaupun sebenarnya dalam tataran praktisnya metodologi ini telah dipraktekkan pada masa sahabat.Dengan meluasnya wilayah kekuasaan Islam ke belahan dunia Barat dan Timur, dari daratan Spanyol sampai perbatasan Cina, dan berkembangnya berbagai bidang ilmu pada masa Tabi\u27in, tidak hanya berdampak pada beragamnya persoalan hukum yang terjadi di masing-masing wilayah tersebut, tapi juga sering terjadi perbedaan antara ulama disetiap wilayah dalam memutuskan persoalan hukum yang dihadapinya, walaupun persoalan hukum yang dihadapi ulama saat itu memiliki kesamaan kasus. Atas dasar ini lahirlah beberapa aliran dalam menetapkan metodologi hukum Islam, yang dijadikan acuan masing-masing kelompoknya. Terdapat aliran Jumhur ulama ushul fiqh yang membangun metodenya secara teoritis, tanpa terpengaruh pada masalah furu\u27. Aliran Fuqaha yang justru banyak dipengaruhi oleh masalah furu\u27 dalam mazhab mereka, dan terdapat pula aliran yang mengkompromikan keduanya
Analisis Tingkat Kesejahteraan Nelayan Payang di Desa Munjungagung Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat kesejahteraan nelayan Payang di Desa Munjungagung Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal dengan menggunakan indikator kesejahteraan gabungan berdasarkan Badan Pusat Statistik tahun 2007 dan Pridaningsih tahun 2011. Cara pengambilan sampel dengan simple random sampling. Data kesejahteraan diperoleh melalui wawancara mendalam berdasarkan kuesioner dan observasi lapangan. Analisis data dilakukan dengan scoring 14 indikator kesejahteraan gabungan dan berdasarkan konsep Nilai Tukar Nelayan (NTN). Hasil analisis berdasarkan indikator kesejahteraan gabungan diperoleh bahwa nelayan juragan Payang termasuk kategori sejahtera tinggi dengan rata-rata skor 38, sedangkan nelayan ABK Payang sebanyak 48 orang termasuk sejahtera tinggi dengan skor rata-rata 36 dan 9 orang ABK termasuk sejahtera sedang dengan skor rata-rata 33. Analisis secara NTN bidang perikanan nelayan ABK Payang memiliki nilai 0,88 (NTN<1) yang berarti nelayan termasuk tingkat sejahtera rendah sedangkan nelyan juragan memiliki nilai 1,11 (NTN>1) atau termasuk sejahtera tinggi. Rata-rata NTN total pendapatan ABK Payang 1,48 dan rata-rata NTN total pendapatan juragan Payang 1,18 (NTN>1) yang berarti keduanya termasuk dalam kriteria tingkat sejahtera tinggi. The purpose of this research to analyze of Danish Seine fisherman welfare level in Munjungagung village, Kramat District, Tegal Regency used welfare level indicators based on Badan Pusat Statistik, 2007 and Pridaningsih, 2011. This research used simple random sampling through deeply interview and observation. Analyze scoring for 14 welfare level modification and based on NTN concept. The result of welfare modification indicators analysis are all employer is high prosperous level with the average 38 score and the average score for 48 crews is 36 (high prosperous level), 9 crews having average 33 score (medium prosperous level). The result of NTN concept for fisheries, the crews having average score NTN 0,88 (low prosperous level) and average NTN score for the employers is 1.11 (high prosperous level). Based on total salary of NTN analysis showed that the value of crews is 1.48 and the value of employer NTN is 1.18 so both of them is high prosperous level
Analisis Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Nelayan Purse Seine Di Ppi Bulu Kabupaten Tuban Jawa Timur
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat kesejahteraan nelayan juragan dan ABK purse seine di PPI Bulu Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif yang bersifat survei dengan pendekatan kuantitatif. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode simple random sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara mendalam yang dilengkapi daftar kuisioner dan juga observasi langsung di lapangan. Teknik analisis data menggunakan 12 indikator kemiskinan gabungan yang terdiri dari indikator kemiskinan menurut Badan Pusat Statistik Pusat (2007), Badan Pusat Statistik Pusat 2006), indikator kemiskinan menurut Honable (1979) dalam Mc. Crackem (1988), indikator kemiskinan menurut Pridaningsih (2011), indikator kemiskinan menurut Safitri (2011), serta konsep Nilai Tukar Nelayan (NTN). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan nelayan yang dianalisis menggunakan 12 indikator kemiskinan gabungan menunjukkan bahwa nelayan termasuk ke dalam kriteria tidak miskin atau tergolong sejahtera. Sedangkan hasil analisis tingkat kesejahteraan nelayan berdasarkan konsep Nilai Tukar Nelayan (NTN) secara simultan yaitu sebesar 1,22 (NTN > 1), yang menunjukkan bahwa nelayan termasuk dalam kriteria tidak miskin atau tergolong sejahtera. Analisis secara parsial, NTN juragan sebesar 1,20 (NTN > 1) dan NTN ABK sebesar 1,27 (NTN > 1) yang menunjukkan nelayan juragan dan ABK termasuk dalam kriteria tidak miskin
Sequences within the C terminus of the metabotropic glutamate receptor 5 (mGluR5) are responsible for inner nuclear membrane localization
Traditionally, G-protein-coupled receptors (GPCR) are thought to be located on the cell surface where they transmit extracellular signals to the cytoplasm. However, recent studies indicate that some GPCRs are also localized to various subcellular compartments such as the nucleus where they appear required for various biological functions. For example, the metabotropic glutamate receptor 5 (mGluR5) is concentrated at the inner nuclear membrane (INM) where it mediates Ca(2+) changes in the nucleoplasm by coupling with G(q/11). Here, we identified a region within the C-terminal domain (amino acids 852–876) that is necessary and sufficient for INM localization of the receptor. Because these sequences do not correspond to known nuclear localization signal motifs, they represent a new motif for INM trafficking. mGluR5 is also trafficked to the plasma membrane where it undergoes re-cycling/degradation in a separate receptor pool, one that does not interact with the nuclear mGluR5 pool. Finally, our data suggest that once at the INM, mGluR5 is stably retained via interactions with chromatin. Thus, mGluR5 is perfectly positioned to regulate nucleoplasmic Ca(2+) in situ
Benefiting from biomimicry through 3D printing to enhance mechanical properties of polymeric structures: Simulation approach
© 2023 Aberystwyth University.Numerous biological structures have intricate compositional arrangements, well-organised pieces and stronger mechanical qualities than the materials that make them up. Therefore, this study focused on enhancing the mechanical characteristics of three-dimensional (3D)-printed acrylonitrile butadiene styrene (ABS) structures. Selected parts/systems of three natural (animal/plant) materials were designed/modelled and analysed to mimic their natural lattice structures (biomimicry), using CATIA V5 and finite element method/Ansys software. The simulation results showed that the tensile strength of the biomimetic-designed beetle increased by 13.63%, the bending strength of the biomimetic lotus stem improved by 2.00 and 19.86% in simple and three-point bending tests, and the compressive strength of biomimetic trabecular bone enhanced by 87.59%, when compared with their conventional structures. Also, the biomimetic design recorded 10.00% higher compressive strength than a fillet design and nearly 64.00% than the repeated pattern. It was evident that biomimetic designs enhanced the mechanical properties of all the 3D-printed ABS structures
Mangrove mapping using Landsat imagery and aerial photographs: Kemaman District, Terengganu, Malaysia
Classification and distribution of mangrove vegetation are vital information for the proper development of a mangrove management plan. In this study, classification for the mangroves of the district of Kemaman were done using both 1 : 5000 aerial photographs and Landsat TM imageries. The coverage by aerial photographs is limited to the coastal and estuarine areas only. Thus, for areas further upstream of the aerial photo coverage, Landsat TM imageries were used. Analysis of aerial photographs and remote sensing images revealed that the mangroves of Kemaman could be classified into 14 different classes of vegetation. All the 14 classes were identified from areas covered by the aerial photographs. For areas covered by the Landsat images only 7 classes of vegetation were identified. The accuracy for aerial photograph and Landsat images are 91.2% and 87.8%, respectively. It can be concluded that although both techniques are useful in determining the mangrove vegetation classes, the large 1 : 5000 aerial photographs are more accurate and provided more detailed information comparatively
- …