7 research outputs found

    Pengaruh Perfusi Darah Terhadap Distribusi Temperatur Pada Jaringan Kaki Manusia Dengan Perlakuan Interstitial Hyperthermia Therapy Menggunakan Double Slot Coaxial Antenna

    No full text
    Perfusi darah merupakan salah satu kajian bioheat transfer dalam bidang perpindahan panas pada jaringan hidup, yang telah banyak digunakan dalam dunia medis untuk mengobati penyakit tumor dengan terapi hipertermia. Hal ini dikarenakan perfusi darah bertanggung jawab untuk mendistribusikan darah ke seluruh tubuh untuk menjaga keseimbangan temperatur. Salah satu terapi hipertermia yang mampu memberikan suhu terapeutik (suhu melebihi 40°C) pada tumor tanpa mengganggu jaringan hidup lainnya adalah interstisial hyperthermia therapy. Penelitian ini menganalisis pengaruh perfusi darah pada kaki pasien manusia yang terjangkit tumor sarcoma, dengan metode interstisial hyperthermia therapy menggunakan Double Slot Coaxial Antenna. Nilai variasi perfusi darah yang digunakan dalam penelitian adalah (0,0002, 0,0004, 0,0008, 0,002)/s, dengan frekuensi 2,45GHz, dan daya 1W. Penelitian dilakukan dengan menggunakan simulasi untuk menentukan distribusi temperatur melalui metode numerik pada kondisi unsteady dalam jangka waktu 10 menit. Hasilnya menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai perfusi darah maka distribusi temperatur yang dihasilkan semakin rendah. Hal itu dikarenakan perfusi darah bertugas mengalirkan darah keseluruh tubuh dan mendistribusikan temperatur kesetiap jaringan tubuh sehingga keseimbangan tempertur tercipta

    Analisis Distribusi Temperatur pada Liver Manusia dengan Variasi Frekuensi dalam Terapi Microwave Ablation untuk Hepatocellular Carcinoma

    No full text
    Dalam dunia medis, bioheat transfer adalah proses perpindahan panas dari jaringan tubuh manusia ke lingkungan, studi perpindahan panas ini dapat digunakan untuk membunuh sel kanker. Salah satu metode yang digunakan untuk membunuh sel kanker adalah microwave ablation dengan menggunakan suhu di atas 50 oC. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui distribusi temperatur pada jaringan kanker hepatocellular carcinoma yang terletak pada liver manusia yang diberi perlakuan microwave ablation dalam keadaan unsteady. Studi ini juga menunjukkan pengaruh besar penggunaan frekuensi 434 MHz; 915 MHz; 2450 MHz; 6000 MHz untuk distribusi panas yang dihasilkan dengan menggunakan 6 lapis jaringan tubuh dari epidermis, dermis, lemak, otot, tulang dan liver. Penelitian ini dianalisis menggunakan Finite Element Method melalui aplikasi Comsol Multiphysics 5.6 dengan daya input 10 W dan waktu perlakuan 10 menit. Bagian kanker yang diteliti terletak dalam liver manusia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa frekuensi berpengaruh terhadap distribusi temperatur pada perlakuan microwave ablation. Hal ini dikarenakan frekuensi mempengaruhi pembangkitan panas yang akan diteruskan ke seluruh jaringan kanker sehingga suhu pada jaringan kanker akan meningkat. Di sisi lain, frekuensi yang terdapat pada gelombang tersebut akan mempengaruhi daerah distribusi temperatur yang dihasilkan

    Analisis Distribusi Temperatur Liver Manusia Pada Terapi Microwave Ablation Untuk Hepatocellular Carcinoma Dengan Variasi Kalor Metabolik

    No full text
    Metode hipertermia, terutama pengaplikasian thermal ablation untuk pengobatan kanker menjadi topik penelitian yang memperoleh banyak perhatian selama dua dekade terakhir. Hipertermia pada pengobatan kanker merupakan prosedur terapeutik dimana jaringan biologis dipanaskan melebihi suhu normal (>42°C), ditujukan untuk mematikan jaringan yang bersifat merugikan di tubuh manusia. Khusus untuk thermal ablation, jaringan dipanaskan ke temperatur >50°C. Salah satu metode pengobatan secara termal yang paling sering digunakan adalah microwave ablation (MWA). Pada penerapannya di dunia medis, terapi MWA dilakukan dengan menyesuaikan penempatan antenna microwave serta pengaturan alat MWA agar dapat merusak jaringan dengan toleransi jarak 10 mm sekeliling daerah kanker. Kalor metabolik merupakan pembangkitan panas yang terjadi akibat adanya proses metabolisme dalam tubuh. Semakin tinggi tingkat metabolisme seseorang, semakin tinggi pula kalor metabolik yang dihasilkan. Jaringan yang sakit, dalam hal ini jaringan kanker, dapat memiliki nilai kalor metabolik yang tinggi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari nilai kalor metabolik sebesar 368,1 W/m3 – 29000 W/m3 pada jaringan yang diberikan terapi MWA menggunakan persamaan Pennes bioheat transfer dan metode numerik finite element. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa setiap adanya kenaikan nilai kalor metabolik pada jaringan, akan langsung meningkatkan nilai capaian temperatur pada jaringan tersebut dan jaringan sekelilingnya. Walaupun pengaruh yang diberikan oleh kalor metabolik kecil apabila dibandingkan dengan sumber panas utama pada terapi MWA, namun peningkatan temperatur yang terjadi harus diperhatikan karena dapat meningkatkan temperatur jaringan yang sehat ke temperatur yang merusak. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan ilmu tambahan terkait penerapan terapi MWA di masa depan

    Analisis Distribusi Temperatur Terapi Radiofrequency Ablation pada Liver Pasien Hepatocellular Carcinoma dengan Variasi Model Elektroda.

    No full text
    Hepatocellular carcinoma (HCC) adalah salah satu jenis kanker di organ liver yang tumbuh dari jaringan liver (sel hepatosit). HCC dapat ditangani dengan beberapa tindakan, salah satunya terapi Radiofrequency Ablation (RFA). Terapi RFA menggunakan arus listrik yang dialirkan oleh elektroda yang kemudian membangkitkan panas hingga mencapai temperatur terapeutik untuk membunuh sel kanker. Saat ini sudah cukup banyak elektroda RFA dengan model berbeda yang beredar di pasaran. Model yang berbeda akan menghasilkan pola distribusi temperatur yang berbeda pula. Pada penelitian ini dilakukan simulasi bioheat transfer terapi RFA menggunakan metode elemen hingga dengan bantuan software COMSOL Multiphysics 5.6. Simulasi dilakukan dengan tinjauan hanya sebatas pada jaringan kanker dan normal liver. Variasi yang digunakan berupa model elektroda yang cukup sering dijumpai yakni ada model 1 (Single Radionic Cooled Tip), model 2 (Expendable RITA Model 30) dan model 3 (Starburst XL). Ketiga jenis elektroda kemudiam diaplikasikan dalam terapi RFA pada liver selama 600s dalam 2 tegangan yang berbeda yakni 15V dan 20V. Kemudian hasil yang didapat akan dianalisis dengan meninjau temperatur yang dicapai pada 30 node yang tersebar dalam jaringan kanker dan normal hati. Dari hasil simulasi, apabila diurutkan dari tinngi ke rendah berdasarkan nilai temperatur tertinggi, maka urutannya adalah model 1, model 3 dan model 2. Sedangkan apabila melihat kemerataan panasnya justru malah sebaliknya yakni tertinngi model 2, kemudian model 3 dan model 1. Disimpulkan bahwa untuk mencapai temperatur yang tinggi, desain dengan bentuk active tip terpusat seperti model 1 lebih diunggulkan. Sedangkan untuk mencapai distribusi temperatur yang baik, desain active tip yang melebar seperti model 2 akan membantu dalam distribusi temperatur yang lebih merata

    Pengaruh Media Pendinginan Perlakuan Panas Terhadap Laju Korosi, Porositas, dan Struktur Mikro Propeller Material Al-Si-Zn

    No full text
    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan media pendingin terhadap laju korosi, porositas, dan struktur mikro pada propeller setelah diberikan perlakuan panas dengan bahan Al-Si-Zn. Proses penelitian yaitu melakukan pemanasan sampai suhu 400oC lalu di-holding yang kemudian akan disusul dengan pendinginan secara cepat pada media pendinginan yang berbeda, yaitu air garam, air, oli, dan udara. Hardening dilakukan untuk memperbaiki sifat mekanik propeller agar dapat memiliki sifat tahan aus yang tinggi, kekuatan yang lebih baik, dan untuk mendapatkan kekerasan yang tinggi. Setelah dilakukan hardening maka dilanjutkan dengan pengujian laju korosi, porositas, dan struktur mikro. Pengujian laju korosi dilakukan dengan AUTOLAB PGSTAT 204, pengujian porositas dilakukan dengan pengujian mikro porositas dan pengujian piknometri, dan pengujian struktur mikro menggunakan mikroskop logam dan metode Hillard. Dari hasil pengujian laju korosi didapatkan pada variasi tanpa perlakuan didapat nilai 0,86718 mmpy, pada variasi pendinginan udara didapat nilai 0,73062 mmpy, pada variasi pendinginan oli didapat nilai 0,54419 mmpy, pada variasi media pendinginan air didapat nilai 0,48318 mmpy, dan pada variasi media pendinginan air garam didapat nilai 0,33284 mmpy. Dari hasil pengujian porositas juga didapat variasi tanpa perlakuan pada 7,61484%, variasi pendinginan udara pada 7,52875%, variasi pendinginan oli pada 7,48775%, variasi pendinginan air pada 7,45837%, dan variasi pendinginan air garam pada 7,3554%. Dari pengujian struktur mikro didapatkan bahwa semakin cepat pendinginannya maka ukuran butir akan semakin mengecil, pada variasi tanpa perlakuan didapat diameter 11,65 μm, pada variasi pendinginan udara didapat diameter 10,76 μm, pada variasi pendinginan oli didapat diameter 10,03 μm, pada variasi pendinginan air diapat diameter 9,38 μm, dan pada variasi pendinginan air garam didapat diameter 9,08 μm

    Analisa Perbandingan Sensitivitas Magnetic Particle Testing Menggunakan Metode Visible Wet Dan Wet Fluorescent Terhadap Hasil Pengelasan Yang Dilapisi Coating

    No full text
    Pengelasan logam adalah proses penyambungan logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi yang menghasilkan logam kontinyu. Terdapat beberapa metode untuk meningkatkan kualitas dari hasil proses pengelasan, salah satunya yaitu proses coating. Coating atau biasa disebut pelapisan merupakan bagian akhir dari proses produksi suatu produk. Pengelasan logam dapat menimbulkan permasalahan pada sifat fisik maupun mekanis seperti defect pada logam tersebut. Terdapat beberapa metode untuk menguji material atau produk manufaktur agar produk manufaktur yang dihasilkan berkualitas, salah satunya yaitu metode magnetic particle testing dengan bantuan medan magnet yang memungkinkan menampakkan diskontinuitas menggunakan suatu media (partikel magnetik) yang memiliki daya tarik magnet. Partikel magnetik yang dipakai dibagi menjadi dua yaitu partikel visible dan fluorescent. Kedua partikel magnetik ini memiliki kemampuan mendeteksi cacat atau sensitivitas yang berbeda terhadap benda yang memiliki perlakuan khusus seperti pada benda yang mempunyai ketebalan coating di angka tertentu. Pada penelitian ini, proses inspeksi terhadap spesimen baja ASTM A36 menggunakan metode visible wet dan wet fluorescent. Kedua metode ini diinspeksi menggunakan permanent yoke. Pengujian Visible wet dilakukan dengan menggunakan MPI black ink dan white contrast paint. Sedangkan untuk wet fluorescent, alat yang digunakan yaitu magnaflux 14 hf dan black light. Sebelum pengaplikasian coating, spesimen terlebih dahulu diinspeksi menggunakan visible wet dan wet fluorescent agar mendapatkan hasil indikasi sebelum coating. Setelah proses inspeksi, spesimen baja ASTM A36 yang berjumlah 5 buah dilapisi coating dengan variasi ketebalan 100 mikron; 200 mikron; 300 mikron; 400 mikron; 500 mikron. Setelah itu dilakukan proses inspeksi dengan melihat indikasi yang terlihat pada tiap variasi ketebalan coating. Kemudian membandingkan hasil indikasi sebelum dan sesudah dicoating untuk menemukan sensitivitas dari visible wet dan wet fluorescent. Hasil penelitian ini menunujukkan bahwa sensitivitas wet fluorescent lebih tinggi atau baik daripada sensitivitas visible wet. Sensitivitas wet fluorescent lebih tinggi dikarenakan partikel magnetic magnaflux 14 hf dapat berubah warna seakan-akan memancarkan cahaya dengan bantuan cahaya gelap atau black light sehingga mudah untuk menentukan indikasi cacat pada spesimen. Selain itu variasi penambahan ketebalan coating tidak berpengaruh signifikan terhadap kemampuan pembacaan indikasi apabila ketebalan coating hanya 100 mikron dan ketebalan coating dapat mempengaruhi pembacaan indikasi apabila ketebalan coating lebih atau sama dengan 200 mikron

    Pengaruh Variasi Cairan Pre-Cleaner Terhadap Visualisasi Inspeksi Hasil Pengelasan Menggunakan Metode Non Destructive Test Liquid Penetrant

    No full text
    Kualitas hasil output produksi adalah tujuan utama dari adanya penerapan standar kualitas industri. Oleh karena itu perlu adanya inspeksi pada produk yang akan diproses maupun produk jadi untuk mendeteksi dan menghindari hasil output proses manufaktur yang cacat maupun yang tidak sesuai standar. Inspeksi dapat diartikan sebagai pemeriksaan seksama atau pemeriksaan langsung. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan jenis inspeksi non destructive test (NDT) atau jenis inspeksi tidak merusak. Salah satu metode non destructive test yang umum digunakan karena mudah dalam pemakaian dan murah adalah metode liquid penetrant test. Liquid penetrant test cocok dan efektif digunakan pada pengujian permukaan material logam maupun non logam yang memiliki permukaan tidak berpori. Pengujian liquid penetrant ini dilakukan menggunakan penetran berjenis visible dye penetrant dengan cara aplikasi di brush. Jenis spesimen yang digunakan pada penelitian ini adalah plat baja ASTM A36 karena jenis ini dapat mudah dikerjakan, dilas dan dibentuk. Pada proses precleaning di pengujian ini menggunakan tiga variasi cairan precleaner (SKC-S (solvent cleaner), AQ- 710 (detergent cleaner), dan air) untuk mengetahui pengaruhnya terhadap hasil visual inspeksi tidak merusak dengan metode liquid penetrant yang dilakukan berdasarkan standar ASME BPVC.V-2021. Hasil proses precleaning pada cacat permukaan terhadap spesimen baja ASTM A36 menunjukkan hasil bahwa penggunaan cairan precleaner AQ-710 dan SKC-S terhadap spesimen pada tahap precleaning mempengaruhi dari hasil visual inspeksi dengan jumlah indikasi cacat yang terlihat lebih besar dan jelas daripada penggunaan air sebagai cairan precleaner pada proses precleaning pengujian dengan metode liquid penetrant test. Semakin baik dari cairan cleaner dalam membersihkan kontaminan pada daerah permukaan spesimen yang diuji maka semakin baik pula cairan penetran dapat memasukin celah cacat pada permukaan sehingga mempengaruhi dari hasil visual inspeksi yang berpengaruh pada penerimaan atau penolakan spesimen uji sesuai standar kriteria
    corecore