34 research outputs found

    Analisis Strategi Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang Berbasis Resiliensi (Studi Kasus di Teluk Doreri, Kabupaten Manokwari)

    Get PDF
    Pengelolaan terumbu karang berbasis resiliensi merupakan paradigma baru dan telah menjadi konsep kunci untuk mendukung kemampuan sistem terumbu karang dalam menghadapi tekanan lokal dan dampak perubahan iklim. Pengelolaan berbasis resiliensi mencakup dua aspek penting, yaitu penilaian potensi resiliensi secara spasial dan perencanaan atau strategi pengelolaan yang sesuai dengan kondisi resiliensi sistem terumbu karang. Sejauh ini penelitian-penelitian untuk menentukan indikatorindikator penilaian resiliensi telah mengalami kemajuan yang berarti, namun masih terbatas dalam kerangka kerja untuk merumuskan strategi pengelolaan berdasarkan kondisi resiliensi ekosistem terumbu karang. Penelitian ini mengkombinasikan pendekatan-pendekatan yang berbeda dalam penilaian resiliensi ekosistem terumbu karang, yaitu penilaian potensi rezime/status terumbu karang, penilaian potensi resiliensi dan penilaian potensi tekanan/stres dalam satu kerangka kerja (framework) untuk menentukan tindakan dan strategi pengelolaan ekosistem terumbu karang di kawasan Teluk Doreri, Kabupaten Manokwari. Tujuan penelitian ini adalah: 1) menganalisis status dan potensi rezim-rezim terumbu yang ada di ekosistem terumbu karang; 2) menganalisis potensi resiliensi ekologi terumbu karang; 3) menganalisis potensi tekanan aktivitas manusia terhadap terumbu karang; 4) memodelkan skenario perubahan tekanan terhadap resiliensi dan status terumbu karang; 5) merumuskan strategi pengelolaan yang mendukung resiliensi dan keberlanjutan ekosistem terumbu karang. Penelitian ini akan berkontribusi dalam mengisi kekosongan basis data terumbu karang, menyediakan informasi tentang kondisi terkini resiliensi ekosistem terumbu karang, serta berkontribusi dalam penyempurnaan kerangka kerja yang mengakomodir aspek penilaian resiliensi dalam perencanaan pengelolaan terumbu karang. Penelitian ini menerapkan metode deskriptif dengan observasi lapangan, studi dokumentasi, studi pustaka dan pemodelan statistik sebagai sumber datanya. Variabelvariabel yang digunakan dikelompokkan dalam 3 kelompok variabel, yaitu variabel proses, variabel tekanan dan variabel habitat bentik. Data dikumpulkan dengan menerapkan pendekatan lapangan (observasi dan wawancara), analisis laboratorium dan analisis spasial. Potensi rezim terumbu karang dinilai dengan menerapkan statistik deskriptif (mean±SE), analisis PSI (phase shift index), korelasi PCA, hierarchical cluster, dan K-means cluster. Pola spasial perubahan terumbu karang diperoleh melalui pemrosesan citra satelit Landsat multisensor dan multitemporal. Analisis potensi resiliensi relatif dan potensi tekanan mengikuti metode perhitungan menurut Maynard et al. (2015) yang meliputi proses kompilasi, normalisasi, pengaturan skala satu arah, perhitungan nilai rata-rata, perhitungan nilai potensi relatif dan penentuan ranking lokasi/site. Penentuan tindakan pengelolaan dilakukan melalui kueri nilai potensi resiliensi dan tekanan terhadap kriteria pengelolaan. Analisis persepsi masyarakat dilakukan melalui penerapan metode tabulasi yang didahului proses editing dan coding. Metode hybrid A’WOT diterapkan untuk analisis prioritas strategi pengelolaan ekosistem terumbu karang. Hasil menunjukkan bahwa rata-rata persentase karang hidup di Teluk Doreri 46,75%, dimana tergolong cukup baik, namun demikian ada potensi perkembangan rezim abiotik dan alga yang diperkuat dengan pola spasial tren pengurangan tutupan karang hidup yang cukup tajam dalam kurun waktu 15 tahun terakhir. Potensi resiliensi ekosistem terumbu karang umumnya masih cukup baik berdasarkan indikator-indikator proses resiliensi, namun terdapat kelemahan pada aspek indikator biomassa dan kehadiran kelompok fungsional ikan herbivora. Hampir 50% lokasi yang disurvei menghadapi potensi tekanan atau stress yang tinggi, bahkan 70% lokasi mengalami tekanan tinggi khusus dalam bentuk tekanan penangkapan. Hasil queri terhadap kriteria-kriteria penentuan area target dan tindakan pengelolaan menunjukkan bahwa pengelolaan perikanan dan penegakan hukum adalah prioritas yang utama, disamping juga pemantauan pemutihan karang (bleaching) dan dukungan pemulihan. Prioritas strategi utama adalah meningkatkan keterpaduan antar sektor dan stakeholder dalam pengelolaan terumbu karang, membangun perilaku dan partisipasi aktif masyakat dalam pelestarian dan pengelolaan ekosistem terumbu karang, dan meningkatkan pemantauan kondisi terumbu karang dan efektifitas penegakan hukum. Berdasarkan hasil disarankan program pemantauan jangka panjang juga perlu dilakukan untuk memperoleh tren indikator-indikator proses resiliensi dan tantangan resiliensi. Disamping itu perlu upaya untuk meningkatkan kesadaran, pemahaman, serta dukungan dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang mulai dari proses perencanaan sampai pengawasan dan evaluasi

    Analisis Karakteristik Pasang Surut Perairan Pelabuhan Serui Menggunakan Metode Admiralty Dan Naotide

    No full text
    Penelitian tentang analisi pasang surut perlu dilakukan karena pasang surut merupakan fenomena alam yang dapat mempengaruhi wilayah pesisir, transportasi laut, keselamatan pelayaran, dan sebagainya. Pasang Surut itu sendiri dapat diartikan sebagai pergerakan naik turunnya situasi laut secara periodik dalam skala yang luas. Istilah pasut umumnya dikaitkan dengan proses naik turunnya posisi laut secara periodik yang disebabkan oleh magnet benda- benda luar angkasa, terutama matahari dan bulan, terhadap jutaan air di bumi. Pelabuhan Serui merupakan salah satu pelabuhan yang padat akan tranportasi laut dimana banyak kapal laut yang akan bersandar di pelabuhan tersebut. Sedangkan untuk Perairan Serui berada pada sisi selatan pelabuhan serui dimana data pasang surut perairan tersebut sangat dibutuhkan untuk transportasi kapal yang ingin bersandar. Penelitian ini dilakukan dengan dua tahap yaitu pengambilan data lapang dan pengolahan data pasut tersebut. Pengambilan data lapang dilakukan di Perairan Pelabuhan Serui, Papua pada tanggal 14 April hingga 12 Mei 2017. Pada pengambilan data, peneliti tidak melakukan pengambilan data secara langsung melainkan diperoleh dari Pusat Hidrografi dan Oceanografi TNI- AL (PUSHIDROSAL). Selain itu peneliti juga menambahkan data sekunder dari website opensource dari Badan Informasi dan Geospasial (BIG) sebagai pembanding dari kedua metode. Pada pengolahan data pasang surut digunakan software untuk menjalankan perhitungan pasang surut yaitu Microsoft Excel. Sedangkan metode yang digunakan untuk menghitung prediksi pasang surut adalah NaoTide. Pada perhitungan admiralty menghasilkan komponen-komponen pasut untuk mengetahui jenis dan karakteristik dengan menggunakan rumus formzahl. Hasil yang diperoleh dari perhitungan Admiralty dan NaoTide menunjukkan hasil yang sama bahwa perairan di Pelabuhan Serui dikategorikan pasang surut condong harian ganda. Sedangkan pada pengolahan data BIG pada tahun 2017-2020 pada bulan yang sama didapatkan hasil pasut campuran condong harian ganda. Hal itu menunjukkan kecocokan dari berbagai metode dan data yang digunakan pada penelitian. Selain itu, dari berbagai metode dan data yang digunakan memiliki keunggulan dan kekurangan masing-masin

    Analisis Spasial Daerah Tergenang Banjir Rob dan Dampaknya Terhadap Penggunaan Lahan di Wilayah Kota Tegal Jawa Tengah

    No full text
    Kota Tegal merupakan salah satu kota yang terdapat di Provinsi Jawa Tengah, di mana letaknya berbatasan langsung dengan Pantai Utara Pulau Jawa. Wilayah utara Kota Tegal memiliki nilai elevasi yang rendah, yaitu 0-3 mdpl. Hal tersebut menyebabkan wilayah Kota Tegal berpotensi terdampak banjir rob. Tingginya potensi banjir rob di wilayah pesisir Kota Tegal menyebabkan perlu adanya upaya mitigasi. Pembuatan peta model genangan banjir rob dan dampaknya terhadap penggunaan lahan merupakan salah satu upaya untuk membantu memberikan informasi mengenai besar dampak yang ditimbulkan dari fenomena banjir rob yang selanjutnya dapat digunakan sebagai salah satu informasi dasar dalam membentuk rencana mitigasi. Penelitian tentang daerah tergenang banjir rob dan dampaknya terhadap penggunaan lahan di wilayah Kota Tegal, Jawa Tengah dilakukan pada bulan Juli - Desember 2022. Pemodelan genangan banjir rob menggunakan metode Raster Calculator yang membutuhkan data DEM sebagai parameter elevasi dataran dan data pasang surut sebagai parameter ketinggian banjir rob. Perhitungan luas genangan rob menggunakan tools Calculate Geometry yang terdapat pada software ArcGIS 10.3. Prediksi genangan banjir rob dihitung dengan nilai tren kenaikan muka air laut Kota Tegal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketinggian banjir rob pada tahun 2021 dengan nilai tertinggi terjadi pada bulan November, yaitu dengan nilai 0,83 meter dan total luas wilayah Kota Tegal yang terdampak banjir rob adalah 678,31 ha. Wilayah yang berpotensi tinggi terdampak genangan banjir rob di Kota Tegal adalah wilayah pesisir meliputi Kecamatan Margadana, Kecamatan Tegal Barat, dan Kecamatan Tegal Timur. Kecamatan Tegal Selatan tidak berpotensi terdampak banjir rob disebabkan wilayahnya memiliki elevasi yang lebih tinggi. Penggunaan lahan di Kota Tegal yang dominan terdampak banjir rob adalah area tambak, yaitu seluas 372,82 ha atau 78,69% dari total luas penggunaan lahan tambak di Kota Tegal. Faktor utama kawasan tambak berpotensi tinggi terdampak banjir rob karena terletak di wilayah pesisir yang memiliki nilai elevasi rendah. Hasil analisis ketinggian banjir rob pada prediksi 5 tahun (tahun 2026) adalah 0,96 meter, sedangkan pada prediksi 10 tahun (tahun 2031) adalah 1,08 meter. Diketahui luas genangan banjir rob akan semakin meningkat setiap tahunnya. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor terutama kenaikan muka air laut yang disebabkan oleh pemanasan global

    Pemetaan Sebaran Mangrove menggunakan Citra Satelit Landsat 8 dan Unmanned Aerial Vehicle (UAV) di Kawasan Pengelolaan Clungup Mangrove Conservation (CMC) Tiga Warna, Kabupaten Malang, Jawa Timur.

    No full text
    Mangrove merupakan vegetasi khas yang ditemukan hidup di daerah pantai dan muara sungai yang kehidupannya dipengaruhi oleh arus dan pasang surut air laut. Inventarisasi yang dilakukan di areal hutan mangrove secara terestrial akan sangat sulit dan terkendala dari permasalahan waktu, biaya dan tenaga. Oleh karena itu, dibutuhkan alternatif dalam mengatasi hal tersebut. Alternatif yang dipandang sesuai dan mampu dalam mengamati hutan mangrove tanpa bersentuhan langsung dengan objek yaitu menggunakan teknologi penginderaan jauh. Kawasan Clungup Mangrove Conservation (CMC) Tiga Warna merupakan destinasi ekowisata di Kabupaten Malang yang memiliki luas area konservasi mangrove mencapai 71 hektar dan dikelola oleh kelompok masyarakat bernama ‘Bhakti Alam Sendang Biru’. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melanjutkan model dari studi kasus yang pernah dilakukan sebelumnya. Pemanfaatan citra resolusi menengah menggunakan citra satelit Landsat 8 dianggap mampu untuk mengidentifikasi keberadaaan sebaran mangrove, akan tetapi belum mampu mengidentifikasi hingga sebaran spesies mangrove. Oleh sebab itu, penelitian ini juga memanfaatkan citra resolusi tinggi menggunakan teknologi Unmanned Aerial Vehicle (UAV) drone untuk menganalisis sebaran jenis mangrove pada daerah Clungup Barat 1, yang berada di kawasan CMC Tiga Warna dengan metode pendekatan berbasis objek yaitu Object - Based Image Analysis (OBIA). Selanjutnya, akan dilakukan validasi dengan objek sampel di lapangan (uji akurasi). Penentuan titik referensi untuk pengambilan sampel di lapangan menggunakan metode purposive sampling kemudian sampel dianalisis untuk mengetahui komposisi jenis mangrove dan Indeks Nilai Penting (INP) jenis mangrove pada daerah tersebut. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa sebaran mangrove di kawasan CMC Tiga Warna memiliki luas distribusi sebesar 57,96 ha berdasarkan klasifikasi citra Landsat 8. Komposisi jenis mangrove yang ditemukan pada Clungup Barat 1 terdiri atas 8 (delapan) jenis komponen mangrove mayor, 2 (dua) jenis komponen mangrove minor dan 7 (tujuh) jenis komponen mangrove asosiasi. Struktur vegetasi mangrove menunjukkan Indeks Nilai Penting tertinggi dari jenis mangrove pada daerah Clungup Barat 1 berdasarkan kategori pertumbuan yaitu spesies Sonneratia alba (pohon) dan Ceriops tagal (belta dan semai). Dari hasil uji akurasi yang telah dilakukan, tingkat akurasi pemetaan mangrove menggunakan citra UAV cukup tinggi yaitu sebesar 86,05% (Akurasi Keseluruhan)

    Pemanfaatan Citra Sentinel-2 untuk Mendeteksi Kesehatan Mangrove di Resort Bama, Taman Nasional Baluran

    No full text
    Hutan mangrove merupakan komunitas tumbuhan yang berada di daerah intertidal, dengan kemampuannya untuk beradaptasi, hutan ini mampu hidup di wilayah yang ekstrem. Hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem yang paling produktif, dengan memiliki fungsi ekologi, ekonomi, dan budaya yang tinggi. Namun, dari tahun ke tahun luasan hutan mangrove semakin berkurang, hal ini dikarenakan kegiatan antropogenik yang semakin tinggi. Pemantauan hutan mangrove bertujuan untuk memberikan informasi kepada pengelola kawasan untuk mengembangkan kebijakan dan mengatur pengelolaan berkelanjutan. Dengan adanya penginderaan jarak jauh, memudahkan kita untuk melakukan pemantauan dan analisis kesehatan hutan mangrove. Penelitian dilakukan di Resort Bama, Taman Nasional Baluran, Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur pada bulan Mei 2022. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kemampuan citra sentinel-2 untuk analisis kesehatan mangrove di suatu wilayah. Pada penelitian ini, metode yang digunakan adalah Mangrove Health Index (MHI). MHI berfungsi untuk menentukan kesehatan mangrove disuatu wilayah dengan parameter penting tutupan mangrove (C), Diameter (DBH), dan Kerapatan pancang (Nsp). Dengan struktur komunitas yang baik akan mendukung kehidupan biotik maupun abiotik di sekitarnya. Kategori MHI antara lain kategori MHI Poor MHI 0 ≤ 33.33%, Moderate 33.33 66.67. Formulai MHI ini merupakan gabungan dari beberapa indeks vegetasi antara lain Normalized Burn Ratio (NBR), Green Chlorophyll Index (GCI), Structure Insensitive Pigment Index (SIPI), dan Atmospherically Resistant Vegetation Index (ARVI). Rumus MHI yang digunakan pada penelitian ini MHI = 102.12*NBR - 4.64*GCI + 178.15*SIPI + 159.53*ARVI - 252.39. Sampling data lapang menggunakan metode stratisfied random sampling dengan transek 10m x 10m. Pengolahan data citra dilakukan di Google Earth Engine (GEE) melalui proses pengunduhan citra, pemotongan citra, memunculkan false color untuk membedakan area mangrove dan non-mangrove, dan memasukkan formula pada GEE. Dari pengolahan data citra diperoleh luasan hutan mangrove sebesar 111,72 Ha. Dari total luasan hutan mangrove yang ada di Resort Bama kemudian dikelompokkan menjadi 3 kelas, yaitu: poor, moderate, dan excellent. Pengolahan data citra menghasilkan kategori poor sebesar 9,01 Ha, moderate sebesar 37,78 Ha, dan excellent sebesar 64,93 Ha. Berdasarkan pengolahan data, didapatkan nilai R² sebesar 87,7% yang berarti bahwa kemampuan nilai MHI citra dalam menjelaskan variasi nilai MHI lapang sebesar 87,7%. Didapatkan nilai R² > 0,67 yang berarti MHI citra dan MHI lapang memiliki hubungan yang kuat. 1. Asumsi normalitas data terpenuhi di mana nilai Asymp. Sig. (2-tailed) 0,2 > 0,05. Over atau under estimated nilai MHI bisa terjadi karena adanya perbedaan waktu dari pengambilan data citra dan pengambilan data lapang. Selain itu, faktor-faktor seperti kualitas citra, atmosfer, dan tutupan awan dapat mempengaruhi keakuratan hasil penginderaan

    Karakterisasi Mikroplastik via Spektroskopi Raman pada Kerang Hijau (Perna viridis) dan Air Laut di Perairan Cilincing, Jakarta

    No full text
    Selain bersifat non-biodegradable, mikroplastik dapat menjadi media untuk menyerap senyawa hidrofobik beracun di lingkungan sekitarnya seperti perairan laut. Mikroplastik menghadirkan risiko dan ancaman kontaminasi besar bagi biota filter feeder di ekosistem laut seperti kerang hijau (Perna viridis). Meskipun tren penelitian terkait mikroplastik di perairan laut dan kontaminasinya terhadap kerang hijau banyak dilakukan, namun tidak banyak data yang menyajikan hasil temuan mikroplastik di perairan Cilincing, Jakarta. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kontaminasi mikroplastik pada kerang hijau yang dibudidayakan di perairan Cilincing, Jakarta serta air laut di wilayah tersebut dari aspek karakteristik (jenis, ukuran, warna) serta jenis polimer mikroplastiknya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan dari ulasan literatur kuantitatif sistematis yang telah dilakukan dengan pendekatan PRISMA (Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-analysis). Preparasi dan pengamatan sampel dilakukan di Laboratorium Terpadu Riset Oseanografi (Laterio). Penggunaan Spektroskopi Raman dalam analisis polimer mikroplastik menjadi studi pertama yang dilakukan di perairan Cilincing, Jakarta. Pengambilan sampel kerang hijau langsung menggunakan tangan dibantu oleh nelayan kerang dengan purposive sampling pada 15 sampel kerang hijau dan jaring plankton digunakan untuk mengambil sampel air sebanyak 250 ml. Pengambilan sampel dilakukan di 3 lokasi bagan tancap kerang. Pengukuran morfologi dilakukan pada kerang hijau terkait panjang, lebar, tinggi dan berat daging kerang, destruksi sampel menggunakan H2O2 30% dan NaCl jenuh, proses penyaringan sampel dilakukan sebelum penghitungan partikel mikroplastik dengan mikroskop digital. Sampel dianalisis polimernya menggunakan Spektroskopi Raman dengan parameter akuisisi yang disesuaikan pada alat. Hasil penelitian berhasil menunjukan bahwa kerang hijau (Perna viridis) dan air laut di seluruh stasiun pengambilan sampel perairan Cilincing terkontaminasi mikroplastik jenis fiber, fragmen, serta film dengan sepuluh variasi warna. Rata-rata kelimpahan total mikroplastik di kerang hijau sebesar 16,83 ± 1,320 partikel/g dengan fiber sebagai jenis dominan dan hitam sebagai warna dominan. Rata-rata kelimpahan total mikroplastik di air laut sebesar 2361,11 ± 869,46 partikel/m3 dengan film sebagai jenis dominan dan transparan sebagai warna dominan. Ukuran dominan pada kedua sampel adalah 100-500 μm. Jenis polimer mikroplastik yang ditemukan berjumlah 12 polimer dengan persentase 5,08% dari ukuran 1000-5000 μm. Kelimpahan mikroplastik tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antar 3 lokasi pengambilan sampel dengan P-value > 0,05, F = 0,229 untuk kerang hijau dan P-value > 0,05, F = 0,368 untuk air laut. Hasil ini dapat memberikan informasi berharga tentang level urgensi yang sama di setiap stasiun dalam pengelolaan mikroplastik di perairan Cilincing, Jakarta

    Pemetaan Batimetri Perairan Dangkal Berbasis Data Citra Satelit Sentinel-2A Dan Citra Satelit Landsat 8 Di Perairan Teluk Prigi, Kabupaten Trenggalek

    No full text
    Tinggi rendahnya dasar laut dikenal dengan batimetri, sehingga informasi batimetri di Indonesia sangat dibutuhkan untuk menunjang alur pelayaran kapal. Dengan sifat perairan yang dinamis menjadikan kajian batimetri perlu dilakukan secara berkelanjutan, khusunya pada Teluk Prigi dikenal memiliki keunggulan pada sumberdaya alamnya sebagai tempat rekreasi, pariwisata, ekowisata, serta pusat terbesar Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN Prigi). Saat ini data batimetri diambil memakai echosounder yang dipasang pada kapal. Namun, teknik ini dirasa kurang akurat dan efisien karena tidak dapat mengukur kedalaman secara menyeluruh yang dibatasi satuan waktu dan posisi titik beban pada kapal. Karena itu, perlu adanya metode alternatif baru, Satellite Derived Bathymetry (SDB) merupakan metode terbaru dalam bidang penginderaan jauh yang memanfaatkan data citra satelit dengan menggunakan algoritma untuk memperoleh informasi kedalaman perairan. Dalam penelitian ini menggunakan citra satelit Sentinel-2A dan Landsat 8 untuk mendapatkan nilai kedalaman dan juga topografi dasar laut. Metode penelitian dilakukan menjadi beberapa proses. Proses pertama dengan mengidentifikasi serta merumuskan masalah dan mencari referensi pendukung. Proses kedua dengan pengumpulan data penelitian. Proses ketiga melakukan pengolahan data penelitian. Proses keempat dengan menyajikan hasil dari pengolahan data batimetri serta proses terakhir menganalisis hasil. Proses pengolahan data dibagi menjadi tiga proses, yakni pengolahan data insitu kedalaman perairan, Pengolahan data citra satelit Sentinel-2A dan Landsat 8, hal ini bertujuan untuk mengestimasi kedalaman perairan dengan citra satelit dibutuhkan pengaplikasian algoritma Stumpf. Setelah memperoleh data kedalaman relatif pada citra tersebut, dilakukan regresi linier sederhana, hal ini bertujuan untuk menghasilkan nilai kedalaman sesungguhnya (absolut) pada citra satelit. Kemudian hasil kedalaman dilakukan penyajian dan analisis pada peta batimetri. Fokus penelitian ini yaitu membandingkan perhitungan rasio band citra satelit Sentinel-2A dan Landsat 8 dengan kedalaman insitu agar tercipta hasil yang lebih akurat. Hasil analisis yang penulis dapatkan, pada perairan Teluk Prigi menghasilkan rentang kedalaman 4,92 m sampai 67,61 m, Hasil analisis pada citra satelit Sentinel-2A memiliki rentang kedalaman 7,92 m sampai 85,27 m, Hasil analisis pada citra satelit Landsat 8 memiliki rentang kedalaman 7,05 m sampai 57,10 m. Hasil regresi antara kedalaman relatif citra Sentinel-2A dan kedalaman in-situ memberikan koefisien determinasi (R2) 0,5437, koefisien korelasi (r) 0,737, RMSE 13,194, dan galat (NMAE) 34,99. Sedangkan hasil analisis yang dihasilkan pada citra Landsat 8 menghasilkan nilai yang lebih baik dengan memberikan nilai koefisien determinasi (R2) 0,6287, koefisien korelasi (r) 0,792, RMSE 12,697, dan galat (NMAE) 28,48. Faktor yang mampu mempengaruhi perubahan dalam mengestimasi kedalaman perairan menggunakan citra satelit dikarenakan adanya nilai reflektan (albedo) yang menimbulkan absorpsi dan scattering

    Pemanfaatan Data Citra Satelit MODIS dan GAM untuk Menjelaskan Distribusi Daerah Penangkapan Ikan Cakalang di Perairan Selatan Jawa

    No full text
    Perairan Selatan Jawa dipengaruhi langsung oleh Samudra Hindia dan merupakan perairan yang memiliki keunikan yaitu terjadinya upwelling. Ikan cakalang merupakan ikan pelagis besar yang melakukan migrasi untuk mencari kondisi lingkungan yang cocok untuk kebutuhan hidupnya. Ikan cakalang adalah salah satu sumberdaya perikanan yang tergolong dalam ikan ekonomis penting yang banyak ditemukan di perairan selatan Jawa. Beberapa faktor yang memengaruhi distribusi ikan cakalang antara lain SPL, chl-a, dan salinitas. Keterbatasan pengetahuan dalam menentukan daerah penangkapan ikan menjadi permasalahan bagi nelayan. Pemanfaatan penginderaan jauh dan SIG dapat mempermudah nelayan mencari ikan dengan lebih efektif dan efisien. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data hasil tangkapan yang didapatkan dari Pelabuhan Perikanan (PPS) Cilacap dan (PPP) Pondokdadap. Data oseanografi yaitu SPLdan chl-a didapatkan dari satelit Aqua MODIS Level 3 dan salinitas dari CMEMS. Analisis data yang digunakan adalah analisis GAM dengan indikasi nilai AIC terendah dan CDE tertinggi. Nilai CPUE dihitung untuk mengetahui tingkat produktivitas dari hasil tangkapan per jumlah trip. Variabilitas parameter oseanografi yang potensial terhadap titik penangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) di PPS Cilacap yaitu SPL 26,5 – 28°C , Chl-a 0,1 – 0,2 mg/m3, dan SSS 34 – 34,5 ppt, untuk PPP Pondokdadap yaitu SPL 26,5-27,5°C, Chl-a 0,1 – 0,3 m/m3, dan SSS 34 – 34,5 ppt. Berdasarkan analisis GAM, model terbaik dan tepat yang digunakan dalam penentuan daerah penangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) adalah model 7 yaitu gabungan ketiga parameter (SPL, chl-a, dan SSS) dengan nilai AIC dan CDE pada model 7 adalah 19970,38 dan 4,82 %

    Analisis Perubahan Garis Pantai di pesisir Kecamatan Bantur, Gedangan, dan Sumbermanjing Wetan Malang Jawa Timur Dengan Metode Digital Shoreline Analysis System

    No full text
    Kecamatan Bantur, Kecamatan Gedangan, dan Kecamatan Sumbermanjing Wetan merupakan kecamatan yang berada di Kabupaten Malang. Ketiga kecamatan ini memiliki banyak sekali daerah wisata, salah satunya merupakan wisata pantai. Letak geografis Pantai Selatan Malang berhadapan langsung dengan Samudra Indonesia, hal itu menyebabkan jarak fetch atau jarak angin konstan (tanpa rintangan) tinggi dan menimbulkan gelombang ekstrim. Gelombang bisa menimbulkan energi untuk proses terbentuknya pantai, menimbulkan arus dan transport sedimen dan menimbulkan gaya yang bekerja pada bangunan pantai. Oleh karena itu perlu diadakan penelitian untuk menjaga ekosistem Pantai Selatan Kabupaten Malang kedepannya, salah satunya ialah perubahan garis pantai. Peta perubahan garis pantai di Wilayah pesisir Kabupaten Malang dibutuhkan untuk mengetahui bagaimana perubahan garis pantai didaerah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan garis pantai yang terjadi di Kecamatan Bantur, Kecamatan Gedangan, dan Kecamatan Sumbermanjing Wetan pada tahun 2010 – 2020 dengan selang waktu dua tahun. Penelitian ini menggunakan data citra satelit Landsat yang kemudian diolah pada aplikasi ENVI 5.2 untuk dilakukan koreksi radiometrik dan thresholding yang kemudian diolah di aplikasi ArcGIS 10.8 untuk dibuat peta. Perhitungan jarak perubahan garis pantai menggunakan Digital Shoreline Analysis System yang merupakan fitur tambahan pada ArcGIS. Selain itu penelitian ini juga menghitung tinggi signifikan gelombang dan arah dan kecepatan angin yang merupakan salah satu faktor penyebab perubahan garis pantai. Data tinggi gelombang signifikan dan data angin didapatkan dari Climate Data Store Copernicus yang kemudian akan diolah pada aplikasi Microsoft excel untuk dicari rata ratanya, dan data angin akan dibuat wind rose di aplikasi WRPLOT View. Hasil dari penelitian ini berupa peta perubahan garis pantai dalam rentang waktu 2010 – 2012, 2012 – 2014, 2014 – 2016, 2016 – 2018, dan 2018 – 2020. Berdasarkan hasil perhitungan DSAS pada lokasi penelitian dominan terjadi abrasi dengan sedikit akresi. Abrasi terbesar terjadi di Bantur dengan jarak perubahan - 253.01 meter dan laju perubahan -25.95 m/tahun. Hal ini diduga terjadi karena besarnya tinggi gelombang signifikan pada lokasi penelitian dimana setelah dilakukan pengolahan data didapat hasil rata rata tinggi gelombang signifikan pada lokasi penelitian berkisar antara 1,8 – 2 meter dan paling tinggi terjadi pada tahun 2012 dan 2020 dengan gelombang rata rata per tahun setinggi 1,97 meter. Tingginya gelombang tentu berhubungan dengan kecepatan dan arah angin pada lokasi penelitian, yang didapatkan hasil rata rata kecepatan angin yang terjadi berkisar antara 3 – 4,5 m/s dan rata rata paling tinggi terjadi pada tahun 2018 dengan rata rata kecepatan angin 4,11 m/s dengan dominannya arah angin berhembus dari arah timur

    Pemetaan Daerah Potensial Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) Di Perairan Selatan Jawa Timur Menggunakan Pelagic Habitat Index

    No full text
    Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) merupakan salah satu spesies ikan tuna yang memiliki produksi relatif tinggi di Indonesia. Volume produksi ikan Cakalang di Indonesia pada tahun 2019 mencapai 550,61 ribu metrik ton dengan persentase sebesar 43% dari seluruh tuna di Indonesia. Persebaran ikan cakalang sangat luas salah satunya di perairan Selatan Jawa Timur. Perairan ini merupakan tempat terjadinya fenomena upwelling yang menyebabkan kelimpahan klorofil-a (chl-a) di permukaan laut dan mengindikasikan kelimpahan ikan. Kelimpahan klorofil-a ini sering dijadikan salah satu parameter untuk prediksi daerah potensial penangkapan ikan. Selain itu, terdapat parameter lain seperti SST (Sea Surface Temperature) dan SSS (Sea Surface Salinity) yang digunakan untuk prediksi namun keakuratan dari prediksi tersebut masih kurang. Oleh karena itu dibutuhkan prediksi yang lebih akurat dengan menambah parameter lain yakni MLD (Mixed Layer Depth). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prediksi daerah penangkapan ikan cakalang berdasarkan parameter oseanografi menggunakan Pelagic Habitat Index (PHI) yang diperkuat hubungannya dengan analisis GAM (Generalized Additive Model). Data tangkapan dan koordinat tangkapan diperoleh dari PPP Pondokdadap, Malang. Berdasarkan pengolahan data didapatkan hasil bahwa nilai SST tertinggi pada Musim Peralihan 1 dengan rata – rata sebesar 29,54°C, dan terendah pada Musim Timur dengan rata – rata sebesar 27,96°C. Hasil pengolahan chl-a menunjukkan nilai tertinggi pada Musim Barat dengan rata – rata sebesar 0,12 mg/m3, dan terendah pada Musim Timur dengan rata – rata sebesar 0,39 mg/m3. Hasil pengolahan SSS menunjukkan nilai tertinggi pada Musim Peralihan 2 dengan rata – rata sebesar 33,97 ppt, dan terendah pada Musim Peralihan 1 dengan rata – rata sebesar 33,34 ppt. Hasil pengolahan MLD (Mixed Layer Depth) menunjukkan nilai tertinggi pada Musim Timur dengan rata – rata sebesar 7,83 m, dan terendah pada Musim Barat dengan rata – rata sebesar 7,65 m. Berdasarkan pengolahan CPUE didapatkan hasil dengan nilai terendah sebesar 350,83 kg/trip pada Januari 2022, dan nilai tertinggi mencapai 120.897 kg/trip pada bulan April 2022. Berdasarkan pengolahan model GAM didapatkan smoothing curve yang menunjukkan bahwa nilai SST optimum pada tangkapan ikan cakalang berkisar antara 28,7-30,2°C, chl-a berkisar antara 0,1 – 0,2 mg/m3, SSS berkisar antara 33,75 – 34,3 ppt, dan MLD berkisar antara 15 – 26 m. Berdasarkan pemodelan statistik GAM diperoleh model terbaik dari kombinasi SST, chl-a, SSS, dan MLD dengan nilai Nilai AIC sebesar 17378,37 dan CDE sebesar 20,60%. Daerah potensial penangkapan ikan cakalang dengan probabilitas tinggi tersebar pada koordinat 10-11 °LS dan 110,9 – 114,5 °BT dan pada Musim Peralihan 1. Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi untuk pemerintah guna pengembangan perikanan berkelanjutan
    corecore