50 research outputs found
PEMBENTUKAN RUANG EKSKLUSIF - PINGGIR KOTA PADA MASYARAKAT HETEROGEN (Studi Kasus: Permukiman Pinggiran Kota Malang)
Permukiman pada dasarnya menggambarkan karakter masyarakat penghuninya, termasuk bagaimana
masyarakat bermatapencaharian maupun mempertahankan diri. Pada masyarakat perkotaan yang
semakin individualistis, maka upaya untuk mempertahankan diri maupun lingkungannya dilakukan
melalui berbagai cara, mulai dari membangun pagar, memberi pengamanan CCTV, pos kamling,
maupun menggunakan cara lebih “modern” yakni sistem satu pintu dengan satpam keliling
permukiman secara periodik. Fenomena yang muncul adalah semakin banyaknya perumahan yang
mengunakan satu pintu dan juga pada waktu malam ujung jalan diberi portal sehingga akses masuk
menjadi terbatas, dan semua ditujukan untuk satu hal, yakni permukiman yang aman dan nyaman.
Pada satu sisi keamanan dan kenyamanan lebih terjamin, tetapi pada sisi lain hal ini justru menjadikan
masyarakat kota semakin terkotak-kotak dan semakin terbatas interaksinya.
Permukiman di wilayah pinggiran Kota Malang, dibangun oleh masyarakat maupun pengembang juga
menunjukkan adanya pembatasan ruang dengan membentuk “ruang eksklusif”, dimana setiap
perumahan diberi pagar keliling, dan setiap pintu masuk dilengkapi dengan portal. Pada wilayah
pinggiran Kota Malang, ini dihuni oleh masyarakat yang heterogen sehingga keberadaan portal dirasa
memberikan kemananan dan kenyamanan, tetapi pada sisi lain masyarakat yang lebih guyup justru
merasakan ketidaknyamanan disebabkan antar kelompok (RT) semakin terasa dan cenderung
mengelompok pada lingkungan yang lebih kecil. Dengan demikian diperlukan sistem pengamanan
yang lebih memasyarakat sesuai dengan keguyuban mereka.
Kajian ini dilakukan dengan menggunakan metode wawancara mendalam dan partisipatif untuk
memperoleh gambaran kebutuhan akan keamanan dan kenyamanan dalam bermukim, juga
menggunakan pendekatan kualitatif untuk mendiskripsikan pengalaman nyata sebagai salah satu
penghuni. Hasil akhir kajian ini adalah untuk memberikan sumbangan konsep pembentukan ruang
eksklusif pada masyarakat yang heterogen dan secara operasional upaya artifisial maupun partisipatif
dalam membentuk ruang yang aman dan nyaman
ANALISIS KINERJA PELESTARIAN KAWASAN KAMPUNG ADAT PALLAWA SUKU TORAJA
Pelestarian merupakan suatu bentuk upaya untuk memelihara, mengamankan, melindungi, memanfaatkan, dan mengelola suatu peninggalan pusaka, baik berupa artefak, bangunan, maupun suatu kawasan sesuaidengan keadaannya dan mengoptimalkan peninggalan tersebut sehingga dapat memberi ingatan pada masa lalu tetapi memperkaya masa kini.(Nurini, 2011). Pelestarian warisan budaya merupakan isu penting dansemakin mengemuka di Indonesia, hal ini dilatarbelakangi dengan semakin banyaknya warisan budaya yang hilang dan rusak atas kurangnya kepedulian terhadap peninggalan pusaka yang merupakan salah satupembentukidentitas bagi sebuah bangsa.Sebagai bangsa yang memiliki identitas atas keberagaman berbagai suku dan budaya makapatutlah kita menjaga serta melestarikan warisan budaya tersebut sehingga kelak berkelanjutanbagigenerasi yang akan datang. Dalam Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional/ RIPPARNAS (PP Nomor 50 tahun 2011) Toraja masuk dalam 88 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) yang tersebar di 33 Propinsi di Indonesia, dan di tahun 2013 permukiman adat Toraja telah ditetapkan 5 prioritas KSPN Sanjiwani dan Kurnia, 2014). Toraja merupakan daerah tujuan wisata (DTW) di Indonesia yang memiliki obyek wisata budaya yang merupakan wisata unggulan bagi Provinsi Sulawesi Selatan, karena mempunyai kehidupan kebudayaan asli berupa rumah adat (Tongkonan), upacara kematian (Rambu Solo), kuburan alam (Liang), dan tarian (Pagellu)(Sanjiwaniet al, 2014).. Karena daya tarik keindahan alam dan budayanya wilayah Toraja dinominasikan sebagai UNESCO World Heritage Sitespada tahun 1995 (Sanjiwani et al, 2014), dan masuk dalam dalam daftar tentatif situs warisan dunia UNESCO pada tahun 2009.Suku Torajamerupakan salah satu suku di Indonesia yang terkenal akan budaya dan adat istiadatnya baik berupa tarian, rumah adat, upacara dan ritual adat serta berbagai wujud unsur budaya lainnya. Tongkonanmerupakan bangunan adat Suku Torajayang berfungsi sebagai pusat pemerintahan, pusat kekuasaan adat, dan pusat perkembangan kehidupan sosial budaya masyarakat Toraja. (Palebangan, 2007). Sebagai pusat yang memiliki berbagai peran dalam kehidupanbudayamasyarakat Toraja maka Tongkonanmerupakan simbol identitas suku masyarakat Toraja yang melekat dan tidak terpisahkan dari budaya dan adat istiadat Suku Toraja, termasuk salah satunyaberupa aturan atau kepercayaan yang mengatur tentangTongkonanyang disebut dengan Aluk todolo. Aluk todolomerupakan keseluruhan aturan keagamaan dankemasyarakatan bagimasyarakat Toraja dahulu, kini, dan yang akan datang. (Palebangan, 2007:80). Aturan serta larangan keagamaan dan kemasyarakatan tersebut juga bertujuandalam mengatur keberadaan kawasan Tongkonanguna menjaga serta melestarikan Tongkonanhingga turun -temurun sampai padagenerasi yang akan datang yang dikenal dengan aturan Aluk banua.Salah satu kawasan kampung adat Tongkonandi Torajayang juga sarat akan aturan dan kepercayaan Aluk todoloadalah TongkonanPallawa’yangberdiri kurang lebih sekitar tahun 1788 terletak di Desa Pallawa’Kecamatan Sesean Kabupaten Toraja Utara.Kampung adat Pallawa’memiliki peran penting perjalanan sejarah bagi Desa Pallawa’yang merupakan cikal bakal terbentuknya Desa Pallawa’dimanadahulu merupakan benteng pertahanan dan pusat pemerintahan bagi Desa Pallawa’.Kawasan kampung adat Pallawa’ ditetapkansebagai cagar budaya melalui Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No 09/PW.007/MKP/2007. Saat ini kawasan kampung adat Pallawa’terdiri dari 11 (sebelas) rumah adat Tongkonandan 17 (Tujuh belas) lumbung padi (Alang sura’). Pola tatanan bangunan Tongkonandi kampung ada Pallawa’masih bertahan sampai saat ini walaupun terdapat beberapa perubahan fisik bangunan akibat faktor usia maupun faktor aktivitas manusia, terlihat dari kondisi kawasan yang kurang terpelihara serta terdapat bagian–bagian bangunan yang sudah rusak. Melihat peran sejarah kampung adat Pallawa’terhadap budaya Suku Torajaserta kondisi kawasan yang kurang terpelihara dan jauh dari konsep pelestarian makapenyusunan penelitian ini bertujuan untuk menilai kinerjapelestarian kampung adat Pallawa’sebagai pusaka warisan budaya Suku Torajaberdasarkan aturan kepercayaan Aluk todolo
PENGEMBANGAN KONSEP STRUKTURALISME, DARI STRUKTUR BAHASAKE STRUKTUR RUANG PERMUKIMAN
The development of structuralism concept, from linguistic
structure to settlement spatial structure. Structuralism concept by Ferdinand de Saussure has widely spread to others, such as Levi Strauss
that has widely impact in cultural phenomena. Research on Sasak settlement showed that spatial structured followed in some social structure principal regarding Levi Strauss structuralism. Using ethnographic model can be observed that Sasaks culture always change
which is not studied by structuralism. Thus, there is an opportunity to
revise structuralism concept especially in relation to settlement
Pengembangan Berkelanjutan Penyediaan Infrastrukstur Pada Kawasan Pemukiman Secara Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan menjadi sebuah keniscayaan yang harus dilakukan dan menjadi sentral pembahasan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Pada dasarnya terdapat tiga pilar keberlanjutan, yakni keberlanjutan secara fisik, sosial dan ekonomi sebagai satu kesatuan. Dalam konteks perkotaan pembangunan berkelanjutan ini menyangkut dimensi yang sama, sebagai sebuah entitas maka Perkotaan juga harus direncanakan dan dikembangkan atas prinsip keberlanjutan. Ditinjau dari luas area dan donimasi penggunaan lahan perkotaan, ternyata permukiman merupakan guna lahan yang dominan, sehingga pembahasan tentang keberlanjutan perkotaan juga sangat berkait dengan keberlanjutan permukiman
PENGEMBANGAN KONSEP STRUKTURALISME, DARI STRUKTUR BAHASAKE STRUKTUR RUANG PERMUKIMAN
The development of structuralism concept, from linguistic
structure to settlement spatial structure. Structuralism concept by Ferdinand de Saussure has widely spread to others, such as Levi Strauss
that has widely impact in cultural phenomena. Research on Sasak settlement showed that spatial structured followed in some social structure principal regarding Levi Strauss structuralism. Using ethnographic model can be observed that Sasaks culture always change
which is not studied by structuralism. Thus, there is an opportunity to
revise structuralism concept especially in relation to settlement
PENGEMBANGAN KONSEP STRUKTURALISME, DARI STRUKTUR BAHASAKE STRUKTUR RUANG PERMUKIMAN (Kasus: Pemukiman Sasak di Desa Puyung)
The development of structuralism concept, from linguistic
structure to settlement spatial structure. Structuralism concept by Ferdinand de Saussure has widely spread to others, such as Levi Strauss
that has widely impact in cultural phenomena. Research on Sasak settlement showed that spatial structured followed in some social structure principal regarding Levi Strauss structuralism. Using ethnographic model can be observed that Sasaks culture always change
which is not studied by structuralism. Thus, there is an opportunity to
revise structuralism concept especially in relation to settlement
PEMBENTUKAN STRUKTUR RUANG PERMUKIMAN BERBASIS BUDAYA
Sejak lama disadari bahwa budaya memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk struktur ruang
permukiman. Pada masyarakat yang teguh memegang budaya seperti di Bali misalnya, struktur ruang permukiman secara
makro sangat ditentukan oleh sistem kosmis yang diwujudkan melalui simbolisme gunung sebagai sakral dan laut sebagai
profane, sedang pada skala mikro nampak pada pembagian ruang permukiman, dan dapat dikatakan bersifat tetap.
Penggambaran struktur ruang permukiman juga dapat dilihat dari sisi budaya lain seperti pada pelaksanaan ritual dan acara
keagamaan. Acara ini bersifat rutin akan tetapi ruang yang digunakan tidak semata untuk ritual saja, sehingga strukturnya
juga nampak temporal. Masyarakat Sasak di Pulau Lombok juga sangat terkait dengan budaya dalam menata ruang
permukimannya, ataupun pada ritual daur hidup dan berbagai acara keagamaan. Melalui kajian ini dapat dilihat adanya
pembentukan struktur ruang permukiman berbasis budaya Sasak
KAMPUNG WISATA KOTA MALANG
Dalam Mewujudkan kota produktif dan berdaya saing berbasis ekonomi kreatif, keberlanjutan dan keterpaduan, maka kota dituntut untuk kreatif dalam mengembangkan segenap potensi yang dimiliki. Kota Malang dikenal sebagai kota wisata, dan ternyata juga didukung oleh keberadaan kampung-kampung kota yang menjadi destinasi wisata. Secara umum pengembangan kampung di Kota Malang bermula dari kondisi kampung yang kumuh dan dilakukan perbaikan sehingga menjadi lebih layak dan menarik atau sebagai kampung produktif. Selanjutnya pengembangan kampung dengan kekhasan atau tematik masing-masing yang memiliki banyak tujuan, diantaranya adalah: mengatasi kemiskinan terutama permasalahan pemenuhan kebutuhan dasar, mendorong perekonomian lokal yang menggali potensi-potensi ekonomi kemasyarakatan sebagai stimulus pembangunan wilayah, serta peningkatan kualitas lingkungan rumah tinggal masyarakat. Munculnya kampung dengan tema penanganan secara khusus, hingga menjadi kampung ikonik yang antara satu kampung dengan lainnya, biasanya disebabkan oleh berbagai macam hal yang yang disebabkan sejarah kampung, bangunan-bangunannya apakah memilki nilai historis atau permasalahan termasuk klasifikasi sebagai kampung kumuh
PEMBENTUKAN STRUKTUR RUANG PERMUKIMAN BERBASIS BUDAYA
Sejak lama disadari bahwa budaya memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk struktur ruang
permukiman. Pada masyarakat yang teguh memegang budaya seperti di Bali misalnya, struktur ruang permukiman secara
makro sangat ditentukan oleh sistem kosmis yang diwujudkan melalui simbolisme gunung sebagai sakral dan laut sebagai
profane, sedang pada skala mikro nampak pada pembagian ruang permukiman, dan dapat dikatakan bersifat tetap.
Penggambaran struktur ruang permukiman juga dapat dilihat dari sisi budaya lain seperti pada pelaksanaan ritual dan acara
keagamaan. Acara ini bersifat rutin akan tetapi ruang yang digunakan tidak semata untuk ritual saja, sehingga strukturnya
juga nampak temporal. Masyarakat Sasak di Pulau Lombok juga sangat terkait dengan budaya dalam menata ruang
permukimannya, ataupun pada ritual daur hidup dan berbagai acara keagamaan. Melalui kajian ini dapat dilihat adanya
pembentukan struktur ruang permukiman berbasis budaya Sasak
Penataan Ruang Pengantar Pemahaman Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Perkotaan
Adanya berbagai macam interaksi dari berbagai kelompok maupun masyarakat yang berbeda biasanya menghasilkan aktifitas atau kegiatan yang ada pada suatu ruang tertentu. Aktivitas yang dilakukan secara terus menerus, apalagi aktivitas yang teratur, akan membentuk pola-pola tertentu, sehingga membentuk pola aktivitas ruang, hal tersebut tersusun dari berbagai pola aktivitas suatu kelompok individu, keluarga maupun komunitas. Karena tersusun dari berbagai sistem, maka akan dihasilkan koordinasi atau ketidakharmonisan ruang sesuai dengan karakteristik penggunanya. Setiap aktivitas manusia akan berhubungan dengan ruang, yang pada gilirannya akan menciptakan hubungan antara ruang dan penghuninya, termasuk pembentukan komunitas atau perilaku penghuninya