22 research outputs found
GABAH PAN KUTURAN DI DESA PEJATEN TABANAN: ANALISIS BENTUK DAN FUNGSI
Tulisan ini merupakan analisis karya gerabah “Pan Kuturan” Desa Pejaten Tabanan. Beliau lahir dan besar dalam masyarakat pengerajin gerabah, sehingga sebagian aktifitasnya adalah membuat benda-benda gerabah untuk kebutuhan rumah tangga. Karena bakat dan talenta seni yang dimiliki Pan Kuturan selalu menggali ide baru meramu dalam pola-pola tradisi hingga melahirkan karya gerabah yang lebih bermakna dan berfungsi ganda. Salah satu karyanya yang mencerminkan ciri khas kepribadian adalah motif patung primitive naïf berbentuk manusia maupun binatang. Dalam usahanya menciptakan motif baru ia tetap mempertimbangkan bentuk dan fungsi untuk memenuhi selera pasar
ANALISIS BENTUK DAN FUNGSI GERABAH BANYUMULEK LOMBOK BARAT
This article analyzes the production of Banyumulek earthenware vessels that recently develops through two different techniques. Some craftsmen preserve the old technique, while the rest begin to employ modern technology or semi traditional system. The later craftsmen attempt to create varying forms of earthenware vessels that are more practical and complemented by decoration presenting solid individual values. This recent development is mostly coined by young craftsmen who have experienced a formal and informal training education. This craftsman group implementing semi traditional technology or semi modern does not totally abandon the old existing models, but continually attempt to develop it in terms of its design and function according to the consumer’s demands
DRAWING PATTERN ON NOVELS IN CONTEMPORARY ART
This study is prompted by the concern over stagnant rates of creation in producing contemporary
statues in Bali (whether in the northern or southern regions), using stone, wood, and metal mediums.
The technology of using gips (plaster of Paris) is easier in statue production, but also dismisses
innovation in the process. The researcher took interest in I Wayan Sujana’s 10 years long research
(2007-2017) on transferring of the unconscious onto art from novels (books). Based on that research I
Wayan Sujana produced thousands of drawings with rich periodicity patterns. Those patterns are
reviewed and selected to be made as contemporary statues. The production method for the
contemporary statues, using Drawing Pattern on Novel, was participatory, involving traditional art
carving experts. User Participation Method (an approach with user involvement in the art, judgment
and creation methods, by SP Gustami) was employed to conduct this study. The data was gathered with
interviews, observation, documentation, and then exploration, planning and embodiment. This study
aimed to create innovation of the fine arts, based on research, using Drawing Pattern on Novels, and
can be recognized as part of Indonesian fine arts development. Indonesian contemporary fine arts
focuses on local genius as the spirit of its creation. This research generated innovative statutes from
stone with Indonesian national culture’s aesthetic motifs.
Key words: Drawing on Novel, Statue, Innovativ
Balinese Ornaments
ABSTRACT: Bali is known worldwide for most of its people's activities using handicrafts; one of the most commonly found arts
and crafts is Balinese ornaments. Ornaments are very well developed, not only to decorate temples, but also to decorate traditional
houses, and tourism commodity needs. Some Balinese ornaments symbolically have particular meanings and symbolize something
based on culture, customs, beliefs, and also religion. Understanding the form and function of Balinese ornaments is very important
to improve knowledge and services to the community, not only locally, nationally, but also internationally. To overcome this,
Balinese ornaments need to be developed comprehensively and holistically, especially to improve practical and theoretical
knowledge. The art-based research method is to introduce the finished ornament drawing or drawing in stages, and the introduction
of its function. Therefore, this research is important to improve the understanding of ornaments. Some of the ornaments discussed
are keketusan (independent loose shapes), pepatran (vines), kekarangan (stylization of the faces of living beings), and wayang. An
understanding of ornaments can improve artistic insight, especially in the application of the form and function of Balinese
ornaments. It is expected that Balinese ornaments will continue to develop in form and function following the times to answer the
needs of local and global art.
KEYWORDS: Balinese ornaments; form; function
KONSEP PATUNG PADAS BATU BELAH DI LEPANG KLUNGKUNG
Penelitian ini bertujuan mengetahui rancangan konsep patung padas batu belah lebih
dalam. Permasalahan yang dirumuskan dalam permasalahan ini adalah ingin
mengetahui rancangan konsep patung padas batu belah (PPBB) lebih dalam? Ingin
mengetahui medium padas apa saja yang digunakan dalam mengimplentasikan
konsep pola drawing?. Kemudian latar pemahat apakah mempengaruhi bentuk dan
gaya patung padas?.
Penelitian ini dijabarkan dengan interpretative kualitatif sebagai penelitian seni
budaya dengan pendekatan seni murni. Pengumpulan data melalui observasi,
implementasi, dan studi kepustakaan. Model analisis data disajikan secara formal dan
informal. Hasil penelitian menunjukkan patung-patung padas batu belah
merevitalisasi patung tradisional, imajinattif inovatif, bersifat personal, lepas dari
tuntutan fungsinya sebagai benda magis, atau sebagai sarana upacara agama Hindu.
Kata Kunci; Konsep, Patung Padas, Batu Bela
PELESTARIAN CICING KACANG MELALUI MEDIA WEBSITE
Perkembangan teknologi masa kini menghadirkan jawaban atas permasalahan yang
dialami oleh masyarakat. Kemudahan akses akan informasi melalui media internet kini
bisa dirasakan hingga pelosok daerah. Cicing kacang sebagai inspirasi penciptaan karya
bersumber dari latar belakang yang kompleks. Selain terdapat kedekatan budaya,
permasalahan yang muncul seperti kurangnya minat masyarakat untuk memelihara,
perkembangbiakan tidak terkontrol hingga permasalahan penyakit juga memberikan
sebuah pemahaman bahwa cicing kacang harus dilestarikan.
Rumusan masalah pada karya ini adalah bagaimana wujud implementasi desain
website pelestarian cicing kacang?, Bagaimana tahapan perancangan komunikasi visual
pelestarian cicing kacang melalui media website?, Dan apa makna yang terkandung
dalam website pelestarian cicing kacang? Dengan tujuan untuk mengetahui, memahami
dan merancang media informasi yang tepat mengenai pelestarian cicing kacang,
memahami dan mengembangkan ilmu serta wawasan tentang tahapan perancangan
website sebagai media informasi, dan memberikan kontribusi bagi keberhasilan
pelestarian cicing kacang.
Penciptaan ini menggunakan metode black box dengan tahapan penciptaan website
oleh Mark Boulton yaitu pengarahan, analisa dan inspirasi, konsep, solusi dan produksi.
Dengan perwujudan 6 (enam) media yaitu website sebagai media utama, poster, mini
banner, roll banner, dan dogtag sebagai media pendukung. Adapun wujud implementasi
desain diciptakan menggunakan teori simulasi, teori desain komunikasi dan prinsip
desain. Elemen visual yang tersusun dalam penciptaan ini dimaknai sebagai sebuah
semangat perjuangan dari keterpurukan cicing kacang agar memperoleh jalan terang dan
hasil yang baik. Hal ini kemudian menjadi penentu bahwa penciptaan karya pelestarian
cicing kacang melalui media website dapat dikatakan berhasil untuk menjawab persoalan
persoalan cicing kacang selama ini.
Kata Kunci : Teknologi, Website, Cicing Kacang
Studi Eksistensi Gerabah Tradisional Sebagai Warisan Budaya di Bali
Permasalahan dari penelitian ini adalah beberapa sentra kerajinan gerabah
di Bali dari waktu kewaktu semakin berkurang. Kondisi ini disebabkan oleh
berbagai faktor yang perlu dicari penyebabnya untuk mengambil tindakan lebih
lanjut. Kami sebagai peneliti dan sekaligus memiliki disiplin ilmu yang terkait
dengan bidang ini merasa khawatir suatu saat kerajinan gerabah hanya tinggal
kenangan. Penelitian ini menggunakan pendekatan diskriftif kualitatif, bertujuan
menjelaskan eksistensi gerabah tradisional sebagai warisan budaya di Bali. Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan dokumentasi
melalui pemotretan. Sumber data penelitian adalah perajin gerabah dan produk gerbah
Bali. Penentuan sumber data perajin sebagai informan kunci dan produk dari masingmasing
sentra dilakukan dengan metode sampel dengan mempertimbangkan tingkat
kompetensinya.
Penelitian ini menunjukkan bahwa beberapa pembuatan kerajinan gerabah
tradisional Bali masih tetap eksis dan beberapa sentra tetap eksis namun tidak
menunjukkan perkembangan yang signifikan. Sentra-sentra kerajinan gerabah yang
masih eksis saat ini di Bali antara lain :
1. Kerajinan gerabah di Banjar Basangtamiang.Desa Kapal Kecamatan Mengwi
Kabupaten Badung.
Kerajinan gerabah di Banjar Basangtamiang masih tetap eksis dengan produk yang
dibuat beragam antara lain untuk kebutuhan upakara Agama Hindu, kebutuhan rumah
tangga, maupun untuk benda-benda hias. Produk-produk tersebut dipasarkan untuk
kebutuhan masyarakat umum dan kebutuhan hotel. Teknik pembentukan yang diterapkan
perajin adalah teknik putar “ngenyun” dengan alat yang disebut “pengenyunan/lilidan” dan
teknik cetak menggunakan bahan kayu. Pembakaran gerabah dilakukan dengan tungku
3
bak pada ruang tertutup. Di banjar ini sebagian besar penduduknya hidup sebagai perajin
gerabah. Eksisnya kerajinan gerabah di tempat ini terkait dengan mitos yang dipercaya
masyarakat setempat.
2. Kerajinan gerabah di Desa Pejaten Kabupaten Tabanan.
Kerajinan gerabah ini justru berkurang membuat produk-produk untuk kepentingan
upacara keagamaan. Perajin saat ini lebih fokus membuat produk-produk untuk
kebutuhan hotel dan konsumen luar negeri. Perajin berproduksi dengan menggunakan
teknik cetak dengan bahan gift. Hasilnya produk dapat dibuat sama dan ukurannya dapat
dibuat lebih besar dibandingkan menggunakan teknik putar. Perajin menggunakan tungku
keramik api berbalik untuk proses pembakaran. Di desa ini hanya ada satu keluarga yang
menekuni kerajinan gerabah sejak lama, memliki sifat lebih terbuka menerima masukan
dari berbagai pihak. Wujud karya lebih banyak berwujud patung, salah satu patung
inovasi yang menjadi ikon perajin ini disebut dengan “Patung Kuturan”. Patung ini menjadi
ciri khas produk patung gerabah di Desa Pejaten.
3. Kerajinan gerabah Banjar Binoh Kelurahan Ubung Kecamatan Denpasar Barat.
Kerajinan gerabah di Banjar Binoh ditekuni oleh para wanita yang rata-rata sudah
berusia lanjut. Perajin ini bergabung dalam satu kelompok usaha gerabah disebut Kriya
Amerta. Mereka bekerja dan menjual hasil produknya dalam kelompok tersebut. Perajin
Binoh lebih banyak mengerjakan benda-benda benbentuk gentong berbagai ukuran
dibandingkan dengan produk-produk lainnya. Perajin memasarkan produknya untuk
kebutuhan untuk masyarakat umum dan kebutuhan hotel.
4. Kerajinan gerabah Desa Banyuning Kabupaten Buleleng.
Kerajinan gerabah di desa ini lebih berkembang dibandingkan tahun-tahun
sebelumnya. Perajin yang menekuni kegiatan pembuatan gerabah ini semakin
bertambah. Pada awal perkembangannya kerajinan gerabah di desa ini ditekuni oleh satu
keluarga. Produk-produk yang dibuat adalah untuk kepentingan upacara keagamaan,
perlengkapan rumah tangga dan benda-benda hias. Padagang memasarkan produkproduk
gerabah di wilayah Buleleng, Badung dan Denpasar. Produk gerabah Buleleng
tidak memiliki kekhasan tersendiri dibandingkan produk perajin lain di Bali. Perajin
menggunakan mesin untuk membantu mengolah bahan baku, sehingga proses produksi
bahan lebih cepat. Teknik pembentukan dilakukan dengan teknik putar. Perajin
4
menggunakan tungku dengan bahan plat baja dan besi dalam pembakaran gerabah
dengan bahan bakar jerami dan kayu bakar.
5. Kerajinan gerabah Desa Tojan Kecamatan Klungkung Kabupaten Klungkung.
Saat ini kerajinan gerabah di Desa Tojan masih eksis, namun kedepan dikhawatirkan
tidak generasi yang meneruskan, sehingga kemungkinan akan hilang. Perajin yang masih
menekuni kerajinan di desa ini hanya satu keluarga yang terdiri dari tiga orang
perempuan tua. Perajin menekuni usaha kerajinan ini merupakan warisan para orang tua
mereka. Perajin menghasilkan produk-produk ukuran kecil untuk kepentingan upacara
keagamaan seperti pulu, caratan, senden, dan lain-lain. Menurut perajin tidak banyak hasl
yang didapat dari usahanya ini. Pada bulan-bulan terakhir ini, perajin membuat alat
peleburan perak pesanan perajin perak. Teknik pembentukan barang dilakukan dengan
teknik putar. Pembakaran menggunakan tungku ladang pada halaman terbuka dengan
bahan bakar jerami, kayu dan bahan sejenis lainnya. Pedagang memasarkan produknya
di pasar Klungkung.
Umumnya perajin gerabah Bali tidak menerapkan finishing warna pada produknya.
Perajin menggunakan lapisan pere pada permukaan gerabah sebelum dibakar, untuk
menghasilkan warna merah bata yang lebih cerah. Pere bias berupa tanah dan batuan
batuan yang dihaluskan. Bahan ini juga dimanfaatkan dalam pewarnaan lukisan tradisi
sepert wayang Kamasan.
Tetap eksis dan berkembangnya kerajinan gerabah di Bali, dapat disebabkan oleh tiga
faktor antara lain faktor mitos yang berkembang pada perajin tersebut, faktor umat Hindu
di Bali masih tatap menggunakan benda-benda gerabah sebagai perlengkapan upakara
agama dan berkembangnya kepariwisataan di Bali.
Kata Kunci : eksistensi, gerabah tradisional Bali
PROSIDING: DINAMIKA PROBLEMATIK ARTEFAK KRIYA MASA LALU DI BALI PADA ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0
Problematik yang muncul dari pesatnya pembangunan fisik di Bali adalah pembangunan fisik ini mengancam
keberadaan artefak seni kriya masa lalu yang melekat pada bangunan tersebut seperti berbagai bentuk ukiran
sebagai ornamen. Penelitian ini bertujuan membahas beberapa contoh artefak seni kriya masa lalu di Bali yang
hilang karena perubahan zaman, serta alternatif solusi yang bisa ditawarkan untuk menjaga artefak seni kriya itu
tetap bisa dipertahankan pada era kekinian yaitu era revolusi industri 4.0. Data dikumpulkan melalui teknik observasi,
wawancara dan dokumentasi dengan teori terbatas purposive sampling. Pendekatan analisis dengan deskriptif
kualitatif. Hasil yang diperoleh adalah beberapa contoh artefak seni kriya masa lalu pada bangunan di Bali saat ini
sudah tidak ada misalnya artefak seni kriya pada Bale Kulkul di Banjar Abiankapas Kaja Denpasar dan artefak seni
kriya di Pura Dalem Banjar Tinungan Desa Apuan Baturiti Tabanan. Alternatif solusi yang bisa ditawarkan untuk
menjaga artefak seni kriya ini adalah melakukan restorasi bangunan yang memiliki artefak seni kriya masa lalu
seperti yang dilakukan di Puri Agung Mengwi, Puri Agung Karangasem, dan Pura Desa Guwang Sukawati,
memberikan pemahaman kepada masyarakat, dan pengayoman pemerintah dalam bentuk peraturan-peraturan.
Kata kunci: problematik, artefak kriya, masa lalu, Bali, era kekinian
TRADISI DAN PERUBAHAN: KAJIAN EKSISTENSI ORNAMEN PADA PELINGGIH BANGUNAN SUCI (PURA) YANG MEMANFAATKAN BATU HITAM GUNUNG AGUNG
Om Swastyastu,
PENGANTAR
Penelitian ini secara finansial dibiayai oleh: Dana DIPA Institut Seni
Indonesia Denpasar, sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan
PDUPT ISI Denpasar Nomor : DIPA 023.17.2.677544/2020, Dalam hal
ini kami megucapkan terimakasih kepada tim seleksi dan ketua LP2MPP
institut Seni Indonesia Denpasar, karena proposal yang diajukan dengan
judul: Tradisi Dan Perubahan: Kajian Eksistensi Ornamen Pada Pelinggih
Bangunan Suci (Pura) Yang Memanfaatkan Batu Hitam Gunung Agung,
lolos seleksi dari tim seleksi.
Dalam kajian ini, pendekatan yang dipakai, menggunakan konsep
tradisional dalam budaya Bali, yaitu konsep “Trikona” untuk membedah hal
yang menyangkut suatu perubahan yang terjadi baik itu di alam, maupun
dalam kehidupan sehari-hari, khususnya budaya Bali secara fisik, seperti
perubahan dan perkembangan penggunaan material/bahan dari alam untuk
bangunan pelinggih (pura), antara lain dari penggunaan bahan batu padas,
beralih ke batu hitam gunung Agung. Akibat dari pemanfaatan batu hitam
gunung tersebut, ornamen/ukir-ukiran yang diterapkan pada pelinggih,
kebanyakan ditampilkan dalam bentuk pola-pola sederhana yang disebut
dengan istilah “lelengisan”.
Dalam penelitian ini, kami mencari tahu keberadaan ukiran/motifmotif
hias atau
ornamen dan berhubungan juga dengan keberadaan sumber
daya manusia di bidang mengukir atau memahat batu hitam gunung Agung.
Hasilnya
apa yang tersirat dan
tersurat dalam
tulisan
ini
memberikan sebuah
gambaran
tentang
eksistensi
penerapan
ornamen
pada
bangunan
pelinggih,
yang
berkembang
di
lapangan
saat
ini.
Namun
demikian,
hasil
penelitian
yang
telah dilaksanakan, masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu,
kami
berharap
kepada
pembaca,
memberikan
masukan,
saran
dan
kritik
yang
sifatnya
membangun,
untuk kesempurnaan tulisan ini di masa mendatang.
Sebagai akhir kata, kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua
pihak, telah banyak membantu dalam perwujudan tulisan ini. Semoga pikiran
yang baik datang dari segala penjuru.
Om Santhih, Santhih, Santhih Om.
Denpasar, September 2020
Penyusu