An aspect of personality disorder in substance use disorder

Substance use disorder (SUD) remains a health problem for a long time and the number of substance abuse was relatively the same every year. The prevalence of substance abuse in Indonesia in 2011 is about 2.23%, it was slightly decreased in 2014 become 2.18% and 1.77% in 2017. However, the prevalence was increased again in 2019 become 1.80%. Previous studies had shown a strong association between personality disorder (PD) and SUD. The result of the national comorbidity survey replication by Glantz et al in the United States (US) found that patients with PD tend to experience SUD (odd ratio=4.9). All types of PD had been reported in the patients with SUD, but antisocial and borderline personality disorder was the most commonly found. Antisocial, borderline, and paranoid personalities had a positive association with SUD, meanwhile, obsessive-compulsive personalities had a negative association with SUD

Psychiatric Assistance at Cataract Juvenile

Background: Psychiatric assistance is required in the integrated handling of physical health disorders in the field of other disciplines known as CLP. A collaborative approach to the field of psychiatry with other scientific disciplines in accordance with WHO health criteria that includes physical and mental health for improving health and quality of life. Case presentation: A boy, 8 years, was consulted from the Ophthalmology Department with Right eye cataract juvenile, and left eye ptisis bulbi to give pre-operative psychological assistance for eye assessment and diagnostics. Patient also complained the blurred vision since last year and cannot see anything since 10 months ago. The current condition represents the patient cannot speak, often screams, likes to injure his head and scratch his face. Patients treated in the pediatric’s ward with global developmental delay. Patients were also consulted to the child psychiatry section with childhood autism, audiology, nutrition and metabolic diseases of children, pediatric neurology, and finally collaboration with the Surabaya City Health Office for a follow-up management plan. Conclusions: Child psychiatrist as a liaison, interacting with multidisciplinary medical or rehabilitation teams, families, schools, community and local city government are beneficial in the management of child disorders and improving family wellbeing

Pemberian Stimulasi Selama satu Jam Pada Perkembangan Anak Usia 12-24 Bulan

Pendahuluan: Stimulasi mempunyai peran penting untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak, terutama fungsi kognitif, afektif dan psikomotor. Stimulasi yang terus menerus mengakibatkan hubungan antar sel otak (sinapsis) bisa berjalan dengan baik. Kurangnya stimulasi akan mengakibatkan hilangnya fungsi sel-sel otak ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian stimulasi selama 1 jam pada perkembangan anak usia 12-24 bulan. Metode: Penelitian dilakukan secara analitik prospektif kohort pada anak usia 12-24 bulan di Kecamatan Gubeng, Surabaya, mulai bulan September 2008 hingga Februari 2009. Tujuh puluh anak sehat secara acak dibagi dalam 2 kelompok, kelompok stimulasi dan kelompok kontrol. Denver II digunakan untuk menilai status perkembangan anak, sebelum dan sesudah perlakuan. Analisis data menggunakan uji McNemar dan Chi Square. Hasil: Didapatkan perbaikan perkembangan pada kedua kelompok, dari 85,7% menjadi 94,3% pada kelompok stimulasi, dan 68,6% menjadi 77,1% pada kelompok kontrol. Terdapat perbedaan bermakna pada kemampuan perkembangan, hanya 10% tidak mengalami keterlambatan pada kelompok stimulasi, sedangkan kelompok kontrol 30% (p=0,042). Setelah 3 bulan, terjadi peningkatan perkembangan pada kelompok stimulasi dari subyek yang suspek menjadi normal sebesar 80%, dan kelompok kontrol sebesar 63,6%, tetapi tidak bermakna (p=0,375 vs p=0,549). Simpulan: Pemberian stimulasi satu jam meningkatkan kemampuan perkembangan anak usia 12-24 bulan

Uji Validitas Dan Reliabilitas Conduct Disorder Rating Scale (Cdrs)- Parent Dan Conduct Disorder Rating Scale (Cdrs)-Teacher Versi Indonesia Sebagai Alat Skrining Gangguan Tingkah Laku Pada Anak Sekolah Dasar

Latar belakang: Gangguan Tingkah Laku (GTL) sering dijumpai pada anak dan remaja dan empat kali lebih tinggi untuk timbulnya psikopatologi gangguan mental pada masa dewasa. Prevalensi GTL pada anak di Amerika Serikat sebesar 9,5%. Diagnosis GTL sangat penting dilakukan sedini mungkin. Untuk itu perlu dikembangkan Instrumen yang mudah dan efektif sebagai alat skrining awal GTL yang dapat dilakukan orang tua dan guru pada anak sekolah. CDRS for parent and teacher sebagai rating scale yang valid dan reliable, singkat, efektif, dan konten sesuai DSM-IV perlu diadopsi ke versi Indonesia, yang merupakan kuisioner singkat mengenai perilaku anak usia 5-12 tahun. Tujuan: Menganalisis validitas dan reliabilitas Conduct Disorder Rating Scale for parent and teacher sebagai alat skrining pada populasi anak di Surabaya untuk deteksi dini kasus GTL. Metode: Jenis penelitian deskriptif observasional dengan desain cross sectional, cluster random sampling dibagi dalam 2 kelompok. Orang tua dan guru akan menilai anak Sekolah Dasar di Surabaya menggunakan kuesioner CDRS for parent and teacher yang telah diterjemahkan ke versi Indonesia. Konfirmasi diagnosis GTL pada anak yang tergolong kasus dideteksi oleh psikiater konsultan. Hasil: Nilai AUC CDRS-parent dan CDRS-teacher adalah 0,951 dan 0,888; nilai cut off value 2,5 dan 1,5; nilai sensitivitas 96,97% dan 85%; nilai spesifitas 89,95% dan 75%; nilai PPV 47,6% dan 24,35%; nilai NPV 99,68% dan 98,12%; nilai cronbach’s alpha 0,771 dan 0,740. Simpulan: CDRS-parent dan CDRS-teacher versi Indonesia merupakan instrumen yang valid dan reliable sebagai alat skrining Gangguan Tingkah Laku pada anak

ANGKA KEJADIAN DEPRESI PADA LANSIA DI PANTI TRESNA WERDHA WANA SERAYA DENPASAR BALI TAHUN 2013

Penurunan fungsi fisiologis pada lansia sering menyebabkan terjadinya  berbagai masalah  psikososiogeriatri.  Lansia  memiliki  resiko  yang  tinggi untuk mengalamidepresi. Depresi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik internal ataupun eksternal.Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui jumlah lansia yang mengalami depresi sertafaktor – faktor yang mempengaruhi terjadinya depresi pada lansia di Panti  SosialTresna Werdha Wana Seraya.Dalam penelitian ini digunakan metode non-eksperimental, cross sectional. Sampelpenelitian berjumlah 15 orang. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian iniadalah Geriatric Depression Scale.Hasil penelitian menunjukkan pada kelompok usia 60 – 70 tahun terdapat 1 orang lansiayang mengalami depresi (16,6 %). Pada kelompok usia 71 - 80 tahun tidak terdapat lansiayang mengalami depresi. Pada kelompok jenis kelamin perempuan  terdapat 1 oranglansia (9%) yang mengalami depresi. Pada jenis kelamin laki-laki tidak terdapat lansiayang mengalai  depresi.  Berdasarkan  gangguan  kejiwaan  dan  penyakit  yang mendasari, masing – masing terdapat 1 orang lansia (100%) yang mengalami depresi.Dapat disimpulkan bahwa terdapat  berbagai  faktor  yang  mempengaruhi  terjadinya depresi  pada lansia, yaitu usia, jenis kelamin, gangguan jiwa yang menyertai danpenyakit lainnya yang mendasari. Depresi cenderung terjadi pada usia yang lebih mudadan jenis kelamin perempuan. Lansia yang mengalami depresi juga dapat mengalamigangguan kejiwaan lain yang menyertai ataupun penyakit lain yang mendasari. <br /

Angka Kejadian serta Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gangguan tidur (Insomnia) Pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werda Wana Seraya 1 Denpasar Bali Tahun 2013

Background: the incidence Rate of insomnia will increase as you get older. In the other words, the symptoms of insomnia often occurs in the elderly even almosthalf of the number of elderly reported having difficulty starting and maintainingsleep.Objective: to know the numbers of elderly who experience sleep disorders(insomnia) and the factors that affect sleep disorders (Insomnia) in Panti TresnaWerda Wana Seraya Denpasar.Materials and methods: a method of this research using design descriptive  ofcross-sectional non-experimental, which use of samples 15 peoples after ininclusion and exclusion. Through live interview by using a questionnaire at PantiTresna Werda Wana Seraya Denpasar.Result : There are 6 elderly (40%) who suffering insomnia with several factorsaffecting based on age,  there are 4 elderly 60 – 70 years (66,6%), there are 2elderly 71 – 80 years (22,2%). Based on sex, there are 1 elderly man (25%) and 5elderly women (45,5%).  Based on bad habit of sleeping, there are 1 elderly(16,6%) that has bad habit or bad sleeping patterns. Based on the underlyingdisease, there are 4 elderly (66,6%). Based on mental disorder such as majordepression or  anxiety , there are 3 elderly or only 50% who having depression oranxiety. <br /

Angka Kejadian serta Faktor-Faktor yang Mempengaruhi GangguanTidur (Insomnia)Pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werda Wana Seraya Denpasar Bali Tahun 2013

Latar belakang: Angka   kejadian insomnia akan meningkat seiringbertambahnya usia. Dengan kata lain, gejala insomnia sering terjadi pada oranglanjut usia (lansia), bahkan hampir setengah dari jumlah lansia dilaporkanmengalami kesulitan memulai tidur dan mempertahankan tidurnya.Tujuan: Untuk mengetahui angka  kejadian gangguan tidur  (insomnia) padalansia serta faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan tidur (Insomnia)padalansia di Panti Sosial Tresna Werda Wana Seraya Denpasar.Materi dan metode: Metode penelitian ini menggunakan rancangan penelitiandeskriftif cross-sectional non-eksperimental, dengan menggunakan sampelsebanyak 15 orang setelah di inklusi dan eksklusi. Melalui wawancara langsungdengan menggunakan sarana kuesioner, di lingkungan Panti Sosial Tresna WerdaWana Seraya Denpasar Bali.Hasil: Terdapat 6 orang lansia (40%)yang menderita insomnia dengan beberapafaktor yang mempengaruhi seperti berdasarkan usia, usia 60-70 tahun terdapat 4orang (66,6%), usia 71-80 tahun, terdapat 2 orang lansia (22,2%). Berdasarkanjenis kelamin terdapat 1 orang lansia laki-laki (25%)dan terdapat 5 orang lansiaperempuan (45,5%).Berdasarkan kebiasaan tidur yang buruk, hanya terdapat 1orang lansia (16.6%)yang memiliki kebiasaan atau pola tidur yang buruk.Berdasarkan penyakit yang mendasari terdapat 4 orang lansia (66,6%).Berdasarkan adanya penyakit gangguan jiwa seperti depresi mayor atau punkecemasan hanya  terdapat 3 orang atau hanya sekitar 50% yang mengalamidepresi maupun kecemasan.Simpulan : Berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya insomnia pada lansia,seperti usia, jenis kelamin, Kebiasaan tidur / pola tidur, penyakit lainnya yangmendasari, serta gangguan jiwa yang menyertai. Insomnia pada panti werdha inicenderung terjadi pada usia yang lebih muda dan jenis kelamin perempuan.<br /

Depression due to loss of a parent in a child with HIV: Case report

HIV-infected and HIV-affected children experience grief from the death of their family, many caregiver transitions, and the potentially traumatic experience of living under stigma. Boy patient, 9 years old, Hindu, Balinese, single, not working, was consulted from the pediatric department and admitted in the Cempaka room of Prof. Dr. I.G.N.G. Ngoerah on April 6, 2023. From auto-anamnesis, he has a depressive mood, loss of interest and excitement, weight loss, fatigue or loss of energy, insomnia, psychomotor agitation, or retardation. The patient was diagnosed with Human Immunodeficiency Virus (HIV) in 2014 when he was a year and six months old. The patient lost his father in February 2023. The patient experienced depression caused by psychosocial stressors because of the loss of his father and was diagnosed with HIV. HIV-infected children are prone to get depression. One of the psychosocial stressors experienced by children with HIV is the prolonged mourning process due to the loss of a family member. Comprehensive treatment is needed in the form of psychopharmacology and psychotherapy. Family support is the most important thing in relieving symptoms of depression and increasing medication adherence

Gastroesophageal reflux disease (GERD) in childhood phobic anxiety disorder: Case report

About 50% of gastroesophageal reflux disease (GERD) patients are symptomatic and affected by psychosocial factors. Anxiety can cause GERD through the brain-gut-axis mechanism. A female patient, aged 6 years, was consulted by the Psychiatry Department with complaints of fear. The patient said she was afraid to go to the doctor for fear of tooth extraction. The patient said she had been hospitalized several times because of nausea and vomiting. The patient did not dare to eat for fear that her teeth would hurt again. About 4 months ago the patient was hit by a swing in kindergarten which caused her gums to swell, bleed, and her front teeth were loose and broken. Then the patient was invited to the dentist at the public health centre. The patient's mother said that at that time the patient was scared when her teeth were extracted and it was still bleeding. The patient ran out of the dentist's office and cried. After being forced by her mother, the patient eventually resumed treatment. Then when she got home the patient did not want to eat or drink. Then a few days after that the patient had nausea and vomiting.