6 research outputs found

    Clipping Pada Aneurisma Intrakranial

    Get PDF
    An aneurysm is an abnormal formation of a blood vessel. Aneurysms are divided into 4 according to their shape (saccular, microaneurysm, giant, and fusiform). The formation of an aneurysm is caused by many factors (patient risk factors, hemodynamic stress, and involvement of cytokines and inflammatory mediators as well as macrophages, T cells, and mast cells). The diagnosis of an aneurysm is carried out with the help of tools such as MRA and CT angiography. In providing management of an unruptured aneurysm, consideration is needed by taking into account many factors, to facilitate this consideration, an assessment can be carried out first, it can be carried out using a scoring system called Unruptured Intracranial Aneurysm Treatment Score (UIATS). One of the time-proven aneurysm management is to perform aneurysm clipping. Clipping has advantages such as having a low recurrence rate and has disadvantages such as being invasive with the need to perform craniotomy. Complications that can arise from doing clipping in aneurysms such as infection, allergic reactions to anesthetic drugs, stroke, seizures, cerebral edema. Prognosis of management using the clipping method is good

    Edukasi Deteksi Dini Stroke Pada Komunitas Diabetes Di Kota Mataram

    Get PDF
    Stroke remains one of the major causes of death and disability in Indonesia with a mortality and disability rate of 15% and 65%, respectively. Diabetes is known as a modifiable risk fator on stroke. Promptly identifying the symptoms of stroke is crucial as it leads to faster treatment and minimize brain damage. However, most patients are unaware of the early warning signs and symptoms of stroke. Therefore, providing education on early detection of stroke for patients with diabetes is essential as it may improve awareness on early signs of stroke hence allow patients to seek early treatment and later reduce the impact of the disease. The aim of this community education is to increase awareness of stroke and provide information on early signs and prevention of stroke among patients with diabetes.To achieve the aim of this community education include provide a talk/presentation on early sign of stroke and healthy life style for diabetes patient and evaluation of process. Evaluation of the community education was conducted through a pre and posttest to all participant on the related issue. Approximately 18 diabetes patients took part in this community education. The pre-test average score of participants was 73.33%. After providing education on stroke early detection, the participants' average score increased to 86.67 or increased by 18%. Education for early detection of stroke among Diabetes patients increased participants' understanding of the symptoms and early signs of strok

    Edukasi Mengenai Nyeri Punggung Bawah (Npb) pada Pasien Poli Saraf Rumah Sakit Universitas Mataram

    Full text link
    Keluhan nyeri punggung bawah (NPB) sering dijumpai pada praktik sehari-hari. Sebanyak 17-31% dari total populasi pernah mengalami NPB semasa hidupnya. Hal tersebut menyebabkan penurunan kualitas hidup serta memiliki dampak sosial dan ekonomi yang buruk. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini bertujuan untuk mengedukasi masyarakat awam mengenai nyeri punggung bawah dan bagaimana pencegahannya. Pengabdian ini dilaksanakan di poli saraf Rumah Sakit Universitas Mataram. Sebanyak 13 pasien saraf yang berada di depan poli mengikuti kegiatan, yang meliputi pre-test, penyuluhan dalam bentuk slide mengenai nyeri punggung bawah (NPB), dan diakhiri dengan post-test. Soal-soal pre-test dan post-test yang diberikan adalah 10 butir soal jenis pilihan ganda seputar penyakit nyeri punggung bawah (NPB), dan diambil nilai rerata nya. Dalam kegiatan ini, dapat dipaparkan perbedaan rerata nilai pre-test dan post-test pada pasien, antara lain rerata 76.9 untuk pre-test dan 82.2 untuk post-test. Sebanyak 9 pasien (60%) mengalami peningkatan nilai atau pengetahuan, dan 3 pasien (23%) tidak menunjukkan adanya peningkatan, 1 pasien yang pre-test dan post-test nya mendapat nilai sempurna (100), dan nilai post-test yang lebih rendah dari nilai pre-test sebanyak 1 pasien (7%). Dalam kegiatan pengabdian ini menunjukkan bahwa komunikasi, informasi, dan edukasi merupakan solusi yang efektif untuk meningkatan pengetahuan pasien. Pengabdian ini merupakan langkah awal untuk kegiatan intervensi promosi yang perlu ditindaklanjuti dengan kegiatan serupa pada populasi yang lebih luas, sehingga upaya penemuan penyakit NPB menjadi meningkat dan luaran klinis penderitanya menjadi lebih bai

    The Correlation Between HbA1c and Neuropathy Disability Score in Type 2 Diabetes

    No full text
    Background: World Health Organization (WHO) estimates the incidence of type 2 diabetes in Indonesia would increase to 21.3 million in 2030. Diabetes has a chronic complications, including peripheral neuropathy. The degree of neuropathy was assessed through the Neuropathy Disability Score (NDS). In contrast, haemoglobin A1c is glycated haemoglobin used to monitor the glucose levels of diabetic patients in the last 2 or 3 months. The relationship between HbA1c and diabetic neuropathy carried out by electrodiagnosis showed that HbA1c and age were the main predictors of diabetic neuropathy. However, electrodiagnosis is still considered costly. Research is needed to determine the relationship between HbA1c and NDS to reduce morbidity. This study aims to determine the relationship between the severity of diabetic neuropathy as measured by NDS with HbA1c level in type 2 Diabetes. Methods: this cross-sectional study involved correlation analysis.. The collected data were analyzed with the Spearman correlation test. Results: approximately 56 diabetic patients were involved in this study. Patients were recruited from the internal medicine outpatient ward from the West Nusa Tenggara General Hospital. The mean age was 59.55 (SD 9.48) with 57.1% female; the median duration of diabetes was 5.5 years. The median NDS score is 7.5 and the median HbA1c value is 8.65. Spearman correlation analysis shows a correlation coefficient of 0.487 with a value of p = 0.000. Conclusion: there is a relationship between HbA1c level and the severity of diabetic neuropathy in Type 2 DM

    Pemeriksaan Stroke Riskometer Pada Populasi Risiko Tinggi Dalam Rangka Hari Stroke Sedunia

    Full text link
    Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan utama di Indonesia. World Stroke Organization (WSO) melaporkan 1 dari 4 orang di Dunia pernah mengalami gejala stroke. Untuk menurunkan angka kejadian stroke pada tingkat individu dan populasi, saat ini dikembangkan aplikasi berupa Stroke Riskometer untuk menghitung risiko stroke pada seseorang. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini bertujuan untuk memberikan edukasi dan pencegahan stroke di masa yang akan datang.  Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dilakukan dengan menganalisa faktor risiko pada peserta yang mengikuti acara hari Stroke Sedunia di Rumah Sakit Siloam Mataram dengan menggunakan Stroke Riskometer. Peserta yang mempunyai risiko tinggi terjadinya stroke dilakukan edukasi untuk mencari strategi mencegah stroke di masa yang akan datang. Peserta sebanyak 20 orang. Pada peserta laki-laki mempuntai Body Mass Index (BMI) lebih tinggi dibandingkan perempuan (26.2 vs 23.84) serta tekanan darah sistolik leboh tinggi dibandingkan perempuan (140.71 vs 127.15). Rata-rata risiko stroke dalam 5 tahun ke depan sebesar 4.3% pada laki-laki dan 2.5 % pada perempuan dan risiko stroke dalam 10 tahun ke depan sebesar 9.1% pada laki-laki dan 4.03% pada perempuan. Pemeriksaan Stroke Riskometer yang dilakukan pada populasi yang mempunyai faktor risiko dapat memperkirakan risiko stroke sehingga dapat segera dilakukan pencegahan maupun pengobatan. Perlu dilakukan pemeriksaan risiko stroke tersebut dalam skala yang lebih lua

    Edukasi Kejang, Pseudo Kejang dan Preparasi Obat Kejang pada Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Universitas Mataram

    Full text link
    Kejang adalah aktivitas listrik yang abnormal serta tidak sinkron di otak dan studi menunjukkan bahwa sekitar 8-10 % populasi akan mengalami bangkitan dalam masa hidupnya. Sebaliknya, terdapat gangguan yang menyerupai kejang yang dinamakan Psychogenic Non Epileptic Seizure (PNES) yang karakteristiknya menyerupai epilepsi. Tenaga Kesehatan di Rumah Sakit harus mampu membedakan keduanya. Kegiatan pengabdian ini bertujuan meningkatkan pengetahuan tenaga kesehatan dalam mengenali kejang, pseudo kejang dan preparasi obat kejang dengan baik dan benar. Edukasi menggunakan metode penyuluhan dengan menampilkan gambar dan video epilepsi dan PNES yang diikuti dengan materi preparasi obat kejang. Pre dan Post test dengan menggunakan aplikasi Kahoot digunakan untuk evaluasi pemahaman peserta. Evaluasi penyelenggaraan seminar menggunakan google form. Sebanyak 24 orang tenaga kesehatan ikut serta dalam kegiatan ini. Rerata pre dan post test masing-masing 43.6 dan 68.78 poin dengan peningkatan sebesar 25.18. Rerata nilai kepuasan peserta tergolong baik terhadap penyelenggaraan kegiatan yaitu 4,77 (dari skala likert 0-5). Aspek penyelenggaraan yang mendapatkan nilai tertinggi adalah pre dan post test dengan aplikasi kahoot dan penggunaan video untuk membedakan kejang dan pseudo kejang. Edukasi harus diberikan secara luas dan reguler kepada semua tenaga kesehatan di rumah sakit untuk meningkatkan pengetahuan terhadap kejang dan pseudo kejan
    corecore