12 research outputs found

    PEMETAAN POTENSI AIR TANAH DI KECAMATAN CEMPAKA MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS KONFIGURASI SCHLUMBERG (1DVES)

    Get PDF
    Air tanah mempunyai peranan   sangat penting terutama dalam menjaga keseimbangan dan ketersediaan bahan baku air untuk kepentingan rumah tangga (domestik) maupun untuk kepentingan non domestic. Semakin berkembangnya industri dan permukiman menimbulkan permasalahan dalam pemenuhan air bersih di Kecamatan Cempaka khususnya Kelurahan Bangkal dan Kelurahan Bangkal disertai adanya daerah rawan air. Berdasarkan permasalahan yang ada maka dilakukan pemetaan potensi air tanah guna mengetahui adanya keberadaan air tanah untuk kebutuhan air bersih. Metode yang digunakan adalah metode geolistrik tahanan jenis konfigurasi schlumberg. Berdasarkan hasil pengukuran dan pengolahan data didapatkan nilai kedalaman dan ketebalan yang bervariasi. Titik 1 Palam (80-124m; 30m), Titik 2 Palam (36-86m; 50m), Titik 3 Palam (44 – 65m; 21m), Titik 4 Palam (9.5 – 12.5m; 3m), Titik 1 Bangkal (125 – 185m; 60m), Titik 2 Bangkal (24 – 40m; 16m), Titik 3 Bangkal (62.5 – 102.5m; 40m) dan Titik 4 Bangkal (5.94 – 35m; 29.06m). Sehingga kriteria potensi air tanah di Titik 1 Palam (Besar), Titik 2 Palam (Besar), Titik 3 Palam (Besar), Titik 4 Palam (Kecil), Titik 1 Bangkal (Besar), Titik 2 Bangkal (Sedang), Titik 3 Bangkal (Besar) dan Titik 4 Bangkal (Besar). &nbsp

    Karakteristik Aspal Porus dengan Campuran Serat Bemban (Donax Canniformis) Terhadap Porositas, Void In Mixture, dan Marshall Quotient

    Get PDF
    The need for additional materials to improve the quality of porous asphalt that is environmentally friendly, the  natural fiber is the right component. Bemban is a typical South Kalimantan plant that has good properties as a mixture material. This research was conducted to identify the characteristics of bemban fiber as a porous asphalt mixture material and identify the characteristics of porous asphalt with bemban fiber mixture. The characteristics measurement of bemban fiber includes moisture content, cellulose content, and lignin content, making asphalt specimens with bemban fiber mixture using variations of 1, 2, and 3 (%W/W), and porous asphalt characterization including porosity, Marshall Quotient (MQ), and Void in the Mixtures (VIM) with the Australian Asphalt Pavement Association (AAPA) 2004 reference standard. The results show the characteristics of bemban fiber with NaOH treatment 30 minutes 28oC obtained moisture content 2.36, cellulose content 22.52, and lignin content 1.33 (%W/W) which was used as a porous asphalt mixture. Characteristics of porous asphalt with variations of bemban fiber obtained optimum porosity, MQ, VIM values at the addition of bemban fiber 1 (%W/W) and has met the specification parameters

    Potensi Nanokomposit Fe3O4@C dari Bijih Besi Sebagai Pendeteksi Kadar Glukosa

    Get PDF
    Sintesis nanokomposit Fe3O4@C dari bijih besi Tanah Laut dan sumber karbon dari gula pasir telah dilakukan dengan menggunakan metode kopresipitasi dan metode hidrotermal. Penelitian dilakukan untuk mengetahui karakteristik Fe3O4@C berbahan bijih besi. Sebanyak 6 g bijih besi digunakan sebagai bahan baku pembuatan Fe3O4. FeSO4.7H2O digunakan sebagai sumber ion Fe2+. Sampel diaduk dengan menggunakan temperatur 70oC dengan kecepatan adukan 450 rpm. Karbon (C) disintesis menggunakan metode hidrotermal pada temperatur 300oC dengan menambahkan etilon glikol sebagai surfaktan. Sampel Fe3O4 dan C digabung pada suhu 250oC selama 30 menit dengan kecepatan 500 rpm. Sampel  Nanokomposit Fe3O4@C dikarakterisasi menggunakan Vibrating Sample Magnetometer, Fourier Transform Infrared, Transmission Electron Microscopy, serta elektrokimia. Dari penelitian, diperoleh nilai magnetisasi saturasi sebesar 24,82 emu/g, jenis ikatan yang terdapat dalam nanokomposit Fe3O4@C adalah ikatan Fe-O, C=O, C=N dan O-H, distribusi ukuran partikel dalam rentang 5 nm – 20 nm, dengan rata-rata ukuran partikel 12 nm, serta nilai sensitivitas 0,285 mA/ppm

    KUAT TEKAN BATA RINGAN DENGAN BAHAN CAMPURAN ABU TERBANG PLTU ASAM-ASAM KALIMANTAN SELATAN

    No full text
    Various researches regarding the utilization of coal fly ash are currently being explored in order to increase its economic value as well as decrease its harm to environment.at the same time. The purpose of this reasearch is to know compressive pressure and weight of light-weight brick by using fired-coal waste from ”Asam-Asam” Coal Fired Steam Power Plant. The test result towards fly ash’s characteristics from ”Asam-Asam” Coal Fired Steam Power which has been done beforehand, is inline with the requirement of SNI 03-2460-1991. However the result of compressive pressure test still meets the requirement of SNI 03-0349-1989.Test has been conducted about compressive pressure and light-weight brick by using mixed materials of fly ash.  The compositions of light-weight brick’s production are cement and fly ash for 50% each, including mixed foam, polymer and hardener, 0.50% for each of them, in order to achieve the highest average result of light-weight brick’s compressive pressure by 39.99 kg/cm2 or 3.92 MPa. Meanwhile its density obtains 0.78 kg/dm3 or 780 kg/m3. ‘D’ light-weight brick’s compositions are cement by 42.86% and fly ash by 28.57% including unslaked lime by 28.57%. Whereas the mixed compositions of foam, polymer and hardener for each 0.50% and 0.38%.The test result above still fulfils the requirement of SNI 03-0349-1989, which is 21 kg/cm2 for the solid concrete brick quality level IV as well as fulfils the theory of light-weight brick according to Tjokrodimuljo (2007), concrete is categorized as light if its weight is less than 1800 kg/m

    UJI ABU TERBANG PLTU ASAM ASAM SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN BATA RINGAN

    No full text
    ABSTRAK. Berbagai penelitian mengenai pemanfaatan abu terbang batubara sedang dilakukan untuk meningkatkan nilai ekonomisnya serta mengurangi dampak buruknya terhadap lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk memanfatkan  limbah pembakaran batubara pada PLTU yaitu Abu Terbang (Fly Ash) untuk pembuatan beton bata ringan nonstruktur. Telah dilakukan uji terhadap abu terbang dari limbah batubara yang digunakan pada PLTU Asam asam dengan hasil kandungan silika relatif tinggi (74,2% SiO2) sedangkan alumina tidak terlalu tinggi (5,7% Al2O3), dan Fe2O3 sekitar 14,4%. Kandungan logam alkali (2,4% CaO dan 2,03% MgO) mendukung pembentukan ikatan material aluminosilikat. Karena kandungan CaO sekitar 2,4%, maka abu ini termasuk abu terbang kualitas ASTM kelas F. Abu terbang kelas F ini kadar kapurnya rendah (CaO < 10%), cocok berfungsi sebagai bahan low/ultra-low cement castable refractory yang tahan suhu tinggi. Komposisi kimia limbah abu terbang PLTU Asam asam Kalimantan Selatan menunjukkan bahwa kadar Al2O3 yaitu Al2O3 : SiO2 = 5,7% : 74,2% atau nilai Al2O3/SiO2 = 0,076819, yang berarti kadar alumina sangat kecil dibandingkan dengan silikanya. Dari hasil tersebut terlihat bahwa fly ash yang digunakan termasuk dalam kategori fly ash tipe F (ACI Manual of Concrete Practice 1993 Part 1 226.3R-3), dengan kadar SiO2 + Al2O3 + Fe2O3 lebih dari 70% dan sesuai dengan syarat SNI 03-2460-1991. Fly ash kelas F disebut juga low-calcium fly ash, yang tidak mempunyai sifat cementitious dan hanya bersifat pozolanic. Oleh karena itu, limbah abu terbang PLTU Asam asam dapat digunakan sebagai bahan campuran (sebagai agregat) pembuatan bata ringan.   Kata kunci: abu terbang, bata ringan, komposisi kimia abu terban

    UJI PASIR LIMBAH TAMBANG INTAN CEMPAKA

    No full text
    ABSTRACT. During diamond mining process, waste is usually found. That diamond mine waste (tailing) that is categorized as gangue mineral is sand and gravel. One of gangue minerals which are in the form of sand during diamond mine in Cempaka Banjarbaru is Zircon sand.  Until now, that zircon sand has not been utilized optimally. Based on the size measurement of sand grains from diamond mine waste, it is passed the standard of filter size number 4 and related with 4.75 mm filter hole. However the result includes 2.69 Apparent Specific Gravity as well as 1.41 g/cm3 density. That result is categorized into normal aggregate type and lower compared to other sand location (Matraman area). By looking at the morphology and size of sand grains from diamond mine waste, it is gained smaller and tighter particles distribution, equal particle distribution and varied particle size. When looking at the form of sand grains, that diamond mine waste sand is categorized under Sub Angular Grain. Based on EDX spectrum analysis result, it is contained C, O, Al, Si, Ti, Fe, Cu, Zr. Based on 3 different samples of diamond mine waste sand, it is gained average Zr value which is the first Zr sample 1.5, the second Zr sample 0.485, the third Zr sample 0.925. The highest Zr value is in the first sample, which is the sample in sand container box, with average Zr 1.5% composition of Zircon. From the 3 samples of diamond mine waste sand in the different location, it is gained average Zr values which are the first Zr sample 1.5, the second Zr sample 0.485, the third Zr sample 0.925. The highest Zr value is in the first sample, which is the sample in sand container box, with average Zr 1.5% composition of Zircon.   Keywords : diamond mine waste, Zircon san

    Penentuan Mineral dan Logam sebagai Material Dasar dalam Pengembangan Potensi Kalimantan Selatan sebagai Daerah Penghasil Nanomaterial

    No full text
    Telah dilakukan penelitian penentuan mineral dan logam sebagai material dasar dalam pengembangan potensi Kalimantan Selatan sebagai daerah penghasil Nanomaterial. Hasil dari pengamatan tersebut didapatkan berbagai macam mineral yang potensial dikembangkan sebagai material nano. Material tersebut adalah zirkonium, emas, kaolin, nikel, barit, asbes (Mg yang besar), talk, chrom, pasir besi, bentonit, fireclay, magnesit, kuarsa/silika, mangan, perak dan zeolit. Dari hasil pengukuran didapatkan mineral/logam yang potensial dikembangkan sebagai material nano adalah pasir besi, kuarsa/silika, kaolin yang mengandung clay dan zirkonium. Kandungan material tersebut adalah zirkonium (puya) sebagai hasil tambahan dari tambang intan dengan cadangan ± 21.350 ton, kaolin degan kadar kaolinit yang besar, chrom (sedang dalam eksplorasi), pasir besi dengan potensi ± 300 juta ton dengan kadar Fe sampai dengan 62,57%, kuarsa/silika dengan kadar SiO2 antara 94,4 % - 99%

    PENGARUH SUHU SINTERING TERHADAP SIFAT MEKANIK KERAMIK BERBAHAN LEMPUNG DAN ABU SEKAM PADI

    No full text
    Abstract.  Study about the influence of sintering temperature on mechanical properties of ceramics has been done using clay and rice husk ash. Limitation of mechanical properties tested is the comppressive strength. This is done in order to determine the effect of variation of sintering temperature to compressive strength of ceramic with clay and rice husk ash. In addition, the calculation of fuel density and shrinkage also performed in this study. Variation in the composition of clay and rice husk ash is made to see the maximum composition of these materials. The result shows that the density of the ceramic material on the composition of  clay and rice husk ash volume 100: 0, 90:10, 80:20, 70:30, 60:40, and 50:50 are 2.14; 2.01; 1.98; 1.88; 1.84; and 1.78 g / cm3 respectively. Shrinkage of ceramic material has ranges between 3.4% -11.4%. The value of maximum compressive strength of clay and rice husk ash ceramic at 7000C, 8000C, and 9000C sintering temperature are 115.58; 115.58, and 128.42 kg / cm3. This value conforms the standard if used for bricks. The greater the sintering temperature, the higher the compressive strength of the ceramic. The best composition of clay and rice husk ash is 70:30. This ceramic can be used as building material, especially in the swampy area because it has a lighter weight.   Keywords: Ceramics, Clay, Rich husk ash, comppressive strengt

    Purifikasi Kuarsa Kabupaten Tanah Laut Provinsi Kalimantan Selatan

    No full text
    Kabupaten Tanah Laut memiliki potensi kuarsa yang tersebar di beberapa daerah, salah satunya di Daerah Ambungan. Dalam penelitian ini, kuarsa Daerah Ambungan dilakukan purifikasi untuk menghasilkan silikon yang lebih murni dan aplikatif. Proses purifikasi tersebut dilakukan dengan menggunakan metode magnesiotermik dan leaching asam hidroflurik (HF) berulang yang kemudian dikarakterisasi menggunakan X-Ray Fluorescence (XRF) dan X-Ray Difraction (XRD). Analisa hasil karakterisasi menggunakan software Match! menyatakan bahwa purifikasi magnesiotermik dengan perbandingan 1:1 (kuarsa : magnesium) memiliki persentase silikon yang lebih baik yakni sebesar 12,9% jika dibandingkan dengan perbandingan 2:1 (8,5%) dan 2:1 (4,2%), sedangkan proses leaching asam hidroflurik berulang menyebabkan terjadinya reaksi pengikatan kembali Silikon dan pengotor hingga kemurniannya berkurang secara signifikan mencapai 1,8%

    KAJIAN TEMPORAL KEKERINGAN MENGGUNAKAN PERHITUNGAN KEETCH BYRAM DRYNESS INDEX (KBDI) DI WILAYAH BANJARBARU, BANJARMASIN DAN KOTABARU PERIODE 2005 – 2013

    No full text
    ABSTRAK. Dinamika cuaca dan iklim berperan besar dalam perubahan ketersediaan air tanah secara spasial dan temporal. Secara temporal, perubahan ketersediaan air tanah secara umum lebih mudah untuk dirasakan seperti kejadian fenomena kekeringan dan kekurangan air yang terjadi pada periode bulan tertentu.  Kalimantan Selatan merupakan daerah yang berpotensi terjadinya kekeringan pada saat musim kemarau. Menjadi sangat penting untuk mengetahui rekaman iklim yang telah terjadi dan pengaruh yang ditimbulkan oleh iklim tersebut terhadap tingkat kerawanan kebakaran hutan pada suatu wilayah melalui tingkat kekeringannya.  Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis indeks kekeringan menggunakan metode Keetch Byram Dryness Index (KBDI), Indeks Osilasi Selatan (SOI) dan hotspot yang digunakan sebagai parameter kekeringan. Data yang digunakan adalah data curah hujan dan suhu maksimum dari 2 Stasiun Meteorologi dan 1 Stasiun Klimatologi untuk mewakili wilayah Kalimantan Selatan dari tahun 2005-2013 dan hotspot dari tahun 2005-2013. Fenomena El~Nino terjadi pada tahun 2006-2007 (September - Januari) dan tahun 2009-2010 (November - Maret). Korelasi antara  KBDI terhadap curah hujan periode 2006-2007 dan 2009-2010 bernilai negatif (bersifat berbanding terbalik). Nilai korelasi bersifat kuat di ketiga wilayah pengamatan pada tahun 2006 dan bersifat lemah di wilayah Banjarbaru dan Kotabaru pada tahun 2009. Korelasi antara  KBDI terhadap hotspot  periode 2006-2007 dan 2009-2010 bernilai positif (bersifat berbanding lurus) dan bersifat kuat di wilayah Banjarbaru, Banjarmasin dan Kotabaru.   Kata kunci: El Nino, Hotspot, Indeks Kekeringan, Kekeringan, Kalimantan Selatan
    corecore