42 research outputs found

    MIKROPROPAGASI JAHE IN VITRO

    Get PDF
    Mikropropagasi tanaman dengan teknologi kultur jaringan merupakan alternatif dalam mengatasi kendala penyediaan benih sehat, seperti tanaman jahe. Perbanyakan secara vegetatif konvensional menyebabkan infeksi penyakit dari tanaman induk selalu terbawa pada pertanaman selanjutnya. Regenerasi tunas mikro dengan teknik kultur jarinagn merupakan solusi untuk menghasilkan benih jahe bebas infeksi Ralstonia solanacearum . Pemberian beberapa jenis zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin memacu pembentukan tunas mikro. Selain itu, komponen esensial dalam media perlu dimodifikasi untuk merangsang pembentukan tunas mikro tersebut. Perlakuan yang tepat dapat memacu pembentukan tunas mikro sehat bebas penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh cendawan Ralstonia solanacearu

    INDUCTION OF BACTERIAL WILT-FREE MICRORHIZOME OF GINGER IN A MODIFIED MS BASAL MEDIUM AND MACRONUTRIENT CONCENTRATION

    Get PDF
    Healthy seedlings is a prerequisite to produce healthy plants. An experiment was conducted to determine an optimum concentration of macronutrient in MS basal medium, and a modified medium for stimulating microrhizome formation of big-white ginger Bacterial wilt-free ginger plantlets derived from 8 weeks cultured meristem in MS basal medium were cut into 5 mm length and used as the experimental material. Two-factor treatments were arranged in complete randomized design with three replications. The first factor was macronutrient concentration e.g. 25%, 50%, 75% of MS macronutrient, and full of MS macronutrient. The second factor was physic of medium e.g. soild medium, double layer, and double layer + CaP 1 ppm. Orthogonal polinomial tests showed that macronutrient concentration of 83.5% was the optimum concentration to produce microrhizome formation of ginger. In that microrhizome formation was the fastest (12.5 dap). On the otherhands , double layer medium with 25% of MS macronutrient promoted the highest number of shoot (5.5 shoots/explant) and root (33.4 roots/explant), and micro-rhizome dry weight (0,023 g). There was only 2% of sample showing R. solanacearum infection under microscopic observation. These implied that disease-free rhizome of ginger can be produced by in vitro propagation

    UJI EFEKTIVITAS 5 JENIS FUNGISIDA NABATI TERHADAP PENYAKIT HAWAR DAUN PADA TANAMAN JAGUNG MANIS

    No full text
    Hawar daun yang disebabkan oleh jamur Helminthosporium turcicum merupakan penyakit penting pada jagung manis. Patogen ini menular melalui udara sehingga mudah menyebar. Bahan-bahan nabati berkhasiat sebagai fungisida perlu diidentifikasi dan dikembangkan sebagai alternatif pestisida sintetik. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kemampuan bahan nabati yang mampu menghambat perkembangan jamur Helminthosporium turcicum penyebab penyakit hawar daun jagung manis dan membandingkan efektivitas bahan nabati dalam mengendalikan perkembangan penyakit hawar daun dan hasil jagung manis. Penelitian ini dilakasanakan dalam dua tahap yakni Uji In Vitro (Laboratorium) dan Uji In Vivo (Lapang). Uji In Vitro (Laboratorium) dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2016 di Laboratorium Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu dan Uji In Vivo (Lapang) dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus di Desa Suka Marga Curup Selatan, Rejang Lebong. Bahan Nabati yang digunakan terdiri dari serai wangi, daun sirih, daun cengkeh, daun mimba dan lengkuas. Dalam penelitian ini menggunakan benih jagung manis Talenta yang ditanam pada petak-petak percobaan dalam bentuk barisan sepanjang 4 meter. Rancangan percobaan di lapangan yang digunakan rancangan acak kelompok lengkap (RAKL) dengan 3 ulangan. Perlakuan yang diaplikasikan terdiri dari 5 bahan nabati terpilih hasil seleksi di laboratorium dan kontrol (tanpa bahan nabati). Variabel pengamatan terdiri dari panjang tongkol (cm), diameter tongkol (cm), bobot tongkol (g), persentase tanaman terserang (%), intensitas seranga penyakit (%) dan tingkat kerusakan daun (skor). Hasil penelitian didapatkan serai wangi + lengkuas merupakan formulasi fungisida nabati yang paling efektif menghambat perkembangan Helminthosporium turcicum pada media PDA dengan tingkat penghambatan sebesar 55%, yang diikuti formulasi lengkuas, serai wangi + daun cengkeh, daun sirih + lengkuas dan daun cengkeh + daun mimba , masing-masing dengan tingkat penghambatan sebesar (50%, 50%, 50%, 47.5%). Serai wangi + lengkuas, lengkuas, serai wangi + daun cengkeh dan daun cengkeh + daun mimba memiliki efektivitas yang setara dalam menurunkan intensitas serangan penyakit hawar daun dengan kisaran 55% - 66% dan tingkat kerusakan daun sebesar 44% - 52% pada tanaman jagung manis. Daun sirih + lengkuas juga cukup efektif menurunkan intensitas serangan penyakit hawar daun hingga 43.4%, namun tidak cukup efektif dalam menurunkan tingkat kerusakan daun, yakni hanya 24%. Secara umum, pengendalian penyakit hawar daun menggunakan formulasi bahan nabati tidak dapat meningkatkan diameter tongkol, bahkan cenderung menurunkan ukuran panjang tongkol dibandingkan kontrol. Namun demikian, bobot tongkol cenderung meningkat akibat aplikasi bahan nabati untuk pengendalian penyakit hawar daun

    UJI KETAHANAN SEPULUH HIBRIDA CABAI TERHADAP SERANGAN JAMUR COLLETOTRICHUM ACUTATUM ISOLAT MEDAN BARU BENGKULU

    No full text
    Penyakit antraknosa yang disebabkan oleh serangan jamur Colletotrichum acutatum merupakan kendala besar dalam budidaya tanaman cabai karena dapat menyebabkan kerugian dan gagal panen. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan resistensi sepuluh hibrida cabai rakitan baru UNIB terhadap serangan jamur C. acutatum isolat Medan Baru penyebab penyakit antraknosa. Penelitian ini dilakukan dua tahap, yakni pada tahap pertama dilakukan skala laboratorium untuk mengidentifikasi jamur patogen penyebab antraknos di daerah Medan Baru. Dari hasil identifikasi didapat bahwa jamur patogen yang menyerang adalah jenis C. acutatum. Pada tahap kedua pengujian sepuluh genotipe cabai dan satu varietas toleran sebagai pembanding yang di uji ketahanan terhadap serangan penyakit antraknos yang disebabkan oleh C. acutatum di kebun percobaan Fakultas Pertanian Unib, didapatkan dua variabel pengamatan yang hasil analisis variannya berbeda sangat nyata yakni variabel intensitas penyakit dan variabel jumlah cabang. Intensitas penyakit berkisar 20,61% ( varietas Ferosa) sampai 72,75% (genotipe H23) dan jumlah cabang berkisar antara 71 cabang (genotipe B37) sampai 216 (genotipe H17A). Ada satu variabel pengamatan yang hasil analisis variannya berbeda nyata yakni diameter batang, diameter batang pada tanaman cabai berkisar antara 7,56 cm (varietas Ferosa) hingga 11,33 cm (genotipe H17A). Terdapat satu varietas dan lima genotipe yang dikategorikan dalam kriteria moderat (IP 20% - 40%) yaitu varietas Ferosa, genotipe H14, H20, H5, A29 dan H39. Empat genotipe dikategorikan rentan (IP 40% - 70%) yaitu genotipe B37, H20, H17 dan B29. Satu genotipe dikategorikan sangat rentan (IP > 70%) yaitu genotipe H23

    Combined natural flotation and chemical precipitation for the treatment of vegetable oil refinery wastewater

    No full text
    Vegetable oil refineries, while playing a crucial role in food and industrial production, are also responsible for generating significant quantities of wastewater. The complex composition of this wastewater, including contaminants, causes significant environmental impact, particularly on aquatic ecosystems. This study aims at improving the effectiveness of wastewater treatment from vegetable oil refineries. It examines a combined method, starting with natural flotation and continuing with chemical precipitation using caustic soda (NaOH). Natural flotation presents a good removal efficiency of turbidity, chemical oxygen demand (COD), nitrate ions (NO3−), Total Phosphorus (TP), and polyphenol of 97.3%, 38.5%, 78.6%, 97.7, and 91.6%, respectively. Chemical precipitation reduces turbidity, COD, nitrates, ammonium, color, polyphenols, and absorbance at 254 nm by 99%, 25%, 83.2%, 96%, 38.3%, 62.2%, and 52.9%, respectively. The study shows that treatment by natural flotation followed by precipitation is a simple and efficient means for small and medium-sized companies to reduce the pollution impact of wastewater. Graphic abstract: (Figure presented.
    corecore