8 research outputs found

    PENGEMBANGAN KITT PENDETEKSI RESIDU ANTIBIOTIKA PADA SUSU

    Get PDF
    Residu antibiotika pada susu merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan disamping jumlah dan jenis mikroba pencemar serta bahan-bahan lainnya agar konsumen terhindar dari resiko keracunan akibat menkonsumsi susu. Pemeriksaan residu antibiotika pads KUD pengepul susu sampai saat ini belum dapat dilakukan secara rutin mengingat kitt yang sampai saat ini tersedia dipasaran adalah bahan import yang harganya relatif mahal sedangkan pemeriksaan yang tanpa menggunakan kitt import terbentur masalah minimnya sarana dan prasarana laboratorium yang dimiliki oleh KUD. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan kitt yang harganya lebih murah, tidak memerlukan investasi peralatan yang mahal dan mudah dikerjakan sehingga diharapkan dapat digunakan untuk pengujian residu antibiotika secara rutin pads KUD penerima susu dari peternak. Dua macam kitt yang dikembangkan pada penelitian ini agar peternak dan KUD sebagai konsumen dapat memilih kitt yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang dimiliknya. Kitt pertama merupakan metode bioassay, menggunakan bakteri B.subtilis untuk indikatornya, murah dan mudah pengerjaannya meskipun memerlukan waktu inkubasi relatif lama (minimal 3 jam) sedangkan kitt berdasar protein Stap. aureus relatip lebih praktis tetapi harganya lebih mahal. Hasil yang telah dicapai berupa isolat B.subtilis yang peka terhadap beberapa macam antibiotika dan isolat Stap. aureus serta proteinnya yang dapat dikembangkan untuk menghasilkan kitt

    PENGEMBANGAN KITT PENDETEKSI RESIDU ANTIBIOTIKA PADA SUSU

    Get PDF
    Residu antibiotika pada susu merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan disamping jumlah dan jenis mikroba pencemar serta bahan-bahan lainnya agar konsumen terhindar dari resiko keracunan akibat menkonsumsi susu. Pemeriksaan residu antibiotika pads KUD pengepul susu sampai saat ini belum dapat dilakukan secara rutin mengingat kitt yang sampai saat ini tersedia dipasaran adalah bahan import yang harganya relatif mahal sedangkan pemeriksaan yang tanpa menggunakan kitt import terbentur masalah minimnya sarana dan prasarana laboratorium yang dimiliki oleh KUD. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan kitt yang harganya lebih murah, tidak memerlukan investasi peralatan yang mahal dan mudah dikerjakan sehingga diharapkan dapat digunakan untuk pengujian residu antibiotika secara rutin pads KUD penerima susu dari peternak. Dua macam kitt yang dikembangkan pada penelitian ini agar peternak dan KUD sebagai konsumen dapat memilih kitt yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang dimiliknya. Kitt pertama merupakan metode bioassay, menggunakan bakteri B.subtilis untuk indikatornya, murah dan mudah pengerjaannya meskipun memerlukan waktu inkubasi relatif lama (minimal 3 jam) sedangkan kitt berdasar protein Stap. aureus relatip lebih praktis tetapi harganya lebih mahal. Hasil yang telah dicapai berupa isolat B.subtilis yang peka terhadap beberapa macam antibiotika dan isolat Stap. aureus serta proteinnya yang dapat dikembangkan untuk menghasilkan kitt

    The Effectiveness of Honey in Physiological Nacl to Maintain of Viability and Motility of Spermatozoa

    Get PDF
    This research was conducted to determine whether there is influence of various concentrations of mead physiological saline as diluent on the viability and motility fat-tailed sheep during storage 5°C. This research is compiled using the trial completely randomized design (CRD). Differences in the treatment of thinning the honey in physiological saline are PO (0%), P1 (0.2%), P2 (0.4%), P3 (0.6%), P4 (0.8%). The treatment  stored in a refrigerator at a temperature of 5°C and then observed every 0, 24, and 48 hours. Data were analyzed by ANOVA followed by Duncan's Multiple Range Test. The  conclusions obtained from this research there is the effect of adding various concentrations of NaCl physiological mead on the viability and motility fat tailed sheep during storage 5°C and consentration mead NaCl physiological to maintain viability and motility best tail sheep are treated P3 (0.6% solution = 0.6 ml honey in 99.4 ml physiological NaCl) at the time T24 (24 hours).  Key words: Fat-Tailed Sheep, Honey, Motility, Physiological NaCl, Spermatozoa, Viabilit

    The Effectiveness of Honey in Physiological NACI to Maintain of Viability and Motility of Spermatozoa

    Get PDF
    This research was conducted to determine whether there is influence of various concentrations of mead physiological saline as diluent on the viability and motility fat- tailed sheep during storage 5°C. This research is compiled using the trial completely randomized design (CRD). Differences in the treatment of thinning the honey in physiological saline are PO (0%), P1 (0.2%), P2 (0.4%), P3 (0.6%), P4 (0.8%). The treatment stored in a refrigerator at a temperature of 5°C and then observed every o, 24, and 48 hours. Data were analyzed by ANOVA followed by Duncan's Multiple Range Test. The conclusions obtained from this research there is the effect of adding various concentrations of NaCl physiological mead on the viability and motility fat tailed sheep during storage 5°C and consentration mead NaCl physiological to maintain viability and motility best tail sheep are treated P3 (0.6% solution = 0.6 ml honey in 99.4 ml physiological NaCI) at the time T24 (24 hours)

    Pengaruh Penambahan Glukosa Sebagai Sumber Energi Terhadap Viabilitas dan Motilitas Spermatozoa Sapi Madura dalam Pengencer Susu Skim Kuning Telur

    Get PDF
    This research was conducted to determined the effect of adding glucose as energy to increase spermatozoa motility and viability of Madura bull in skim milk and egg yolk as diluter. The spermatozoa of 3 years old bull was used as sample. This study was a laboratory experimental with Complete Random Design, consisted of four treatment. P0 is non glucose added as control, P1, P2 and P3 was treated with glucose 1,5%, 2,5% and 3,5% respectively. The experiment was repeated 5 times. The data was analyzed by Analysis of Variant (ANOVA) One Way then proceed to Duncan order to determine significant differences between treatments. The result showed motility and viability was highest in P2 and lowest P0

    Kajian Potensi Antimikroba Secara In Vitro Dan Deteksi Pemalsuan Susu Kuda Liar Yang Beredar Di Surabaya

    Get PDF
    Penelitian ini dilakukan untuk menjawab permasalahan (1) Apakah susu kuda liar mempunyai daya anti mikroba yang diduga dapat meningkatkan kondisi tubuh seseorang yang menderita penyakit tertentu, dan (2). Apakah ada kemungkinan pemalalsuan susu kuda tersebut dengan jenis susu yang lain atau bahan - bahan yang lain?. Masalah ini timbal karena akhir-akhir ini telah beredar di masyarakat, bahwa susu kuda liar adalah minimum obat kuat dan sebagai altenatif pengobatan berbagai macam penyakit. Tujuan penelitian ini adalah (1) Mengetahui adanya Jaya antimikroba yan diduga dapat meningkatkan kondisi tubuh seseorang yang menderita penyakit tertententu (2) Mengetahui adanya pemalsuan pada susu kuda liar yang beredar di Surabaya

    PREV ALENSI FLU BURUNG MELALUI IDENTIFIKASI DAN ISOLASI VIRUS AVIAN INFUENZA PADA PETERNAKAN AYAM RAS DI JAWA TIMUR

    Get PDF
    "Adanya wabah penyakit Avian Influenza di Indonesia sejak tahun 2003, serta belum adanya data tentang prevalensi adanya isolat virus avian influenza di petemakan ayam ras JawaTimur pada khususnya dan di Indonesia pada umumnya. Sehingga timbul permasalahan tentang bagaimana prevalensi flu burung melalui identifikasi dan isolasi virus avian influenza pada petemakan ayam ras di Jawa Timur. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sampai seberapa tinggi prevalensi ditemukannnya virus Avian Influenza pada petemakan ayam ras di Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan menggunakan sarana di Laboratorium Virologi Bagian Mikrobiologi Veteriner Fakultas Kedoklteran Hewan Universitas Airlangga. Penelitian dilaksanakan melalui 4 (empat) tahap yaitu (I) tahap penentuan desain penelitian, (2) tahap pengambilan sampel di lapangan, (3) tahap pemeriksaan laboratoris dan (4) tahap pengolahan data dan pembuatan laporan.Tahap penentuan desain penelitian dan penentuan besaran sample meliputi desain penelitian yang dipakai adalah survey dan penentuan lokasi petemakan ayam ras, sebagai tempat pengambilan sample menggunakan metode stratified random sampling, masingmasing lima petemakan dari 4 wiIayah yaitu Blitar, Mojokerto, Jember dan Lamongan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa petemakan ayam ras di Jawa Timur positip terdeteksi adanya virus Avian Influenza sebesar 20% dari .100 sam pel. Hasil penelitian juga menunjukkan dari empat (4) daerah terdapat dua (2) daerah yang positip terdeteksi virus Avian Influenza yaitu Blitar dan Lamongan. Berarti 50% dacrah yang diambil sampclnya positip terdeteksi virus Avian Influenza sehingga dapat dikatakan bahwa wilayah di Jawa Timur sudah terinfeksi virus Avian Infuenza. Kedua daerah ini merupakan lumbung tcmak ayam ras Jawa Timur dengan produksi yang bcsar untuk daging dan telur ayam ras. Produksi ayam ras berupa daging dan telur ayam dari Lamongan dan Blitar dikirim kedaerah-daerah lain yang tidak menutup kemungkinan bertindak sebagai pembawa penyakit flu burung yang tidak menutup kemungkinan daerah lain tertular. Berdasarkan hasil penelitian dari 100 sam pel ekor ayam ras dengan 4 daerah yaitu Lamongan, Blitar, Jember dan Mojokerto disimpulkan bahwa terdeteksi adanya virus Avian Influenza subtipe H5 pada ayam ras sebcsar 20%. Terdapat 50% wilayah yang diperiksa terdeteksi adanya virus Avian Influenza sUbtipe H5 pada ayam ras yaitu daerah Lamongan dan Blitar. Saran dari penelitian ini adalah penerapan biosecurity secara ketat di tingkat petemak mulai dari transportasi DOC, manajemen kandang, transport ayam hidup sampai pengolahan pasca panen. Perlu kerjasama antar instansi terkait terhadap sosialisasi pada masyarakat tentang virus Avian Influenza mulai dari penyebaran sampai penanggulangannya sehingga kasus.inLdapat dicegah.

    ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GEN PENYANDI FIBRINOGEN BINDING PROTEIN DARI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PENYEBAB MASTITIS SAPI PERAH

    Get PDF
    Pemahaman tentang epidemiologi dari Staphylococcus aureus yang meliputi sumber penularan, alur penularan dan faktor resiko menghasilkan sistem pengendalian mastitis yang baik dengan agen penyakit Staphylococcus aureus di beberapa peternakan. Hal penting dari pengendalian Staphylococcus aureus adalah menyadari bahwa bakteri ini ditularkan dari sapi ke sapi selama proses pemerahan. Langkah higienis selama waktu pemerahan menurunkan perpindahan bakteri dari sapi ke sapi yang berdampak penurunan intramammary infection (IMI) yang baru. Tetapi hanya dengan sistem higienis pemerahan saja tidak cukup baik untuk pengendalian penyakit ini. Dengan tambahan pengobatan pada waktu kering dan khususnya pengafkiran bagi yang terinfeksi kronis diperlukan untuk menurunkan IMI oleh Staphylococcus aureus. Pengetahuan yang detail tentang bakteri Staphylococcus aureus akan memperoleh gambaran bahwa pemberantasan pada saat ini masih belum memungkinkan, khususnya adanya Staphylococcus aureus yang memproduksi beberapa faktor virulensi. Jadi investigasi dalam tingkat biologi molekuler harus dilakukan untuk pemecahan masalah mastitis. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui isolasi dan identifikasi gen penyandi fibrinogen binding protein dari Staphylococcus aureus. Adapun pengujiannya melalui pencarian isolat murni Staphylococcus aureus.Sampel susu yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari sapi penderita mastitis yang dilakukan pemerahan sore hari. Pencarian isolat murni Staphylococcus aureus melalui uji koloni pada MS agar, uji hemolysis pada agar darah, uji katalase dan uji koagulase. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa identifikasi gen penyandi fibrinogen binding protein Staphylococcus aureus kasus mastitis sapi perah ditemukan dengan BM 1000 bp. Ekspresi gen penyandi fibrinogen binding protein yang berhasil dikarakterisasi adalah protein dengan BM 40 kD. Understanding the epidemiology of Staphylococcus aureus (reservoirs, transmission pathways, and risk factors) has resulted in excellent control of this major mastitis pathogen in many herds. The major breakthrough in controlling S. aureus came with the realization that it was primarily transmitted from cow to cow during the milking process. Milking time hygiene measures that decreased cow to cow transfer were largely responsible for decreasing new S. aureus intramammary infections (IMI). However, milking time hygiene alone was insufficient in controlling the disease. The addition of dry-cow therapy, and especially, culling the chronically infected were needed to achieve low levels of S. aureus IMI. The knowledge of the sources of S. aureus would suggest that total eradication is not currently possible, especially S. aureus produce virulence factors. Therefore, investigation in molecular biology level on S. aureus should be done to solve mastitis problems. The experiment to be done to show identification of coding gene of fibrinogen binding protein of Staphylococcus aureus. The first step of test was to prepare pure culture of Staphylococcus aureus. Milk samples were collected from mastitic cases at the afternoon milking time. Preparation of pure culture were confirmed by MS agar, hemolytic activity, catalase test and coagulase. The result showed that molecular size of coding gene of fibrinogen binding protein of Staphylococcus aureus were 1000 bp. The molecular weight of protein were 40 kD
    corecore