8 research outputs found
Suku terasing sasak di bayan daerah propinsi nusa tenggara barat
Dalam masyarakat yang sedang membangun seperti Indonesia yang laju proses modernisasinya berjalan dengan cepat, kedudukan suku bangsa terasing tersebut berada dalam keadaan terdesak. Mereka itu secara langsung maupun tidak langsung telah dan se-dang dipengaruhi oleh berbagai aspek dari kegiatan ekonomi, dan cara hidup "modern"; dan mereka itu mau tidak mau harus me-nyesuaikan diri untuk dapat memanfaatkan berbagai kondisi ling-kungannya yang sedang berubah tersebut. Buku ini berisi tentang suku terasing sasak di bayan daerah propinsi Nusa Tenggara Bara
Perajin tradisional di daerah Propinsi Sulawesi Selatan
Tujuan perekaman ini pertama-tama adalah mendeskripsikan keberadaan berbagai perajin dan kerajinan tradisional pada berbagai kelompok masyarakat di Indonesia. Tujuan berikutnya adalah mengungkapkan ciri-ciri perajin dan kerajinan tradisional di Sulawesi Selatan untuk menemukan kaitannya dengan pembangunan sosial ekonomi dan budaya pada umumnya.
Ruang lingkup perekaman tertulis ini adalah kerajinan tradisional di daerah Sulawesi Selatan. Aspek yang akan diungkapkan pada masing-masing kerajinan tradisional tersebut adalah perolehan bahan, teknologi dan peralatannya, modal dan tenaga kerja, produksi, distribusi, fungsi dan peranan sosial, ekonomi dan budaya hasil kerajinan tradisional baik bagi perajin maupun bagi konsumen. Lokasi cakupan yang menjadi sasaran perekaman ini adalah,
pertama, pengrajin tenun sutera di Kelurahan Sompe, Kabupaten Wajo , kedua, perajin keramik tanah liat di Kelurahan Pattallasang, Kabupaten Takalar, ketiga, perajin ukiran kayu di Kelurahan Tikunna Melenong, Kabupaten Tanah Toraja, dan keempat, perajin pandai besi di Desa Massepe , Kabupaten Sidrap (Peta I)
Ungkapan tradisional sebagai sumber informasi kebudayaan daerah Sulawesi Selatan
vi+137hlm.;22c
Ungkapam tradisional yang berkaitan dengan sila-sila dalam pancasila Daerah Bali
x+239hlm.;23c
Sosialisasi Penggunaan Listrik Tenaga Surya Di kecamatan Ternate Tengah
Berdasarkan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), kontribusi energi terbarukan dalam bauran energi nasional ditargetkan sebesar 23% di tahun 2025 dan meningkat menjadi 31% pada tahun 2050. Proses transisi energi ini dilakukan oleh pemerintah sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil yang ketersediannya diperkirakan semakin berkurang serta untuk mengurangi dampak dari emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang berakibat langsung terhadap intensitas perubahan iklim, dengan melakukan perubahan secara gradual melalui investasi energi terbarukan di sektor pembangkit listrik.Pada sektor kelistrikan, target RUEN yang ingin dicapai yaitu kontribusi energi terbarukan sebagai pembangkit listrik sebesar 45 GW dari total kapasitas terpasang pembangkit listrik nasional yang nilainya mencapai 135 GW pada tahun 2025. Dimana kontribusi pemanfaatan energi matahari ditargetkan sebesar 14% atau 6,5 GW. Untuk mewujudkan target 14% atau 6,5 GW kontribusi energi matahari pada tahun 2025, maka seluruh provinsi di Indonesia mendapatkan porsi untuk mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Secara empiris, belum maksimalnya pemanfaatan PLTS di Maluku Utara disebabkan oleh masih kurangnya desiminasi, sosialisasi dan edukasi serta faktor regulasi dari pemerintah daerah itu sendiri terkait pemanfaatan teknologi PLTS khususnya PLTS roofto
PERTANIAN, KEHUTANAN DAN KEMAKMURAN PETANI
Pertanian disebut sebagai kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Dilihat dari pengertian luasnya yang mencakup semua kegiatan serta melibatkan pemanfaatan makhluk hidup untuk kepentingan manusia. Sedangkan istilah Kehutanan memberikan arti sebagai suatu praktik untuk membuat, mengelola, menggunakan dan melestarikan hutan untuk kepentingan manusia, sebagai mana yang disebutkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 41 tahun 1999 tentang kehutanan, definisi kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu, dan kemudian pengelolaan hutan dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu kategori kehutanan konvensional dan kategori kehutanan modern (kehutanan sosial).
Buku ini menyajikan pembahasan mengenai dasar pemahaman pertanian dan kehutanan secara teoritis dan praktis untuk memudahkan mahasiswa dan para pembaca memahami dan mempraktikkan pengelolaan pertanian dan kehutanan dalam kehidupan nyata. Mulai dari konsep dasar, model pertanian dan kehutanan yang efektif dan efisien. Oleh karena itu buku ini hadir kehadapan sidang pembaca sebagai bagian dari upaya diskusi sekaligus dalam rangka melengkapi khazanah keilmuan di bidang pertanian dan kehutanan, sehingga buku ini sangat cocok untuk dijadikan bahan acuan bagi kalangan intelektual di lingkungan perguruan tinggi ataupun praktisi yang berkecimpung langsung di bidang pertanian dan kehutanan