Laporan Kerja Praktek di PT. Petrokimia Kayaku

PT.Petrokimia Kayaku merupakan perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur yang memproduksi pestisida produk hayati.Terdapat dua jenis Pestisida yang di produksi oleh PT. Petrokimia kayaku, yaitu produk cair dan produk padat. Sebelum produk sampai di tangan konsumen tentu beberapa pengujian dilakukan untuk memastikan kualitas produk yang akan dijual ke konsumen yang sering disebut Quality Control. Volume produk adalah salah satu kualitas yang dapat langsung dilihat oleh konsumen secara kasat mata. PT. Petrokimia kayaku belum membuat peta kendali yang digunakan memeriksa hasil produksi. Agar konsumen tidak dirugikan karena mendapat produk yang bervolume kurang. Produsen juga akan rugi jika produk tidak sesuai standard karena harus melakukan rework. Maka dari itu digunakan metode peta kandali dan kemampuan proses. Setelah dilakukan analisis peta kendali didapatkan rata-rata volume produksi bernilai 101,156 dan kemampuan proses bernilai -0,04 yang didapatkan dari nilai CPU . Didapatkan disimpulkan bahwa kemampuan produksi Kanon 100 ml untuk memenuhi standard yang telah ditetapkan cenderung rendah. Hal tersebut disebabkan volume produk Kanon 400 EC yang di hasilkan memiliki kecenderungan melebihi batas atas yaitu 101 ml. Produksi Kanon setiap batch adalah 2000 botol maka Volume produk yang berlebih sebesar 12,8316 ml atau 13 botol produk. Pabrik mengalami kerugian 13 botol produk setiap batch yang seharusnya dapat dijual. Faktor yang mempengaruhi kecenderungan tersebut adalah terkadang terjadi kebocoran pada nozzle dan operator mengalami kesusahan menseting volume produk karena produk yang berbeda-beda kekentalanya. Selain itu botol tidak teransparan membuat operator kesusahan dalam hal memeriksa volume produk. Untuk mengatasi permasalah tersebut, maka dilakukanlah penyampaian informasi pada petugas lapangan tentang batas atas dan batas bawah volume produk yang telah diterapkan serta menganti mesin filling yang lebih presisi dan memiliki sensor otomatis sehingga hasil produksi dapat sesuai dengan spesifikasi yang di inginkan. Mendesain botol yang dapat memperlihatkan volume produk dan memiliki tanda batas volume

Multiple acts of killing

The Act of Killing is a fascinating episodic film documenting the personal consequences of Anwar Congo’s attempt to tell the tale of his exploits in the 1960s.1 Ini lah kita! (This is who we are!). A self-confessed executioner, Anwar celebrates his innovative killing techniques in the opening scenes of Joshua Oppenheimer’s film, before gradually falling into despair. One man’s nightmare helps bring to the fore wider social and political conflicts in Indonesia today, making this a unique cinematic achievement. There are limitations and flaws, however, and I agree with Jess Melvin that we should look beyond the film itself, asking “in what sort of society is boasting about participating in crimes against humanity something that is considered to be tolerable and even status enhancing? While there is no straightforward answer to this question, the seventy-page liputan khusus (special report) published by Tempo magazine in fall 2012 is a useful starting point, filling in some of the historical gaps in Oppenheimer’s film

Perencanaan pengolahan es krim cokelat dan vanilla dalam kemasan cup dengan kapasitas produk 2200 liter/hari di Pandaan Jawa Timur

Es krim adalah salah satu produk pangan beku semi padat atau padat yang dibuat melalui kombinasi proses pembekuan dan agitasi pada campuran bahan-bahan yang terdiri atas susu dan produk susu, lemak hewani atau nabati, bahan pemanis, bahan penstabil, bahan pengemulsi, serta penambahan cita rasa. Tingginya konsumsi es krim di Indonesia menyebabkan industri es krim mempunyai potensi besar untuk berkembang dan karena itu akan menyebabkan semakin ketatnya persaingan dalam industri produk es krim sehingga produsen es krim harus mampu berproduksi sebaik mungkin agar dapat memenuhi keinginan konsumen terhadap es krim yang berkualitas baik dan menghasilkan produk yang mampu bersaing di pasaran. Setiap tahunnya, jumlah konsumsi es krim di Indonesia selalu meningkat. Hal inilah yang mendorong berdirinya pabrik pengolahan es krim dalam kemasan cup yang berlokasi di Pandaan, Jawa Timur. Selain itu, pendirian pabrik ini juga berpeluang dalam membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitar, serta harga jual produk yang relatif lebih rendah dibanding produk saingan. Bentuk usaha pabrik ini adalah Perseroan Terbatas (PT), dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 43 orang. Waktu kerja pabrik dibagi berdasarkan status pekerja (produksi dan non produksi). Berdasarkan perhitungan analisa ekonomi, pabrik es krim ini layak untuk didirikan dan dioperasikan karena memiliki titik impas sebesar 34,82%, dengan laju pengembalian modal sesudah pajak (ROR) sebesar 17,28% dan waktu pengembalian modal sesudah pajak (POT) 4 tahun 7 bulan 24 hari

Perencanaan pengolahan es krim cokelat dan vanilla dalam kemasan cup dengan kapasitas produk 2200 liter/hari di Pandaan Jawa Timur

Es krim adalah salah satu produk pangan beku semi padat atau padat yang dibuat melalui kombinasi proses pembekuan dan agitasi pada campuran bahan-bahan yang terdiri atas susu dan produk susu, lemak hewani atau nabati, bahan pemanis, bahan penstabil, bahan pengemulsi, serta penambahan cita rasa. Tingginya konsumsi es krim di Indonesia menyebabkan industri es krim mempunyai potensi besar untuk berkembang dan karena itu akan menyebabkan semakin ketatnya persaingan dalam industri produk es krim sehingga produsen es krim harus mampu berproduksi sebaik mungkin agar dapat memenuhi keinginan konsumen terhadap es krim yang berkualitas baik dan menghasilkan produk yang mampu bersaing di pasaran. Setiap tahunnya, jumlah konsumsi es krim di Indonesia selalu meningkat. Hal inilah yang mendorong berdirinya pabrik pengolahan es krim dalam kemasan cup yang berlokasi di Pandaan, Jawa Timur. Selain itu, pendirian pabrik ini juga berpeluang dalam membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitar, serta harga jual produk yang relatif lebih rendah dibanding produk saingan. Bentuk usaha pabrik ini adalah Perseroan Terbatas (PT), dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 43 orang. Waktu kerja pabrik dibagi berdasarkan status pekerja (produksi dan non produksi). Berdasarkan perhitungan analisa ekonomi, pabrik es krim ini layak untuk didirikan dan dioperasikan karena memiliki titik impas sebesar 34,82%, dengan laju pengembalian modal sesudah pajak (ROR) sebesar 17,28% dan waktu pengembalian modal sesudah pajak (POT) 4 tahun 7 bulan 24 hari

Revealing Edible Bird Nest as Novel Functional Foods in Combating Metabolic Syndrome: Comprehensive In Silico, In Vitro, and In Vivo Studies

Metabolic dysfunction, which includes intra-abdominal adiposity, glucose intolerance, insulin resistance, dyslipidemia, and hypertension, manifests into metabolic syndrome and related diseases. Therefore, the discovery of new therapies in the fight against metabolic syndrome is very challenging. This study aims to reveal the existence of an edible bird nest (EBN) as a functional food candidate that may be a new alternative in fighting metabolic syndrome. The study included three approaches: in silico molecular docking simulation, in vitro, and in vivo in rats fed on cholesterol- and fat-enriched diets. Four terpenoids of Bakuchiol, Curculigosaponin A, Dehydrolindestrenolide, and 1-methyl-3-(1-methyl-ethyl)-benzene in EBN have been identified through LCMS/MS-QTOF. In molecular docking simulations, Bakuchiol and Dehydrolindestrenolide are considered very potent because they have higher inhibitory power on the four receptors (iNOS, ROS1 kinase, FTO, and lipase) than standard drugs. In vitro tests also provide insight into the antioxidant, antidiabetic, and antiobesity activities of EBN, which is quite feasible due to the smaller EC50 value of EBN compared to standard drugs. Interestingly, in vivo studies also showed significant improvements (p < 0.05) in the lipid profile, blood glucose, enzymatic levels, and inflammatory biomarkers in rats given high-dose dietary supplementation of EBN. More interestingly, high-dose dietary supplementation of EBN upregulates PGC-1α and downregulates HMG-CoA reductase. Comprehensively, it has been revealed that EBN can be novel functional foods for combating metabolic syndrome

Video_1_Bioactive peptides identification and nutritional status ameliorating properties on malnourished rats of combined eel and soy-based tempe flour.MP4

Background and aimsA combined eel and soy-based tempe (CEST) flour is rich in nutrients, especially its high amino acid content in which bioactive peptides (BPs) are expected to be found. Hence, this research aimed to identify the BPs of CEST flour and CEST supplementation’s effect on improving nutritional status biomarkers by ameliorating serum protein, hemoglobin, and IGF-1 of malnourished rats.MethodsCEST flour with a ratio of eel and soy-based tempe of 1:3.5 was produced by applying the oven drying method. Amino acid sequences from six BPs were analyzed using a protein sequencer and spectrometer-electrospray ionization (MS-ESI). A total of thirty malnourished male Rattus norvegicus aged 3–4 weeks were given low-protein (LP; 4% w/w protein) diet treatment for 4 weeks. Afterward, rats were divided into 3 groups of 10 rats. Group A and B remained on a low-protein diet for 4 weeks, receiving an LP diet and getting doses of CEST of 100 and 200 mg/kg BW, respectively, via oral. Group C or control was given a Normal-protein (NP) diet (23% w/w of protein) and was allowed to feed ad libitum during the trial period without a dose of CEST.ResultsSix bioactive peptides were found, with WMGPY being the most abundant, along with a DPPH radical scavenging activity of 5.0 mg/mL. The results showed that serum protein, hemoglobin, and IGF-1 of group B were significantly higher compared to groups A and C (p = 0.0021). CEST dose of 200 mg/kg BW was more effective to increase serum levels of protein (p = 0.0052), hemoglobin, and IGF-1 (p ConclusionThis indicates that the CEST flour has six bioactive peptides, which may contribute to the improvement of nutritional status biomarkers. To establish its potential impact, a human clinical study is urgently needed.</p

Table_1_Bioactive peptides identification and nutritional status ameliorating properties on malnourished rats of combined eel and soy-based tempe flour.DOCX

Background and aimsA combined eel and soy-based tempe (CEST) flour is rich in nutrients, especially its high amino acid content in which bioactive peptides (BPs) are expected to be found. Hence, this research aimed to identify the BPs of CEST flour and CEST supplementation’s effect on improving nutritional status biomarkers by ameliorating serum protein, hemoglobin, and IGF-1 of malnourished rats.MethodsCEST flour with a ratio of eel and soy-based tempe of 1:3.5 was produced by applying the oven drying method. Amino acid sequences from six BPs were analyzed using a protein sequencer and spectrometer-electrospray ionization (MS-ESI). A total of thirty malnourished male Rattus norvegicus aged 3–4 weeks were given low-protein (LP; 4% w/w protein) diet treatment for 4 weeks. Afterward, rats were divided into 3 groups of 10 rats. Group A and B remained on a low-protein diet for 4 weeks, receiving an LP diet and getting doses of CEST of 100 and 200 mg/kg BW, respectively, via oral. Group C or control was given a Normal-protein (NP) diet (23% w/w of protein) and was allowed to feed ad libitum during the trial period without a dose of CEST.ResultsSix bioactive peptides were found, with WMGPY being the most abundant, along with a DPPH radical scavenging activity of 5.0 mg/mL. The results showed that serum protein, hemoglobin, and IGF-1 of group B were significantly higher compared to groups A and C (p = 0.0021). CEST dose of 200 mg/kg BW was more effective to increase serum levels of protein (p = 0.0052), hemoglobin, and IGF-1 (p ConclusionThis indicates that the CEST flour has six bioactive peptides, which may contribute to the improvement of nutritional status biomarkers. To establish its potential impact, a human clinical study is urgently needed.</p