68 research outputs found
EFEK SUPLEMENTASI VITAMIN D TERHADAP KEJADIAN INFEKSI TUBERKULOSIS PADA ANAK BAWAH LIMA TAHUN SEHAT YANG TERPAPAR Mycobacterium tuberculosis Tinjauanterhadapkadarvitamin D,IFN-γ,katelisidin, aktivitas fagositosis makrofag dan polimorfisme genetik reseptor vitamin D secara in vivo dan in vitr
ABSTRAK
Efek Suplementasi Vitamin D terhadap Kejadian Infeksi Tuberkulosis pada Anak Bawah Lima Tahun Sehat yang Terpapar Mycobacterium tuberculosis
Tinjauan terhadap kadar vitamin D, IFN-γ, katelisidin, aktivitas fagositosis makrofag
dan polimorfisme genetik reseptor vitamin D secara in vivo dan in vitro
Finny Fitry Yani
Latar belakang. Peningkatan prevalensi tuberkulosis (TB) di Indonesia juga akan meningkatkan risiko tertular pada anak balita, yang memiliki sistem imun belum sempurna. Hal ini akan berisiko menjadi penyakit berat, cacat dan meninggal. Saat ini upaya intervensi untuk meningkatkan sistem imun pada balita belum menjadi perhatian pada program penanggulangan TB. Vitamin D diketahui dapat meningkatkan imunitas alamiah, menghambat invasi bakteri, sehingga melindungi dari terjadinya infeksi tuberkulosis.
Tujuan. Penelitian ini bertujuan menilai efek suplementasi vitamin D terhadap kejadian infeksi tuberkulosis pada anak balita sehat kontak Mycobacterium tuberculosis melalui tinjauan terhadapkadar vitamin D, IFN-γ, katelisidin, aktivitas fagositosis makrofag dan polimorfisme genetik reseptor vitamin D secara in vivo dan in vitro.
Metode. Disain penelitian adalah studi intervensi secara acak terkontrol buta ganda dengan pengamatan berulang. Skrining awal pada 225 anak balita kontak TB di 22 puskesmas kota Padang, dan didapatkan anak yang memenuhi kriteria sebanyak 136 dan dapat dianalisis adalah 66 subjek penelitian. Kriteria inklusi anak balita kontak TB dengan hasil uji tuberkulin negatif (sehat). Intervensi berupa suplementasi vitamin D3 2 x @ 25.000 IU, dengan interval 6 minggu, dan dipantau sampai 12 minggu. Dilakukan pengukuran pada awal dan diulang setelah 12 minggu, terhadap indikator kadar vitamin D, IFN-γ, katelisidin (ELISA) dan aktivitas makrofag. Dilakukan juga pemeriksaan gen RVD (PCR). Analisis statistik dilakukan dengan chi-square untuk perbedaan proporsi kejadian infeksi dan uji t-independent untuk perbedaan rerata semua indikator pada data akhir intervensi. Persetujuan etik telah didapatkan dari Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Hasil. Tidak terdapat perbedaan infeksi TB pada kedua kelompok intervensi dan plasebo (p=0,855). Data awal menunjukkan pada semua subjek, rerata kadar vitamin D 80%. Sebagian besar memiliki gen mutan untuk jenis gen FokI (93,9%), ApaI (72,7%), TaqI (94%), gen BsmI mutan lebih sedikit (25,8%). Suplementasi vitamin D secara bermakna meningkatkan kadar vitamin D dengan rerata 28,47±7,19 dengan p= 0,003. Tidak terdapat perbedaan bermakna rerata kadar vitamin D, IFN-γ, katelisidin dan aktivitas fagositosis makrofag antara kedua kelompok intervensi dan plasebo. Terdapat perbedaan bermakna pada gen BsmI terhadap perubahan kadar vitamin D antar ke dua kelompok intervensi dan plasebo (p = 0,003).
Kesimpulan. Suplementasi vitamin Dselama 12 minggu tidak memberikan pengaruh terhadap kejadian infeksi TB pada anak balita sehat kontak TB, akan tetapi sudah meningkatkan kadar vitamin D dalam serum. Terdapat peran gen BsmI mutan dalam peningkatan kadar vitamin D.
ABSTRACT
Effect of Vitamin D Supplementation on Tuberculosis Infection among Under-Five Healthy Children Exposed to Mycobacterium tuberculosis
Focus on analyze of vitamin D, IFN-γ, and cathelicidin levels, phagocytic activity of macrophages and genetic polymorphisms of vitamin D receptor
based on in vivo and in vitro
Finny Fitry Yani
Background. Prevalence of tuberculosis (TB) in Indonesia remains high that directly increase the risk of infection among under-five healthy children, whose immune systems are not fully developed. This children can suffer severe illness, disability, and death. It is important to boost the immune system among under-five healthy children, but it has not yet be a concern in the TB control program now. Vitamin D is known to affect innate and adaptive immunity, inhibit bacterial invasion, therefore will protect from tuberculosis infection.
Aim. This study aims to evaluate the effects of vitamin D supplementation towards the incidence of tuberculosis infection among under-five healthy children with Mycobacterium tuberculosis contact through levels of vitamin D, IFN-γ, cathelicidin, phagocytic activity of macrophages, and vitamin D receptor genetic polymorphisms in vivo and in vitro.
Method. A randomized, double-blind, placebo-controlled trial was conducted. Initial screening among 225 under-five children with TB contact in 22 primary health cares in Padang was done. Among 136 children were eligible for this study, only 66 of them were analyzed. The inclusion criteria was under five children whose tuberculin skin test were negative (healthy). Vitamin D3 supplementation was given two times, each 25.000 IU, with an interval of 6 weeks, and monitored until 12 weeks. Measurements were performed at baseline and repeated after 12 weeks towards the indicators levels of vitamin D, IFN-γ, cathelicidin (ELISA) and macrophage phagocytosis activity. RVD gene was also assessed (PCR). Categorical variableswere assessed with chi-square test and continuousvariables were compared by using independent t-test. Ethics approval was obtained from the Ethics Committee from Faculty of Medicine, Andalas University.
Results. There were no difference ofTB infectionbetween intervention and placebo groups(p=0.855). Baseline characteristics showed, the mean levels of vitamin D 80%. Most of the subjects have mutant FokI(93.9%), ApaI (72.7%), TaqI (94%), and mutant BsmI was found fewer (25.8%). Vitamin D supplementation significantly increasedvitamin D level with the average of 28.47 ± 7.19, p = 0.003. There were no significant differences in mean levels of vitamin D, IFN-γ, cathelicidin, and macrophage activity between the two groups. BsmI has a role in the alteration of vitamin D level, this study showed significant differences between the two groups (p = 0,003).
Conclusion. Supplementation of vitamin Dfor 12 weeks among under-five healthy children with TB contacts did not affect to the incidence of TB infection, but it has increased of vitamin D serum levels. There was an association between mutant genes of VDR BsmIto the rise of vitamin D levels
Retropharyngeal abscess, submandibular abscess, and regio colli abscess with bronchopneumonia in a 2.5-month-old boy
Deep neck space infections (DNSIs) in pediatric require more intimate management because of their rapidly progressive nature. Delay in diagnosis and treatment may lead to life-threatening complications. Objective: To report DNSIs as one of emergency case in children. Early diagnosis and immediate management can decrease morbidity and mortality rate in children. Case: A case of a 2.5-month-old boy with chief complain breathlessness due to deep neck space infections and bronchopneumonia. Patient was getting better after surgical drainage. Conclusions: It most commonly occurs in children younger than four years of age having medical history of streptococcal pharyngitis, rarely as a complication of recent trauma, odontogenic infection or extension of vertebral osteomyelitis. Management often consists of antimicrobial therapy and surgical drainage. With the cooperation of ENT specialist and pediatrician/pediatric infectious disease specialist. Management in PICU is mandatory due to high risk of complications
Peran Vitamin D pada Penyakit Respiratori Anak
Fungsi utama vitamin D yang telah lama dikenal adalah pada pengaturan metabolisme kalsium yang berefek pada tulang. Pengetahuan tentang fungsi ini berkembang karena banyak penemuan keadaan defisiensi vitamin D yang dihubungkan dengan berbagai penyakit. Penyakit pada organ respiratori merupakan salah satu kelompok penyakit yang mengalami keterkaitan dengan defisiensi dan insufisiensi vitamin D. Vitamin D dapat berperan sebagai imunomodulator pada sistem imun ilmiah maupun adaptif, sehingga dapat dipertimbangkan sebagai salah satu alternatif untuk suplemen terapi baik pada pencegahan maupun pengobatan penyakit yang berhubungan dengan respiratori, seperti tuberkulosis, infeksi respiratori akut, dan asma. Suplementasi vitamin D yang diberikan berupa dosis harian atau dosis tunggal. Vitamin D yang direkomendasikan adalah vitamin D3 tidak aktif yaitu kolekalsiferol
Cultural and Religious Belief Approaches of a Tuberculosis Program for Hard-to-Reach Populations in Mentawai and Solok West Sumatera, Indonesia
Tuberculosis (TB) is a leading public health concern in Indonesia. It ranks second on the list of high-burden TB countries. In West Sumatra, 47% of TB cases are undetected, late diagnosed, and received incomplete treatment because of low-level awareness and knowledge and stigma, especially among the hardest to reach populations. The study aims to identify the best communication channel to reach those who live in vulnerable and remote areas. This study was a qualitative study applying in-depth interviews to the informal leaders, health officers, cultural artists, and religious leaders across districts in Mentawai and Solok Districts, which are remote and had the lowest case detection rates compared with other districts. The questionnaire was prepared with the perception of the channel to identify TB cases. The data were analyzed using the content analysis technique. Involving religious and informal leaders and using traditional music as a communication channel improved the population's awareness of TB symptoms and access to TB testing and treatment, as well as reduced TB-related stigma. This study found that the cultural and religious contexts play a major role in health communication on TB control for hard-to-reach populations in West Sumatera, Indonesia
A Case of Tuberculous Spondylitis in Child with Undernourish
Tuberculous spondylitis accounts for around 2% of all cases of Tuberculosis (TB) and around 15% of extrapulmonary TB cases. It has been reported that a 17 years old boy with a complaint of a bump on the lumbar region and felt low back pain since two years before admission with a history of back trauma. There was a decrease of body weight. There was no paraesthesia nor paralysis. Defecation and micturition were normal. Basic immunization was incomplete. On physical examination found palpable lymph nodes 0,5x0,5x0,5 cm, multiple et regio colli. There was no BCG scar. Impression nutritional status was undernourished. There was fixed palpable mass at back size about 5x4x5 cm, hard, no fluctuations, no rebound tenderness. Lung examination was normal. Tuberculin test showed induration sized 20 mm. Gene Xpert result Micobacterium Tuberculosis (MTB) not detected. On chest X-ray examination found L1-2 corpus destruction. MRI Spine was suggestive of compressive fractures and suggestive of a bilateral psoas abscess. Decompression and lumbar stabilization surgery were performed. The histopathology examination results were consistent to spondylitis TB characteristics. The patient was discharged on 6th hospitalization and given anti-tuberculous drug.Keywords: Â bump, extrapulmonary, fracture, spondylitis, tuberculosi
Tren Kasus Tuberkulosis Anak di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2014-2016
Latar belakang: Tuberkulosis (TB) masih menjadi penyebab utama tingginya angka kesakitan dan kematian. Insiden TB anak sekitar 6% dari semua kasus TB namun spektrum penyakit TB anak masih belum jelas. Tujuan penelitian ini menggambarkan profil demografi, spektrum penyakit, dan respon pengobatan seluruh anak dengan TB pada 3 tahun terakhir di Rumah Sakit dr M Djamil Padang. Metode: Studi ini merupakan penelitian retrospektif terhadap semua anak menderita TB di Rumah Sakit Dr. M. Djamil pada tahun 2014-2016. Data dikumpulkan dari rekam medis pasien. Hasil: Terdapat 198 anak dengan diagnosis TB, 114 pasien rawat jalan dan 84 pasien rawat inap. Sebagian besar berusia 5-9 tahun (40,9%), laki-laki 66,7% dan 78,8% berstatus sosial ekonomi rendah. TB paru lebih banyak ditemukan pada pasien rawat jalan daripada rawat inap (69,3% vs 15,5%), TB ekstraparu lebih banyak ditemukan pada pasien rawat inap (84,5% vs 30,7%). Penyakit penyerta tersering adalah HIV (6,6%). Gejala terbanyak pada pasien rawat inap adalah penurunan kesadaran (67,9%) sedangkan pasien rawat jalan adalah penurunan berat badan (43,9%). Temuan tes tuberkulin positif hampir sama pada pasien rawat jalan dan rawat inap (48,2% vs 45,2%). Riwayat kontak TB ditemukan pada 43,9% kasus. Rontgen toraks dengan gambaran TB ditemukan pada 92,4% kasus. 78,3% kasus pulih paska 6 bulan pengobatan, 21% pulih dengan pengobatan tambahan, yang lainnya pindah ke pelayanan kesehatan primer dan putus obat. Efek samping obat terjadi pada 6,6% kasus, 6,6% kasus meninggal. Kesimpulan: Terdapat variasi spektrum klinis yang luas pada TB anak, data surveilans yang komprehensif sangat berguna untuk menentukan kebijakan berikutnya untuk menurunkan insiden TB
Hubungan Faktor Risiko terhadap Kejadian Asma pada Anak di RSUP Dr. M. Djamil Padang
AbstrakPrevalensi asma  terus meningkat (5—30% dalam satu dekade terakhir) dan lebih dari 50% penderita saat ini adalah anak-anak. Fenomena ini tidak terlepas dari kompleksitas patogenesis asma yang melibatkan faktor genetik dan lingkungan yang dimulai sejak masa fetal. Tujuan penelitian ini adalah menentukan hubungan antara faktor genetik, demografi, lingkungan, dan perinatal terhadap kejadian asma anak di RSUP Dr. M.. Djamil Padang. Desain penelitian ini adalah case-control study terhadap pasien rawat inap di bangsal anak. Pemilihan sampel menggunakan teknik simple randomized sampling dengan jumlah 78 pasien (39 kasus dan 39 kontrol). Data didapatkan melalui rekam medis subyek penelitian. Analisis data yang digunakan yaitu univariat dan bivariat dengan chi-square. Hasil uji chi-square menunjukkan usia < 5 tahun (p= 0,364), jenis kelamin laki-laki (p=0,255), berat badan lahir rendah (p=0,358), obesitas (p=0,382) tidak memiliki hubungan bermakna dengan asma anak. Hanya riwayat atopi (p <0,05) yang memiliki hubungan berarti. Riwayat paparan asap rokok dan bulu binatang tidak lengkap; sedangkan  usia gestasional hanya satu kelompok saja sehingga tidak dianalisis. Disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara usia <5 tahun, jenis kelamin laki-laki, prematuritas dan obesitas dengan kejadian asma anak. Hubungan bermakna hanya terdapat pada riwayat atopi dengan kejadian asma anak.Kata kunci: asma anak, faktor risiko, riwayat atopi  AbstractPrevalence of asthma is still elevating (5—30% at last decade) and more than 50% of asthmatic is children. This phenomenon is predicted correlating with the complexity of pathogenesis of asthma (included genetic, environtment and perinatal factors) that began from fetal-age. The objectives of this study was to deternine the correlation of genetic, demographic, environtment, perinatal factors to asthma in children in RSUP Dr. M. Djamil Padang. Research design was case-control study. The pediatric patients in RSUP Dr. M. Djamil Padang were the population. The 78 samples were taken by simple randomized sampling technique (39 cases and 39 controls). The chi-square test showed no correlation among age <5 years old (p=0,364), male for sex (p=0,255), low birth-weight (p=0,358), obesity (p=0,382) to children asthma. The history of atopy (p <0,05) was the only correlation to asthma in RSUP M. Djamil Padang. The data of environtment tobacco smoke and pet’s hair were not completed and prematurity history just the only grouped in class of gestasional age, so the data were not analyzed. In conclusion, there are no correlation among age <5 years old, male for sex, low birth-weight, and obesity with children asthma. Atopic history is the  only data that has correlation with children ashtma in RSUP M. Djamil Padang. Keywords: children asthma, risk factors, atopic histor
Hubungan Kejadian Pneumonia Neonatus dengan Beberapa Faktor Risiko di RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode 2010-2012
AbstrakPneumonia merupakan salah satu penyebab mortalitas utama pada neonatus. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), kelahiran preterm, ketuban pecah dini (KPD), dan demam intrapartum merupakan faktor risiko yang dapat berpengaruh terhadap kejadian pneumonia neonatus. Tujuan penelitian ini adalah menentukan hubungan antara faktor risiko tersebut dengan kejadian pneumonia neonatus di RSUP M. Djamil. Penelitian ini bersifat analitik dengan desain cross-sectional dengan mengumpulkan data rekam medis pneumonia neonatus di RSUP M. Djamil Padang periode 2010 – 2012. Kontrol diambil data neonatus yang dirawat dengan diagnosis selain pneumonia pada periode yang sama. Neonatus dengan diagnosis sindrom gawat nafas, sepsis, meningitis, asfiksia, dan aspirasi telah dieksklusi terlebih dahulu. Sejumlah 49 sampel yang memenuhi kriteria terdapat temuan; KPD sebanyak 22,4%, demam intrapartum 20,4%, BBLR 18,4%, dan kelahiran preterm 10,2%. Sebanyak 24 sampel tidak memiliki faktor risiko. Analisis bivariat chi-square menunjukkan bahwa BBLR (p=0,46), kelahiran preterm (p=0,372), KPD (p=0,616), dan demam intrapartum (p=0,083) tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian pneumonia neonatus di RSUP M. Djamil periode 2010-2012.Kata kunci: pneumonia neonatus, BBLR, kelahiran preterm, KPD, demam intrapartum.  AbstractPneumonia is one of leading mortality causes among neonates. Low Birth Weight (LBW), preterm birth, Premature Rupture Of Membranes (PROM) and intrapartum maternal fever are known as risk factors that might contribute to neonatal pneumonia occurence. The objective of this study was to determine relationship the risk factors to  neonatal pneumonia in M. Djamil hospital. This analytic research with cross-sectional design compiled neonatal pneumonia data from 2010-2012 medical record M. Djamil hospital. Controls were taken from neonates hospitalized in M. Djamil within the same period. Neonates with respiratory distress syndrome, sepsis, meningitis, asphyxia, and aspiration were excluded. The 49 subjects that meet research criteria, PROM were found in 22,4% of neonates,intrapartum fever 20,4%, LBW 18,4%, and preterm birth 10,2%. Twenty four of them do not have any of those risk factors. Bivariate analysis with chi-square shows that none of those risk factors are significantly related to neonatal pneumonia in M. Djamil hospital period 2010-2012 (LBW p=0,46; preterm birth p=0,372; PROM p=0,616; intrapartum fever p=0,083).Keywords: neonatal pneumonia, LBW, preterm birth, PROM, intrapartum feve
Profil Balita Penderita Infeksi Saluran Nafas Akut Atas di Poliklinik Anak RSUP DR. M. Djamil Padang Tahun 2012-2013
Infeksi Saluran Nafas Akut Atas (ISPA atas) adalah infeksi pada saluran pernafasan di atas laring, yang merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran balita penderita ISPA atas yang berobat ke poliklinik anak RSUP DR. M. Djamil Padang tahun 2012-2013. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan data rekam medik balita penderita ISPA atas pada tahun 2012-2013. Seluruh anggota populasi dijadikan sampel sesuai kriteria inklusi dan eksklusi sehingga diperoleh jumlah sampel sebanyak 95 orang. Hasil penelitian yang didapatkan yaitu 54,7% balita penderita ISPA atas adalah laki-laki, 68,4% pada kelompok usia 12-<60 bulan, 84,2% berstatus gizi baik dan 62% bertempat tinggal di daerah rural di Kota Padang. Pada tahun 2012, kejadian ISPA atas terbanyak terjadi pada bulan Agustus yaitu sebesar 8,4% dan pada tahun 2013 kejadian terbanyak terjadi pada bulan April dan November yaitu sebesar 7,4%.Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa kejadian ISPA atas terbanyak adalah laki-laki, pada kelompok balita, dengan status gizi baik, dan umumnya bertempat tinggal di daerah rural. Kejadian ISPA atas ditemukan hampir setiap bulan pada tahun 2012-2013. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan peningkatan pemberian informasi kepada ibu yang mempunyai bayi dan balita mengenai penyakit ISPA serta faktor-faktor yang mempengaruhinya agar angka morbiditas akibat ISPA dapat berkurang
Profil Pasien Pneumonia Komunitas di Bagian Anak RSUP DR. M. Djamil Padang Sumatera Barat
AbstrakPneumonia adalah proses inflamasi pada parenkim paru dan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun, terutama di negara berkembang. Prevalensi kejadian pneumonia komunitas pada anak di Sumatera Barat cukup tinggi. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui gambaran pasien pneumonia komunitas di Bagian Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2010-2012. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan data rekam medik anak yang dirawat dengan diagnosis utama pneumonia periode 1 Januari 2010 sampai 31 Desember 2012 dan diperoleh jumlah sampel sebanyak 178 orang anak. Hasil penelitian yang didapatkan yaitu pneumonia komunitas pada anak banyak terdapat pada anak laki-laki 55,6%, terutama pada kelompok usia 2-48-72 bulan, disertai nafas cuping hidung 92,7%, retraksi dinding dada 86%, ronkhi 91,6% dan wheezing 14,6%. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan jumlah leukosit dalam batas normal 63% dan gambaran foto rontgen thoraks berupa infiltrat 96,6%. Penyakit yang sering menyertai pneumonia pada anak yaitu anemia 30,9% dan komplikasi yang terjadi berupa gangguan keseimbangan asam-basa 48,3%. Lama rawatan paling banyak 5-10 hari dengan outcome perbaikan 56,7%. Tingginya insiden pneumonia anak di RSUP DR. M. Djamil dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu status gizi kurang, status imunisasi yang belum lengkap, serta faktor lingkungan tempat tinggal anak.Kata kunci: profil, pneumonia komunitas, anakAbstractPneumonia is infection or inflammation of the lung and it is a major cause of morbidity and mortality in children aged under five years, especially in developing countries. Prevalence of CAP in children at West Sumatra is quite high. The objective of the study was to report the profile of CAP in pediatric ward of DR. M. Djamil Hospital Padang in 2010–2012.This research was a descriptive study using medical records of children with primary diagnosis of CAP in the period of January 1, 2010 until December 31, 2012. During the study period, 178 patients were diagnosed as CAP, 55.6% found in boys, especially in the age group 2 - 48-72 months, with nasal flaring 92.7%, chest wall indrawing 86%, rhonchi 91.6% and wheezing 14.6%. The laboratory test showed leucocyte 63% within normal limits and infiltrate found in 96,6% chest radiograph. Accompanying diseases that often in children with pneumonia are anemic 30.9% and complications that occur is acid-base balance disorders 48,3%. The hospital length of stay for children is 5-10 days and 56.7% children had improvement outcomes.The high incidence of CAP in children at DR. M. Djamil hospital influenced by several factors, such as malnutrition status, incomplete immunization.Keywords: profile, community-acquired pneumonia, childre
- …