14 research outputs found
Pengaruh Sosialisasi dan Simulasi terhadap Kesiapsiagaan dalam Menghadapi Bencana Alam Gempa Bumi pada Masyarakat Desa Keurisi Meunasah Lueng Jangka Buya Pidie Jaya
Indonesia adalah negara maritim yang terletak pada titik temu 3 lempeng utama bumi yaitu Lempeng Pasifik, Lempeng Eurasia, Lempeng Samudra Hindia-Australia yang mengakibatkan Indonesia mengalami banyak kejadian bencana alam seperti gempa bumi. BPS menyebutkan di Indonesia terjadi sebanyak 10.570 kali gempa pada tahun 2021. Pidie Jaya merupakan salah satu kota di Indonesia yang berada di provinsi Aceh yang menjadi daerah rawan bencana gempa bumi karena letak geologinya pada sesar Samalanga Sipopok. Pada 7 Desember 2016 gempa dengan kekuatan besar yaitu 6,5 Mw terjadi di Pidie Jaya yang mengakibatkan 1.079 korban jiwa dengan 104 orang meninggal dan kerugian mencapai 1,854 triliun. Dalam hal ini sosialisasi dan simulasi dapat menjadi faktor penting yang bertujuan untuk meningkatkan kesiapsiagaan bencana. Tujuan Penelitian Mengetahui pengaruh sosialisasi dan simulasi terhadap kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana alam gempa bumi pada masyarakat desa Keurisi Meunasah Lueng, Jangka Buya, Pidie Jaya. Metode Metode Penelitian ini merupakan eksperimental jenis quasi-eksperimental dengan responden berjumlah 72 orang yang diambil dengan menggunakan purposive sampling. Hasil Penelitian menunjukan bahwa sebelum sosialisasi dan simulasi mayoritas masyarakat berada dikategori sedang (62,5%) sedangkan setelah penyuluhan, mayoritas masyarakat berada dikategori tinggi (86,1%). Data analisis menggunakan uji statistik t-dependent. Hasil analisis statistik menunjukan nilai p = 0,001. Kesimpulan Terdapat pengaruh signifikan sosialisasi dan simulasi terhadap kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana alam gempa bumi pada masyarakat Desa Keurisi Meunasah Lueng, Jangka Buya, Pidie Jaya
STEVENS JOHNSON SYNDROME
Stevens Johnson Syndrome (SJS) merupakan suatu sindroma atau kumpulan gejala yang mengenai kulit, selaput lendir, dan mata dengan keadaan umum yang bervariasi dari ringan sampai berat. Penyakit ini bersifat akut dan pada bentuk yang berat dapat menyebabkan kematian, oleh karena itu penyakit ini merupakan salah satu kegawatdaruratan penyakit kulit. Sindroma ini merupakan salah satu contoh immune-complex-mediated hypersensitivity, atau yang juga disebut reaksi hipersensitivitas tipe III, di mana kejadiaannya dapat diinduksi oleh paparan obat, infeksi, imunisasi, maupun akibat paparan fisik lain kepada pasien. Stevens Johnson Syndrome berisiko menimbulkan kematian, perawatan dan pengobatan pasien SJS sangat membutuhkan penanganan yang tepat dan cepat. Adapun terapi yang bisa diberikan antara lain perawatan terhadap kulit dan penggantian cairan tubuh, perawatan terhadap luka, serta perawatan terhadap mata. Kelangsungan hidup pasien Stevens Johnson Syndrome bergantung pada tingkat pengelupasan kulit, di mana apabila pengelupasan kulit semakin meluas, maka prognosisnya dapat menjadi semakin buruk. Selain itu, variabel lain seperti dengan usia penderita, keganasan penyakit tersebut, denyut jantung, kadar glukosa, kadar BUN dan tingkat bikarbonat juga dapat mempengaruhi kelangsungan hidup pasien
DEMAM REUMATIK AKUT
Demam reumatik akut adalah konsekuensi autoimun dari infeksi streptokokus grup A. Demam reumatik akut menyebabkan respon inflamasi umum dan penyakit yang mengenai jantung, sendi, otak dan kulit secara selektif. Infeksi Streptococcus beta hemolyticus grup A pada tenggorok selalu mendahului terjadinya demam reumatik, baik pada serangan pertama maupun serangan ulangan. Manifestasi klinis demam reumatik dibagi menjadi manifestasi klinis mayor yaitu artritis, karditis, korea, eritema marginatum dan nodulus subkutan. Manifestasi klinis minor yaitu demam, artralgia, peningkatan LED dan C-reactive protein dan pemanjangan interval PR. Penatalaksanaan pada demam reumatik/penyakit jantung reumatik berupa eradikasi dari kuman Streptococcus beta hemolyticus grup A, obat-obat analgesik dan antiinflamasi, diet, istirahat dan mobilisasi serta pengobatan lain yang diberikan sesuai klinisnya seperti pengobatan korea
FAKTOR HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN GIZI KURANG DI PUSKESMAS SYAMTALIRA ARON KABUPATEN ACEH UTARA TAHUN 2019
Gizi kurang secara langsung dapat dipengaruhi oleh konsumsi zat gizi dan infeksi penyakit. Air susu ibu adalah makanan ideal untuk bayi dan menjamin status gizi yang baik bagi bayi. Air susu ibu mengandung antibodi yang membantu melindungi anak dari berbagai penyakit. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian gizi kurang di Puskesmas Syamtalira Aron Kabupaten Aceh Utara tahun 2019. Jenis penelitian adalah studi analitik dengan rancangan case control. Sampel penelitian ini terdiri 60 orang balita yang berada di Puskesmas Syamtalira Aron, terdiri dari 30 kasus dan 30 kontrol dengan teknik consecutive sampling. Hasil penelitian menunjukkan balita yang mendapatkan ASI eksklusif 36,7 %, dan tidak mendapatkan 63,3%. Terdapat hubungan yang bermakna, sedang, dengan arah negatif (α = 0,05, p value = 0,001, r = – 0,415) antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian gizi kurang di Puskesmas Syamtalira Aron Kabupaten Aceh Utara tahun 2019. Kesimpulan penelitian ialah menunjukkan semakin besar angka pemberian ASI eksklusif, maka semakin turun angka balita denga gizi kurang. Kata kunci: ASI Eksklusif, Gizi Kuran
Home Visite pada Penderita Epilepsi Desa Pande Kecamatan Tanah Pasir
Epilepsi merupakan salah satu masalah kesehatan yang menonjol di masyarakat, karena permasalahan tidak hanya dari segi medik tetapi juga sosial dan ekonomi yang menimpa penderita maupun keluarganya. Dalam kehidupan sehari-hari, epilepsi merupakan stigma bagi masyarakat. Mereka cenderung untuk menjauhi penderita epilepsi. Bagi orang awam, epilepsi dianggap sebagai penyakit menular (melalui buih yang keluar dari mulut), penyakit keturunan, menakutkan dan memalukan. Metode kualitatif dengan anamnesis mendalam dilakukan mulai dari home visite, anamnesis, pemeriksaan fisik dan edukasi. Tujuan untuk meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga pasien mengenai penyakitnya. Pasien sudah menderita epilepsi sejak 23 tahun karena pengetahuan yang rendah memilih untuk berobat ke dukun, tetapi 5 tahun terakhir ini sudah rutin ke dokter dan mengalami penurunan intensitas kejang. Dirawat oleh ibunya yang mengalami katarak 2 tahun terakhir ini sehingga diperlukan pemantauan langsung oleh pihak puskesmas secara berkala. Tidak rutin minum obat, kecapean, dan stress akan berdampak pada kejang vberulang sehingga epilepsi menjadi tidak terkontrol