47 research outputs found

    ANALISIS RESIKO BENCANA KEBAKARAN DI KOTA BUKITTINGGI

    Get PDF
    Kota Bukittinggi merupakan salah satu kota di Provinsi Sumatera Barat yang berada di kawasan rawan bencana kebakaran. Penyebab kebakaran yang terjadi di Kota Bukittinggi lebih banyak dipicu oleh bencana gempa bumi, faktor kesalahan manusia dan faktor cuaca. Gempa yang terjadi terkadang sering menimbulkan konslet listrik dan pada akhirnya menyebabkan kebakaran. Melihat potensi bencana yang dimiliki oleh Kota Bukittinggi, menjadikan hal tersebut sebagai isu permasalahan yang harus dipertimbangkan dalam setiap perencanaan pembangunan Kota Bukittinggi, karena bencana dalam bentuk apapun dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Bencana tersebut ada juga yang datang dengan didahului oleh peringatan namun ada juga yang datang secara tiba-tiba, sehingga diperlukan pengelolaan bencana yang lebih sistimatis secara bersamasama baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat. Berdasarkan kondisi Kota Bukittinggi yang memiliki potensi bencana, maka diperlukan studi yang dapat dijadikan masukan dalam upaya mengurangi resiko bencana.Untuk mengurangi resiko tersebut, terlebih dahulu perlu diidentifikasi wilayah-wilayah yang beresiko tinggi kebakaran. Penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian sebelumnya dimana ada 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi tingkat resiko bencana yaitu faktor bahaya, kerentanan dan ketahanan. Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini menggunakan beberapa metode yaitu perhitungan nilai faktor dengan model standarisasi Davidson serta metode superimpose. Selain itu untuk memperoleh tingkat kepentingan faktor-faktor resiko bencana digunakan pembobotan dengan menggunakan metode proses hierarki analitik (Analytical Hierarchy Process/AHP). Kata kunci: Resiko Bencana, Mitigasi Bencana, Bahaya (Hazard), Kota Bukittingg

    KUALITAS PELAYANAN FASILITAS WISATA PANTAI TANJUNG KELAYANG KABUPATEN BELITUNG

    Get PDF
    Tanjung Kelayang is one of the Strategic area in Belitung Regency Tourism development by the National Tourism Development Master Plan. Tanjung Kelayang is one of the mainstay of tourism in Belitung Regency. Judging from the availability of tourist facility in PantaiTanjung Kelayang not in accordance with the needs of tourist visitors. Therefore, this study purposes to produce an overview of the service quality of tourist facilities so as to produce the needs and perceptions of tourist to the satisfaction of the tourist facilities. Service quality tourist facilities are seen by tourist characteristics and components of travel facilities is accommodation, means of eating and drinking, shopping advice, common facility tours and travel services facilities. The analysis technique used is standard tourist facilities needs, Importance Performance and Customer Satisfaction Index. From the analysis of the quality of service facilities can be known facility has not been in accordance with the needs of tourist visitors and rank satisfaction of tourist to the facility so that the necessary improvement of the quality of the tourism product.by reference to the assessment and analysis is obtained picture of the needs and perceptions of visitors travel to the tourist facilities in Tanjung Kelayang travel Keywords: Tourism, Quality of Service, facilitie

    PENGARUH IMPLEMENTASI KEBIJAKAN TATA RUANG TERHADAP EFEKTIVITAS PEMANFAATAN RUANG KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT

    Get PDF
    Abstrak : Pelaksanaan atau implementasi kebijakan tata ruang kabupaten dan kota di Propinsi Jawa Barat mengindikasikan adanya permasalahan dalam keefektifannya. Permasalahan yang sering terjadi adalah tidak sesuainya pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang. Dengan kata lain terdapat penyimpangan (deviasi) pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang. Hal ini menunjukkan terjadinya permasalahan dalam implementasi kebijakan tata ruang. Dalam implementasi kebijakan tata ruang kabupaten dan kota di Propinsi Jawa Barat, sub-variabel sumber daya, komunikasi, dan sikap berpengaruh secara signifikan terhadap efektivitas pemanfaatan ruang, sedangkan sub-variabel struktur birokrasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap efektivitas pemanfaatan ruang. Kata kunci: implementasi, kebijakan publik, tata ruang, efektivita

    EVALUASI KESESUAIAN LAHAN INDUSTRI DI KECAMATAN LEGOK KABUPATEN TANGERANG

    Get PDF
    Industri adalah bagian dari usaha jangka panjang untuk menigkatkan struktur ekonomi yang tidak seimbang, karena terlalu bercorak pertanian kearah struktur ekonomi yang lebih kokoh dan seimbang antara pertanian dan industri. Berkembang pesatnya kegiatan industri menyebabkan beberapa dampak negatif seperti, pertumbuhan permukiman disekitar kawasan industri, kemacetan lalu lintas, rusaknya kawasan lindung, dan masih banyak lagi. Keberadaan lokasi industri di wilayah Kecamatan Legok cukup luas, persebaran industri yang tidak terarah dan mengakibatkan percampuran antara kegiatan perumahan dan industri. Bercampurnya antar kegiatan seperti ini dapat berdampak kurang baik bagi masing – masing kegiatan. percampuran dari dua fungsi yang bertolak belakang yaitu kegiatan industri dengan kegiatan lainnya terutama perumahan, dikarenakan adanya kesamaan karakteristik akan kebutuhan lahan.bagi perkembangan industri di Kecamatan Legok, maka diperlukan studi mengenai evaluasi kesesuaian lahan industri di Kecamatan Legok. Kesimpulannya adalah lahan yang sesuai untuk lokasi seluas 3044,10 Ha, terdapat pula lahan sesuai bersyarat untuk industri dengan luas sebesar 23,89 Ha, terakhir lahan yang tidak sesuai untuk industri yaitu seluas 930,42 Ha, ketidaksesuaian lahan ini dikarenakan lahan tersebut memiliki karakter jenis tanah yang subur untuk pertanian, sehingga tidak sesuai untuk dikembangkan kegiatan industri dilahan tersebut. Sebesar 84% Industri di Kecamatan Legok dibangun pada lahan yang sesuai untuk kegiatan industri, dan 15% terbangun pada lahan yang tidak sesuai untuk kegiatan industri, ketidaksesuaian lahan tersebut dikarenakan lahan tersebut memiliki karakter jenis tanah yang subur untuk pertanian sehingga tidak sesuai untuk dikembangkan kegiatan industri dilahan tersebut. terdapat beberapa lokasi industri eksisting yang berada dalam lahan yang tidak sesuai untuk kegiatan industri tepatnya berada di Desa Babat dengan luas ketidaksesuaian sebesar 13,72 ha, Desa Bojongkamal dengan luas ketidaksesuain sebesar 4,90 ha, Desa Caringin dengan luas ketidaksesuaian 1 ha, Desa Ciangir dengan luas ketidaksesuain sebesar 0,75 ha, Desa Cirarab 2,14 ha, Desa Kemuning 1,51 ha, dan Desa Babakan dengan luas ketidaksesuaian sebebsar 1,47 ha. Kata Kunci : Evaluasi, Kesesuaian Lahan, Industr

    ARAHAN PENYEDIAAN LAHAN DAN POLA PENYEBARAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA SUKABUMI

    Get PDF
    RTH di Kota Sukabumi saat ini kurang dari 30 persen dari luas keseluruhan wilayah Kota Sukabumi (paparan Bappeda Kota Sukabumi saat pembahasan RPJMD 2008-2013). Hal ini disebabkan banyak kawasan hijau yang berubah menjadi bangunan pertokoan atau alasan lainnya. Seperti diantaranya Jalan Tipar Gede, depan Pasar Swalayan Ramayana yang sebelumnya ditanam belasan pohon, sempadan sungai juga mengalami penurunan luas, dari 288,35 Ha pada kenyataannya berkurang menjadi 124,87 Ha, hal ini disebabkan beberapa ruas lahan sempadan sungai beralih fungsi menjadi lahan-lahan terbangun. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui kebutuhan RTH publik, luas lahan yang dapat dimanfaatkan untuk penyediaan lahan RTH dan untuk menentukan pola pemanfaatan lahan tersebut melalui penyebarannya. Terdapat 2 (dua) pendekatan yang digunakan, yaitu pendekatan berdasarkan dengan jumlah penduduk dan pendekatan berdasarkan pedoman atau standar yang berlaku. Pendekatan RTH taman dan hutan kota menggunakan jumlah penduduk dan untuk menghitung kebutuhan hutan kota menggunakan persamaan Gerarrkis, sedangkan untuk kebutuhan jalur hijau menggunakan standar. Luas eksisting RTH publik yang tersedia hanya 142,53 Ha. Berdasarkan hasil proses analisis, kebutuhan RTH publik mencapai 706,8 Ha pada tahun 2029, rinciannya adalah sebagai berikut: kebutuhan taman kota mencapai 67,42 Ha, hutan kota mencapai 397,38 Ha dan jalur hijau mencapai 243,79 Ha. Sedangkan total luas lahan potensial hanya mencapai 582,99 Ha, dari luas potensi tersebut yang dapat dimanfaatkan untuk RTH taman mencapai 183,43 Ha, RTH hutan kota 399,56 Ha. Secara keseluruhan kebutuhan RTH publik belumlah mencukupi atau sesuai dengan ketentuan yang berlaku, total potensi luas dan luas eksisting mencapai 542,09 Ha sedangkan jika mengacu terhadap luas wilayah kota seharusnya 960,04 Ha. Oleh karena itu, untuk mengganti kekurangannya maka perlu adanya peningkatan fungsi RTH eksisting dan pola pemanfaatan yang sesuai dengan arahan penyebarannya. Kata kunci: Penyediaan Lahan, Pola Penyebaran Dan Ruang Terbuka Hijau Publik

    KONSEP PENANGANAN KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH DI PUSAT KOTA BANDUNG (KELURAHAN NYENGSERET)

    Get PDF
    ABSTRAK Kota Bandung merupakan Ibu Kota Provinsi Jawa Barat. Sebagai Ibu Kota Provinsi tidak terlepas dari adanya permasalahan permukiman terutama keberadaan permukiman kumuh. Hal ini dikarenakan budaya masyarakat yang suka hidup mengelompok dan membangun rumah dibantaran sungai dengan membangun seadanya tanpa memperhatikan tata ruang dan lingkungan permukiman. Kurang perhatiannya pemerintah daerah dalam menata secara baik mengakibatkan kawasan permukiman memberi gambaran visual yang kurang baik. Kajian ini diawali dengan melakukan identifikasi kondisi kawasan dan mencari beberapa konsep atau model penanganan permukiman kumuh (Peremajaan Kota dan Peningkatan Kualitas Lingkungan) yang sesuai untuk diterapkan pada kawasan permukiman kumuh Nyengseret, kemudian melihat bagaimana peran aktor pembangunan, dalam hal ini pemerintah, swasta dan masyarakat dalam mengimplementasikan konsep atau model tersebut sehingga pada akhirnya dapat diterima dan dilaksanakan oleh semua pihak terutama masyarakat yang berada pada lokasi kajian. Dari beberapa kajian seperti kepadatan bangunan, kepemilikan tanah, kepadatan penduduk, ketersediaan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh masyarakat di lokasi kajian ternyata pendekatan konsep yang diterapkan adalah konsep Peningkatan Kualiatas Lingkungan dan peremajaan kota. Konsep ini dapat dilaksanakan apabila seluruh komponen masyarakat, terutama Pemerintah Kota Bandung dan swasta bersama – sama dalam mengimplementasikan konsep penanganan tersebut. Konsep ini diharapkan dapat mendorong partisipasinya masyarakat dalam mewujudkan peningkatan kapasitas kominitas dalam rangka pemberdayaan yang dimulai dari perencanaan hingga pelaksanaan yang mencakup kegiatan sosialisasi program, perencanaan partisipatif dan pelaksanaan pembangunan fisik secara bersama – sama. Kata Kunci : Permukiman Kumuh, Pusat Kota, Strategi Penanganan ABSTRACT Bandung is the capital city of West Java Province. As a provincial capital can not be separated from the issue of settlements, especially the existence of slums. This is because the culture of the people who like to live in groups and build a hou se dibantaran river by building a makeshift regardless of the spatial and settlements. Less attention of local governments in managing the well resulted in the settlement area gives a visual picture is not good. This study begins by identifying the condition of the area and looking for some concepts or models handling of slums (Revitalization and Improvement of Environmental Quality) suitable for application in areas of slums Nyengseret, then see how the role of development actors, in this case the government, private and public in implementing the concept or model that can eventually be accepted and implemented by all parties, especially the people who are at the study site. From several studies such as the density of buildings, land ownership, population density, availability of facilities and infrastructure owned by communities in the study turned out to approach the concept applied is the concept kualiatas Improved Environmental and urban renewal. This concept can be implemented if all components of society, particularly the Government of Bandung and private together - together in implementing the concept of such treatment. This concept is expected to encourage community participation in creating kominitas capacity building in order to empower the planning stage to the implementation of the program which include socialization, participatory planning and implementation of physical development together -together. Keywords: Slum, City Center, Coping Strategie

    KAJIAN TINGKAT LAHAN KRITIS DI SUB DAS CIWIDEY – KABUPATEN BANDUNG

    Get PDF
    Dalam kebijaksanaan sistem perwilayaan (RTRW Kabupaten Bandung 2001 - 2010) Sub Das Ciwidey sebagian besar masuk dalam Wilayah Pembangunan (WP)Bandung, tepatnya di Sub Wilayah Pembangunan (SWP) Soreang meliputi Kecamatan Soreang, Pasirjambu, Ciwidey, Banjaran, Pameungpeuk, Pangalengan, Arjasari, Cimaung, dan Katapang. WP Bandung Selatan tersebut secara fungsional ditetapkan sebagai wilayah pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, pariwisata, dan kawasan lindung. Salah satu fungsi utama dari daerah aliran sungai (DAS) adalah sebagai pemasok air dengan kuantitas dan kualitas yang baik terutama di daerah hilir. Alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian akan mempengaruhi kuantitas dan kualitas tata air pada daerah aliran sungai (DAS) yang akan lebih dirasakan oleh masyarakat di daerah hilir. Persepsi umum yang berkembang pada saat ini, konversi hutan menjadi lahan pertanian mengakibatkan penurunan fungsi hutan dalam mengatur tata air, sehingga terjadinya banjir, longsor dan erosi pada DAS tersebut. Lahan kritis pada suatu kawasan daerah aliran sungai (DAS) merupakan hal penting yang harus diperhatikan antara lain dengan mengetahui tingkat lahan kritis. Penentuan tingkat lahan kritis dilakukan dengan mempertimbangkan aspek biofisik berupa tingkat bahaya erosi, tingkat gerakan tanah, dan aspek sosial kependudukan dan ekonomi berupa tingkat tekanan penduduk. Selain itu, perkembangan sistem informasi geografis (GIS) sebagai alat bantu pengambilan keputusan telah berkembang dengan pesat. Sistem informasi geografis ini sangat berperan untuk menganalisis data. Selain analisis overlay dalam sistem informasi geografis, penggunaan metode pembobotan sangat penting untuk menentukan tingkat lahan kritis berdasarkan kedua aspek tersebut. Hal ini disebabkan tidak adanya kepastian dari para pengambilan keputusan, sehingga perlu diberikan suatu cara agar hasil analisis dapat dicapai hasil yang lebih baik. Teknik pembobotan yang digunakan dalam studi ini adalah metode proses hierarki analitik (Analitycal Hierarchy Process/AHP). Pada beberapa daerah di wilayah Sub DAS Ciwidey terdapat lahan sangat kritis, kritis, agak kritis, potensial kritis dan tidak kritis, sehingga perlu merumuskan arahan penanganan lahan kritis, hal ini dilakukan agar menjadi panduan untuk penanganan lahan kritis di wilayah Sub DAS Ciwidey. Arahan penanganan lahan tersebut diantaranya dapat dilakukan dengan cara penanganan lahan secara rehabilitas hutan dan lahan, penanganan dengan teknik konservasi secara vegetatif, penanganan teknik konservasi sipil mekanis, penanganan teknik konservasi secara agronomis

    IDENTIFIKASI TINGKAT RISIKO BENCANA GEMPA BUMI SERTA ARAHAN TINDAKAN MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN SUKABUMI

    Get PDF
    Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi merupakan suatu wilayah pesisir selatan Jawa Barat dan berhadapan langsung dengan pertemuan lempeng Indo-Australia dan dilalui oleh sesar/patahan Cimandiri yang merupakan zona sumber gempa. Kondisi ini menyebabkan Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi secara potensial memiliki risiko bencana gempa bumi. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk mengurangi risiko bencana gempa bumi. Untuk mengurangi risiko, perlu diketahui wilayah-wilayah yang berisiko tinggi terhadap bencana gempa bumi serta bagaimana rumusan implikasi risiko bencana tersebut terhadap tindakan mitigasi bencana agar dapat mengurangi risiko. Untuk mengetahui tingkat risiko bencana gempa bumi di Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi, maka pada penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian sebelumnya ditetapkan bahwa terdapat 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi tingkat risiko bencana gempa bumi yaitu faktor bahaya gempa bumi, kerentanan dan ketahanan. Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini menggunakan beberapa metode yaitu perhitungan nilai faktor dengan model standarisasi Davidson serta metode superimpose (dengan teknik skoring), selain itu untuk memperoleh nilai perbandingan antara beberapa faktor yang ditinjau dari segi pentingnya faktor tersebut terhadap faktor lainnya dalam menentukan penilaian prioritas terhadap risiko bencana alam gempa bumi maka digunakan pembobotan dengan menggunakan metode proses hierarki analitik (Analytical Hierarchy Process/AHP). Berdasarkan hasil analisis tingkat risiko bencana gempa bumi di Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi diperoleh hasil bahwa wilayah yang memiliki tingkat risiko tinggi adalah dengan total seluas 16.915,84 Ha (sekitar 11,56% dari total luas wilayah secara keseluruhan), yang penyebarannya sebagian besar di Kecamatan Pelabuhanratu, Ciemas dan Simpenan, serta sebagian kecil tersebar di Kecamatan Cisolok, Cikakak, Ciracap dan Tegalbuleud. Wilayah yang memiliki tingkat risiko sedang tersebar di sebagian besar Kecamatan Simpenan, Ciemas, Cikakak dan Cisolok, serta sebagian kecil di Kecamatan Cibitung, Surade, Pelabuhanratu dan Tegalbuleud, dengan total luas wilayah berisiko sedang yaitu seluas 61.630,09 Ha (sekitar 42,11% dari total luas wilayah secara keseluruhan), sedangkan untuk wilayah dengan tingkat risiko rendah tersebar di sebagian besar Kecamatan Tegalbuleud, Cibitung, Surade, Ciracap dan Cisolok, serta sebagian kecil tersebar di Kecamatan Cikakak, Simpenan dan Ciemas, yaitu dengan total seluas 67.826,43 Ha (sekitar 46,34% dari total luas wilayah secara keseluruhan). Upaya untuk mengurangi risiko bencana tersebut dilakukan berdasarkan peta tingkat risiko yang menunjukkan tingkat, letak dan sebaran risiko terhadap bencana gempa bumi, berupa arahan tindakan kegiatan pada kondisi yang sedang berlansung (existing activity). Arahan-arahan tersebut merupakan upaya pencegahan dan pengendalian dalam mengurangi kerugian dan kerusakan akibat dampak yang ditimbulkan oleh peristiwa gempa bumi, yaitu dengan cara menurunkan nilai indikator faktor kerentanan (vulnerability) dan menaikkan nilai indikator faktor ketahanan/kapasitas

    KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) PRIVAT DARI KAWASAN HUNIAN DI KELURAHAN GARUDA, KECAMATAN ANDIR KOTA BANDUNG

    Get PDF
    Ruang Terbuka Hijau merupakan elemen yang sangat penting dalam menjaga unsur keseimbangan kota. Namun belakangan ini keberadaan RTH semakin menurun baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Ruang Terbuka Hijau Privat adalah Ruang Terbuka Hijau milik institusi tertentu atau orang perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain berupa kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan. Tujuan studi ini adalah untuk mengetahui besarnya kontribusi dari ketersediaan RTH privat dari kawasan hunian yang terdapat di Kelurahan Garuda, Kecamatan Andir, dalam menunjang ketersediaan RTH Kota Bandung. Pada studi ini, wilayah yang menjadi daerah penelitian, yaitu wilayah Kelurahan Garuda, Kecamatan Andir sebagai salah satu Kelurahan yang terdapat di Kota Bandung. Kajian ketersediaan RTH privat sebagai bagian dari Ruang Terbuka Hijau Kota dalam studi ini hanya terbatas pada jumlah dan luas RTH privat yang terdapat pada setiap permukiman/perumahan penduduk (pekarangan rumah penduduk), serta proporsi penyediaan RTH Privat tersebut. Pemanfaatan lahan untuk RTH Privat berupa pekarangan rumah di Kelurahan Garuda masih kurang efektif. Dimana untuk rumah yang memiliki luas kavling cukup besar namun luas pekarangannya lebih kecil dibandingkan dengan rumah yang memiliki luas kavling lebih kecil. Kelurahan Garuda memiliki luas lahan terbangun yang besar dan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi. Salah satu dampak dari tingginya tingkat pemanfaatan lahan untuk perumahan/permukiman yaitu semakin berkurangnya RTH di Kelurahan Garuda, yang berdampak pula pada minimnya penyediaan RTH Privat di perumahan/permukiman penduduk. Hal tersebut menunjukan bahwa terdapat ketidakseimbangan antara ketersediaan RTH Privat dengan jumlah penduduk dan perumahan/permukiman yang ada. Dengan demikian, kontribusi RTH Privat yang terdapat pada perumahan/permukiman terhadap RTH kota masih sangat kecil
    corecore