6 research outputs found

    Perspektif Ibnu Khaldun Tentang Perubahan Sosial

    Get PDF
    Abstract.According to Ibn Khaldun, the paradigm of social change starts from people who have been forged with a hard life, poverty and full of struggle. Nomadic society (badawah, badui, wanderer, rural, village) is the initial social organization. They are sufficient to fulfill their primary needs. If these basic needs have been met, then they seek luxury, live well. Then there is urbanization (civilization), urbanization. Ethically the nomadic group is bolder, better than the city population. Urban social conditions form a tendency to act corruptly. From an ethical perspective, the process of urbanization is degradative. The desire to live with prosperity and be free from the hardships of life coupled with ‘Ashabiyyah among them makes them strive to realize their dreams with a hard struggle. The dream that was achieved then gave rise to a new civilization. The emergence of this new civilization is also usually followed by the decline of another civilization. These stages are then repeated again, and so on until this theory is known as the Cycle Theory.Keywords: Social Change, Ibn Khaldun, Society AbstrakMenurut Ibn Khaldun, paradigma perubahan sosial dimulai dari masyarakat yang telah ditempa dengan kehidupan keras, kemiskinan dan penuh perjuangan. Masyarakat nomadik (badawah, badui, pengembara, rural, desa) adalah organisasi sosial awal. Mereka mencukupkan diri memenuhi kebutuhan primer mereka. Jika kebutuhan mendasar ini sudah terpenuhi, barulah mereka mencari kemewahan, hidup enak. Kemudian berlangsunglah urbanisasi (tamadun), peng-kotaan. Secara etis golongan pengembara lebih berani, lebih baik dibandingkan penduduk kota. Kondisi sosial perkotaan membentuk kecenderungan untuk bertindak korup. Dari sisi etis, proses urbanisasi adalah degradatif. Keinginan hidup dengan makmur dan terbebas dari kesusahan hidup ditambah dengan ‘Ashabiyyah di antara mereka membuat mereka berusaha keras untuk mewujudkan cita-cita mereka dengan perjuangan yang keras. Impian yang tercapai kemudian memunculkan sebuah peradaban baru. Kemunculan peradaban baru ini pula biasanya diikuti dengan kemunduran suatu peradaban lain. Tahapan-tahapan tersebut kemudian terulang lagi, dan begitulah seterusnya hingga teori ini dikenal dengan Teori Siklus.Kata Kunci: Perubahan Sosial, Ibn Khaldun, Masyaraka

    Praktik Merarik Bagi Masyarakat Sasak di Kecamatan Wanasaba Kabupaten Lombok Timur

    No full text
    Merarik atau kawin culik pada masyarakat Sasak dimaknai dengan sebuah tindakan seorang  pemuda diharuskan menculik terlebih dahulu perempuan yang akan dinikahinya tesebut pada saat malam tiba dengan tanpa memberi tahu orang tua perempuan , merarik ini merupakan permulaan dari sebuah perkawinan dengan menggunakan adat Sasak. Begitu banyak pendapat dalam memaknai kawin culik, dalam hal ini ada yang memaknai dengan sebuah proses melarikan wanita (calon istri) dilakukan dengan kesepakatan kedua pasangan (sama-sama mau), ada yang mengatakan sebagai tindakan menculik wanita dengan cara paksa. Tujuan dari penelitian ini untuk menggali dan menganalisis informasi mengenai tradisi merarik. Adapun Jenis penelitiannya mengunakan kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini adalah kawin culik pada masyarakat Sasak dimaknai sebagai melarikan gadis yang sebelumnya telah melakukan kesepakatan terlebh dahulu tanpa sepengetahuan orang tuanya. Tradisi merarik sudah melekat pada masyarakat lombok karena sudah menjadi bagian dari tradisi masyarakat. Oleh karena itu, tidak ada larangan dalam islam mengenai praktik merarik, karena sudah memenuhi kriteria syarat-syarat yang bisa dikatakan sebagai suatu kebiasaan yang baik. Adapun tahapan-tahapan yang harus dilakukan yaitu: midang, merarik, besebok, selabar atau mesejati, sorong serang, dan nyongkolan

    The Implementation of Supreme Court Regulation Number 2 of 2012 concerning Limitation Adjustment of Mild Criminal Offenses and Amount of Fines in the Criminal Code Towards Handling of Minor Crime Cases

    No full text
    Abstract:The case of theft with a small value of goods which is now being tried in court is quite under public’s spotlight, public are generally considering that it is very unfair if the cases are threatened with a penalty of 5 (five) years as determined in article 362 of the Criminal Code. Since the punishment is not comparable to the value of the stolen goods, these cases have also encumbered the court, both in terms of the budget and public perceptions of the court. After analyzing the problem, the authors concluded that the application of PERMA Number 2 of 2012 as for Adjustment of Light Crime Limits and the Amount of Mulcts in the Criminal Code has not been used as a Court or Judge as a material consideration or a reference to decide criminal acts whose goods value is below IDR 2,500,000.00 (two million five hundred thousand rupiah).Keywords: Supreme Court Regulations, Mild Crimes, Fines Abstrak:Perkara pencurian dengan nilai barang yang kecil yang kini diadili di pengadilan cukup mendapat sorotan masyarakat, masyarakat umumnya menilai bahwa sangatlah tidak adil jika perkara-perkara tersebut diancam dengan ancaman hukuman 5 (lima) tahun sebagaimana diatur dalam pasal 362 KUHP. Oleh karena tidak sebanding dengan nilai barang yang dicurinya, perkara-perkara tersebut juga telah membebani pengadilan, baik dari segi anggaran maupun dari segi persepsi publik terhadap pengadilan. Setelah melakukan analisa terhadap permasalahan, penulis berkesimpulan bahwa penerapan PERMA Nomor  2 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP belum dijadikan Pengadilan atau Hakim sebagai bahan pertimbangan atau pun acuan untuk memutus tindak pidana yang nilai barangnya di bawah Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah).Kata Kunci: Peraturan Mahkamah Agung, Tindak Pidana Ringan, DendaАннотация:Дело о краже с небольшой стоимостью товаров, которое сейчас рассматривается в суде, находится в центре внимания общественности, общественность, как правило, считает, что очень несправедливо, если этим случаям грозит штраф в 5 (пять) лет, как определено в статье. 362 УК РФ. Поскольку наказание несопоставимо со стоимостью похищенных товаров, эти дела также обременяют суд, как с точки зрения бюджета, так и общественного восприятия суда. Проанализировав проблему, авторы пришли к выводу, что применение PERMA № 2 от 2012 года в отношении корректировки пределов легкой преступности и количества элементов в Уголовном кодексе не использовалось в качестве суда или судьи в качестве материала для рассмотрения или ссылки на принимать решения о преступных деяниях, стоимость товаров которых ниже 2 500 000,00 (два миллиона пятьсот тысяч) рупий.Ключевые слова: постановление Верховного суда, легкие преступления, штраф

    Criticism of Gender Mainstreaming according to Abdul Karim Zaidan in "Al-Mufassol Fi Ahkam Al-Mar'ah wa Bayt Al-Muslim"

    No full text
    AbstractGender Mainstreaming is an action originated from feminism movement closely related to society changes that involves regulation changes, social, economy, politics, and culture. Study about gender issue with all kind of topic that related to religion, especially in Islam, is always catchy to be discussed. In this case, Abdul Karim Zaidan as Islamic jurist in his work “Al-Mufassol Fi Ahkam Al-Mar’ah wa Bayt Al-Muslim” discusses about a life of a woman as a family member as well as a part of society, he carries out academic problem to create an outcome that concern with changing of times, with the aim of reintroducing comprehensively to Moslem women and all Moslems about Islamic Law on women and Islamic household as taught in Islam, and clearly explaining about the rules of life of Moslem women and Moslem family

    Upaya Meneguhkan Moderasi Islam Indonesia Dalam Perppu Nomor 2 Tahun 2017

    Get PDF
    Manifestasi dari paparan konsepsi moderatisme di atas, maka bisa dijumpai dari serangkaian pendefinisian moderat sebagai berikut. Jika dikaitkan dengan tragedi runtuhnya menara kembar WTC pada 11 September 2001 di Amerika Serikat, didapati “turning point perubahan paradigmatik dalam memami konsep moderatisme”. Jika sebelum tragedi banyak “dipahami sebagai varian keberagamaan yang nirkekerasan” maka setelah 11 September mengalami pergeseran ke arah “identifikasi garis demarkasi yang membedakan identitas pro-Barat dan pro-Kelompok ekstrimi

    Handling Community Tensions During the Hajj Waiting Period: An Analysis of the Reactualization of Hajj Implementation

    Get PDF
    Hajj, a pillar of Islam for Muslims who are able, has a high spiritual dimension while involving social, economic, and psychological aspects in its preparation and execution. The waiting period before Hajj is often challenging, especially in the context of people's anxiety. This study aims to analyze and understand anxiety during the Hajj waiting period and its impact on the preparation and actualization of worship. In the context of the data type and research objectives, a non-positivistic or naturalism paradigm was used. Qualitative research, which focuses on human actions and interactions in natural settings, defines this approach. The research findings show that the frustration experienced by prospective pilgrims is not only influenced by the long waiting period and the additional costs required but also includes a deeper aspect of cosmological roots in Muslim understanding. Hajj, one of Islam's high pillars, has shifted people's perceptions to be more than just an achievement in the spiritual journey. However, it should be noted that this study needs to be more focused in its focus, which is on analyzing the queuing aspect of the waiting period. This study has yet to explore the regulation of Hajj worldwide, which has significant variations, including developing the nusuk application technology proposed by the Saudi Arabian government to address queuing issues
    corecore