266 research outputs found
Guidelines on acute gastroenteritis in children: a critical appraisal of their quality and applicability in primary care
<p>Abstract</p> <p>Background</p> <p>Reasons for poor guideline adherence in acute gastroenteritis (AGE) in children in high-income countries are unclear, but may be due to inconsistency between guideline recommendations, lack of evidence, and lack of generalizability of the recommendations to general practice. The aim of this study was to assess the quality of international guidelines on AGE in children and investigate the generalizability of the recommendations to general practice.</p> <p>Methods</p> <p>Guidelines were retrieved from websites of professional medical organisations and websites of institutes involved in guideline development. In addition, a systematic search of the literature was performed. Articles were selected if they were a guideline, consensus statement or care protocol.</p> <p>Results</p> <p>Eight guidelines met the inclusion criteria, the quality of the guidelines varied. 242 recommendations on diagnosis and management were found, of which 138 (57%) were based on evidence.</p> <p>There is a large variety in the classification of symptoms to different categories of dehydration. No signs are generalizable to general practice.</p> <p>It is consistently recommended to use hypo-osmolar ORS, however, the recommendations on ORS-dosage are not evidence based and are inconsistent. One of 14 evidence based recommendations on therapy of AGE is based on outpatient research and is therefore generalizable to general practice.</p> <p>Conclusions</p> <p>The present study shows considerable variation in the quality of guidelines on AGE in children, as well as inconsistencies between the recommendations. It remains unclear how to asses the extent of dehydration and determine the preferred treatment or referral of a young child with AGE presenting in general practice.</p
Digitalized service multinationals and international business theory
Banalieva and Dhanaraj argue that digital service multinationals (DSMNCs) possess a new category of firm-specific advantage (FSA), the network advantage, and that, contrary to extant theory, they use networks as a mode of governance. I review the business models used by DSMNCs, compare them to non-digital ones, and explore what we can learn about them from extant IB theory. I conclude that network advantages are not a new category of FSAs, that networks are not a mode of governance, and that their use by DSMNCs is well explained by extant theory
EFEKTIVITAS PENGAWASAN UNIT KERJA ANTI FRAUD PADA BANK MUAMALAT INDONESIA
Perkembangan perbankan syariâah di Indonesia demikian pesat yang
ditandai dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia. Perkembangan ini
berimplikasi pada besarnya tantangan perbankan syariâah di Indonesia terutama
dalam mempertahankan identitasnya sebagai perusahaan yang bergerak
berlandaskan prinsip-prinsip syariâah. Sejak berdirinya perbankan
syariah,berbagai kontroversi muncul dari masyarakat, masalah yang paling
banyak disorot adalah pelekatan label syariah pada institusi keuangan Islam yang
masih dianggap belum layak. Keraguan masyarakat tersebut seolah terjawab
dengan munculnya kasus yang cukup menggemparkan yakni kasus fraud (tindak
kecurangan) yang terjadi di lembaga syariah.
Bank Muamalat Indonesia merupakan bank syariâah pertama yang muncul
dengan gagasan bank murni syariâah. Akan tetapi, bank Muamalat Indonesia juga
tak luput dari kasus fraud yang dilakukan oleh karyawan bank tersebut.
Berdasarkan Laporan Tahunan BMI menyebutkan bahwa telah terjadi
peningkatan kasus fraud dari tahun sebelumnya yang berjumlah 18 kasus menjadi
82 kasus pada tahun 2016. Padahal perusahaan yang menggunakan identitas
syariah seharusnya dapat lebih meminimalisir bahkan meniadakan resiko
terjadinya kasus fraud dengan adanya internal control perusahaan. Dari latar
belakang tersebut, peneliti berusaha mendalami peran pengawasan Unit Kerja
Anti Fraud dalam fraud preventive pada Bank Muamalat Indonesia. Penelitian ini
merupakan penelitin pustaka yang bersifat deskriptif analisis dengan pendekatan
kualitatif. Adapun sumber bahan hukum primer yang dipakai yaitu berdasarkan
Laporan Tahunan Bank Muamalat Indonesia Tahun 2016. Sedangkan sumber
bahan hukum sekunder berupa buku-buku, jurnal,karya ilmiah, artikel, terkait
dengan strategi anti fraud perbankan syariah.
Dari hasil penelitian dikemukakan bahwa peningkatan kasus fraud yang
terjadi pada Bank Muamalat Indonesia disebabkan kurang efektifnya pengawasan
Unit Kerja Anti Fraud. Hal ini dikarenakan kegiatan yang dilakukan selama tahun
2016 belum menujukkan adanya usaha preventif terhadap kasus fraud. Sedangkan
pencegahan merupakan pilar penting dalam keefektivan sebuah pengawasan.
Tujuan perusahaan dalam mencegah fraud dapat tercapai, jika fungsi pengawasan
dilakukan sebelum terjadinya penyimpangan-penyimpangan sehingga lebih
bersifat mencegah (prefentive control). Oleh karena itu, keefektivan pengawasan
Unit Kerja Anti Fraud diharapkan dapat meminimalisir tindak kecurangan demi
mewujudkan perusahaan yang patuh terhadap ketentuan syariah sesuai dengan
identitas perusahaan.
vii
Usaha pencegahan terjadinya kasus pada Bank Muamalat Indonesia
diharapkan dapat menjadi bukti terlaksananya tatakelola perusahaan (Good
Corporate Governance) pada Bank Syariâah dengan baik. Hal ini berdasarkan
dalam dalam perbankan syariah dikenal adanya prinsip-prinsip syariah yang
mendukung bagi terlaksananya prinsip GCG yakni keharusan bagi subjek hukum
termasuk bank untuk menerapkan prinsip kejujuran (shiddiq), edukasi kepada
masyarakat (tabligh), kepercayaan (amanah), dan pengelolaan secara profesional
(fathanah)
- âŠ