Inquinamento: porti e coste

Rivista La Termotecnica – Novembre 2007 – Anno LXI n.

Fatal course of foodborne botulism in an eigth.month-old infant.

The paper describes a case of food borne botulism in an 8-month old infant caused by ingestion of an improperly prepared home-canned homogenized turkey meal. To our knowledge this is the youngest fatal case reported in medical literature

Fatal foodborne botulism in an infant caused by home-canned baby food.

Miskinnya khazanah perkulineran dalam literatur sejarah kita menjadi latar belakang penelitian ini. Maka dari itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejarah dan filosofi Tumpeng dalam tradisi masyarakat Jawa pra-Islam dan untuk memahami perkembangan Tumpeng dalam tradisi bancakan masyarakat Jawa pasca masuknya pengaruh Islam. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah (historis) yang meliputi metode heuristik, verifikasi sumber, interpretasi teks, dan historiografi, serta dengan menggunakan pendekatan gastronomi. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan teori kebudayaan simbolik versi Cliffort Geertz sebagai alat bantu analisis sejarah. Hasil penelitian ini menemukan beberapa fakta sejarah, bahwa: 1) Tumpeng merupakan makanan yang ada sejak masyarakat Jawa masih memeluk kepercayaan Kapitayan, yang disajikan dan dipersembahkan sebagai sarana untuk menyembah “Tuhan” yang diyakininya sebagai sesuatu yang tidak terjelaskan dan tidak terjangkau oleh pancaindera, atau yang lebih dikenal sebagai Sang Hyang Tunggal. 2) Setelah pengaruh Hindu-Buddha masuk dan mengakar kuat dalam kepercayaan masyarakat Jawa, bentuk Tumpeng mulai berubah menjadi kerucut (menggunung). Perubahan bentuk Tumpeng didasari oleh kepercayaan masyarakat penganut agama Hindu-Buddha bahwa gunung-gunung di Jawa, terutama gunung Mahameru, merupakan tempat bersemayamnya dewa-dewi dan arwah para leluhur. Meski bentuk Tumpeng mengalami perubahan, tetapi tidak dengan kegunaannya sebagai makanan sesaji. 3) Setelah penyebaran Islam yang dilakukan oleh Wali Songo melalui proses asimilasi dan sinkretisasi kebudayaan yang sebelumnya kental dengan ajaran kepercayaan Kapitayan dan Hindu-Buddha menjadi kebudayaan yang sudah terinternalisasi nilai-nilai ajaran Islam, secara otomatis Tumpeng juga mengalami pergeseran nilai. Pemaknaan atas Tumpeng tidak lagi didasari oleh kepercayaan yang bersumber Kapitayan atau Hindu-Buddha, melainkan didasari oleh nilai-nilai keislaman, salah satunya bentuk kerucut pada Tumpeng sebagai ilustrasi hubungan manusia kepada Tuhan, kepada sesama manusia, dan kepada alam. Setelah proses islamisasi tersebut, Tumpeng pun berkembang hingga saat ini sebagai makanan yang identik dengan kebudayaan masyarakat Jawa Islam, dan dalam penyajiannya pun menyesuaikan ajaran-ajaran dalam agama Islam

Italian education beyond hierarchy

This article deals with the changes introduced in the Italian education system after the 1997 School Autonomy reform. Looking at the complex interplay between global influences and processes of local inflection, the work explores the degree to which we are witnessing a significant shift towards a new mode of governance and the interplay between governance changes, shifts in the mechanisms of control and the shaping of professional subjectivity. Analysing the interplay between politics, policy and culture, we draw on Newman’s analytical model to map the changes in the modes of governance and interpret them in terms of tensions between centralization/decentralization and internal/external change. The article highlights two main ‘paradoxes’ that cross-cut the political project of reforming education in Italy: (1) the coexistence of an attempt to introduce decentralized forms of governance and empower self-regulating actors with the tightening of hierarchical ties; (2) the simultaneous request to fulfil new managerialist accountability demands and continue to deal with hierarchical forms of control

Making Sense of the Educational Present: Problematising the ‘merit Turn’ in the Italian Eduscape

This article problematises the recent ‘merit turn’ in the Italian education system. It addresses the analysis of how the global idea of ‘merit as lever for modernisation’ and its related technologies have flowed into a regional education space through a set of four policy trajectories. It explores how these have partially reframed the topology of the education space and its subjectivities, producing frictions, struggles and resistances. The article proposes a composite approach to education policy analysis that combines the interpretative lenses of Foucauldian ‘governmentality’ with the analytical tools offered by Callon’s sociology of translation. The analysis shows the intertwining of paradoxical developments. On the one hand it presents how merit is acting as a lever for the establishment of a neoliberal governmentality, where competition, market and commodification regulate educational practice and the formation of its subjectivities. On the other hand, the exploration of the complexities of policy dynamics demonstrates how multiple foci and effective forms of resistance emerge against such an intentional but non-subjective project of ‘modernising Italian education’. Thus, this analysis represents an attempt to propose a ‘public story-telling’, which sheds light on: (a) the messy and unpredictable dynamics of policy enactment, its devices and displacements; and (b) merit policies in the field of education as ‘laboratory sites’ for the understanding of how the neoliberal governmentality takes shape throughout the development of the action. In this respect, this work is critical in so far as the methodological disposition towards problematisation could be considered as a reflexive practice enhancing the awareness of researchers, professionals, policy makers and other subjects/agents of education about what is happening around them and how they cope with it