11 research outputs found

    Arah Penelitian dan Pengembangan Peternakan dalam Mewujudkan Bioindustri Pertanian Berkelanjutan

    Get PDF
    Pangan adalah kebutuhan yang paling utama bagi manusia untuk mempertahankan kehidupannya. Oleh karena itu, sektor pertanian memerlukan keberpihakan yang tinggi karena sektor ini adalah leading sector untuk ketahanan pangan, bersifat multifungsi termasuk menyelesaikan persoalan-persoalan lingkungan dan sosial (kemiskinan, keadilan dan lain-lain). Sektor peternakan memberikan kontribusi untuk pemenuhan protein hewani. Jumlah konsumsi protein hewani masih rendah jika dibandingkan dengan nilai kebutuhan standar protein hewani dari pola pangan harapan (PPH) apabila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN. Sejalan dengan Strategi Induk Pembangunan Pertanian (SIPP) 2013-2045, bahwa pembangunan pertanian diarahkan pada sistem pertanian bioindustri, adalah dengan memanfaatkan secara optimal seluruh sumber daya hayati termasuk biomassa dan/atau limbah organik pertanian, bagi kesejahteraan masyarakat dalam suatu ekosistem secara harmonis dengan meningkatkan nilai tambah usaha pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (Puslitbangnak) telah melakukan penelitian dalam mendukung pertanian bioindustri seperti penelitian untuk mendukung model integrasi tanaman ternak sapi-sawit, kambing-kopi dan lain-lain. Namun demikian, secara umum penelitian tersebut masih dilakukan secara parsial dan beberapa aspek dari konsep pertanian bioindustri belum terjawab/dilakukan dan dapat menjadi ruang bagi penelitian baru. Dalam menghadapi tantangan kedepan, kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) pertanian selain harus dapat menjawab berbagai hal terkait dengan dampak perubahan iklim, juga dapat menjawab berbagai keterbatasan pada sumber daya yang ada di tengah perkembangan kebutuhan manusia yang tanpa batas. Untuk itu, diperlukan IPTEK yang mengarah pada revolusi di bidang bioteknologi, nanoteknologi dan teknologi informasi. Arah penelitian dan pengembangan peternakan merujuk pada program pertanian yaitu mendukung pertanian bioindustri, adalah (1) Memprioritaskan penyediaan teknologi inovatif untuk optimalisasi pemanfaatan sumber daya peternakan melalui pengembangan teknologi budidaya, penciptaan rumpun ternak adaptif; (2) Mempercepat penyediaan teknologi nano dan riset genom untuk meningkatkan produksi dan produktivitas ternak; (3) Mendorong kemajuan bioscience dan bioengineering di bidang peternakan; (4) Memfokuskan pada penciptaan bibit unggul ternak, teknologi pengolahan, penyimpanan, preservasi dan pengemasan serta rekayasa kelembagaan; (5) Merumuskan rekomendasi kebijakan bioindustri di bidang peternakan

    Kinerja Produksi dan Reproduksi Ayam KUB di Peternak Pembibit

    Get PDF
    Bibit ternak unggul hasil penelitian perlu diperbanyak untuk dapat dimanfaatkan masyarakat secara mudah dan berkelanjutan. Upaya perbanyakan bibit ternak unggul hasil penelitian khususnya ayam kampung unggul Balitbangtan (KUB) dapat dilakukan melalui kerjasama dengan mitra swasta atau kelompok peternak pembibit. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan pengamatan kinerja produksi dan reproduksi ayam KUB yang di pelihara peternak untuk tujuan pembibitan. Sebanyak 100 ekor pullet dari ayam KUB-1, umur 14 minggu (80 betina dan 20 jantan) digunakan dalam penelitian. Pengamatan dilakukan terhadap produktivitas ayam. Rata-rata bbot badan ayam betina dan jantan umur 22 minggu adalah 1.561,27 g dan 2.074,53 g, sedangkan pada umur 29 minggu adalah 1.681,53 g dan 2.370,77 g. Umur produksi telur mencapai 10% dicapai pada umur 26 minggu. Rataan bobot telur pada saat produksi 35% (umur ayam 29 minggu) adalah 38,56 g/butir, dengan daya tetas 75%. Hasil kinerja produktivitas ayam KUB tersebut masih mendekati kinerja reproduki ayam KUB yang dipelihara di Balitnak

    Gastrointestinal nematode infections in German sheep

    Get PDF
    The objective of the present study was to determine the prevalence and variation of natural gastrointestinal nematode (GIN) infections in lambs according to birth type, gender and breed based on individual faecal egg counts (FEC) from various regions in Germany. A total of 3,924 lambs (3 to 15 months old) with different genetic backgrounds (Merinoland, German Blackhead Mutton, Rhoen, Texel and Merino long-wool) were individually sampled during the grazing period between 2006 and 2008. Furthermore, pooled faecal samples from each of the farms were cultured in order to differentiate the third-stage larvae of the nematode spp. Sixty-three percent of the lambs were infected with GIN. The infections were mostly low to moderate and involved several nematode species. The Trichostrongylus spp. was the predominant species based on the percentage of larvae in faecal cultures. Only 11.4% of the lambs were free of Eimeria oocysts. Tapeworm eggs were encountered in 13.2% of all samples. The prevalence of GIN infections varied significantly (P < 0.001) among farms. A significantly higher FEC (P < 0.05) was observed in multiple-born lambs when compared with singletons. Moreover, male lambs were more susceptible to infection than females (P < 0.001). No significant differences (P > 0.05) were observed between breeds regarding FEC. Inter-individual variations were higher than inter-breed differences, which may indicate the possibility of selection within these breeds for parasites resistance as described in earlier studies

    Peri-parturient nematode egg rise in Indonesian ewes

    No full text
    Studies were designed to study the periparturient rise in strongyle faecal egg counts (FEC) in ewes grazing in a rubber plantation in North Sumatra, Indonesia. In three consecutive lambing seasons strongyle FEC of peri-parturient ewes and dry ewes were monitored from 2 to 3 weeks before lambing until 7 to 9 weeks post lambing to measure the magnitude and duration of the peri-parturient rise. A significant rise in FEC was observed during the post-parturient period in two of the three studies. FEC increased in the three studies from lambing day, and were elevated until 5 to 9 weeks following lambing. Lactating ewes shed on average 3 times more eggs than dry ewes. Lactating ewes were therefore considered as an important source of pasture infection. These findings are discussed in relation to the epidemiology and control of gastrointestinal nematodes in the humid tropics
    corecore