5 research outputs found

    Analisis Perbandingan Perkecambahan Biji Lamtoro (Leucaena Leucocephala) Terhadap Variasi Suhu Dan Lama Waktu Perendaman pada Mesin Terkontrol dan Tradisional

    No full text
    Lamtoro (Leucaena leucocephala) merupakan kelompok tanaman leguminosa. Biji lamtoro tua memiliki kadar protein yang tinggi, yaitu 30,81 % (db), kadar serat kasar 20,45 % (db), dan kadar abu 8,80%. Selain itu biji lamtoro juga merupakan sumber senyawa fitokimia seperti fenol, flavonoid, dan tannin. Fenol dan senyawa polifenol diketahui memiliki aktivitas sebagai antioksidan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui daya perkecambahan biji lamtoro yang baik menggunakan media terkontrol untuk dikonsumsi manusia selain kecambah kacang hijau (tauge). Penelitian ini menggunakan wadah dari akrilik untuk mengkecambahkan biji lamtoro yang akan dibuat otomatis, mulai dari perendaman sampai penyiraman akan dibuat otomatis, sehingga tidak terkena tangan sampai sebelum panen selama 10 hari. Perendaman biji lamtoro akan dilakukan dengan suhu 600 C dan 700 C untuk membuat biji lamtoro menjadi pecah biji lebih cepat dan variasi waktu juga sebagai pembeda efektivitas perkecambahan lamtoro. Penyiraman biji lamtoro dilakukan setiap 8 jam selama 5 menit untuk menjaga kelembaban pada ruang perkecambahan. Setelah 10 hari dilakukan beberapa pengamatan mulai dari jumlah, panjang, presentase daya, dan panjang dari kecambah biji lamtoro. Selain menggunakan mesin perkecambahan secara otomatis, penelitian ini juga membandingkan tingkat keberhasilan dari perkecambahan secara tradisional yang dijaga pada suhu dan kelembaban seperti mesin perkecambahan terkontrol (germinator

    Uji kinerja Kincir Angin Model Lenz Tiga Sudu dengan Alternator untuk Pembangkit Listrik Tenaga Bayu

    No full text
    Energi angin merupakan salah satu energi terbarukan yang memiliki potensi sangat besar. Untuk mengkonversi energi angin menjadi energi listrik dibutuhkan kincir angin salah satunya adalah kincir angin sumbu vertikal model lenz. Kincir angin sumbu vertikal model lenz adalah salah satu model yang sesuai digunakan di indonesia yang memiliki kecepatan angin rendah. Dalam penelitian ini bertujuan mengetahui kinerja kincir angin model lenz pada keadaan lapang dengan metode deskriptif dengan data yang diambil yaitu, luas penampang sudu, panjang lengan torsi, jari-jari kincir, gaya pembebana, kecepatan angin, dan kecepatan putaran. Selain itu, mengetahui daya yang dihasilkan jika kecepatan angin berbeda pada kincir angin model lenz dengan data yang diambil yaitu, tegangan output dan arus listrik alternator. Hasil pengujian alternator menggunakan motor listrik yaitu alternator dapat mengisi daya pada kecepatan putaran 1033 rpm dengan tegangan 13,4 v dan arus 3,14 A. Pengujian kincir angin model lenz dilakukan di pantai Bajulmati Kabubaten Malang tepatnya pada 8o 25’ 53” lintang selatan, 112o 38’ 8” bujur timur dengan kecepatan angin yang terukur menggunakan anemometer 1 m/s untuk kecepatan terendah dan 8 m/s untuk kecepatan tertinggi. kecepatan angin diambil dua data yaitu kecepatan angin didepan kincir dan kecepatan angin dibelakang kincir. pada saat kecepatan angin meningkat, daya angin juga meningkat. hal ini menunjukkan bahwa kecepatan angin dan daya angin berbanding lurus. Koefisien daya yang dihasilkan oleh kincir angin model lenz mendekati hukum Betz limit yaitu 59,3 dengan tip speed ratio yang sangat kecil. Kincir angin model lenz tidak menghasilkan daya listrik dikarenakan tidak tercapainya putaran minimum alternator untuk menghasilkan listrik. Alternator membutuhkan kecepatan putaran minimal untuk menghasilkan listrik yaitu 1033 rp

    Pembuatan Bioplastik Berbahan Karagenan Dan Tepung Porang (Armophopallus muelleri Blume) Dengan Plasticizer Sorbitol Terhadap Sifat Mekanik dan Biodegradabilitas

    No full text
    Penggunaan plastik di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya. Peningkatan penggunaan plastik juga menyebabkan peningkatan pada sampah plastik di Indonesia. Sampah plastik sangat sulit untuk terurai, dibutuhkan waktu kurang lebih 20 sampai 500 tahun untuk sampah plastik dapat terurai dengan sempurna. Salah satu cara untuk mengurasi sampah plastik adalah dengan membuat bioplastik. Bioplastik dapat dibuat dengan bahan-bahan yang mudah ditemui seperti pati dan selulosa. Selain itu, ekstrak dari rumput laut yang biasa kita ketahui sebagai karagenan juga dapat dimanfaatkan sebagai bioplastik. Selain itu, penambahan pati pada bioplastik sebagai zat penguat juga diperlukan, pada penelitian ini digunakan pati umbi porang. Pada pembuatan bioplastik, bahan tambahan yang digunakan adalah plasticsizer sorbitol yang akan berfungsi sebagai penguat elastisitas agar bioplastik tidak kaku. Pengujian yang dilakukan adalah uji tarik, uji elongasi, uji daya serap dan biodegradabilitas. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor yaitu karagenan yang terdiri atas tiga taraf (1 gr, 2 gr, dan 3 gr) dan faktor kedua adalah plasticizer sorbitol yang terdiri atas lima taraf (1 ml, 2ml, 3ml, 4ml dan 5ml). Sehingga, dari kombinasi yang ada di dapatkan 15 perlakuan dengan tiga kali pengulangan. Dengan penambahan 0,75 gram tepung porang pada setiap tahapnya. vii i Selanjutnya, data akan dianalisis menggunakan Analisis Kovarian (ANOVA) lalu dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) dengan taraf kepercayaan BNT 5%. Berdasarkan hasil dari penelitian dan pengujian yang dilakukan. didapatkan nilai kuat tarik yang tertinggi yaitu perlakuan dengan variasi karagenan 1 gram dan sorbitol 1ml dengan nilai rata-rata sebesar 0,02276 mPa. Pada pengujian elongasi, nilai elongasi yang tertinggi terdapat pada perlakuan karagenan 1 gram dan sorbitol 3ml dengan nilai rata-rata sebesar 133,75%. Pada pengujian daya serap, nilai daya serap yang paling tinggi adalah pada perlakuan karagenan 2 gram dan sorbitol 1ml dengan nilai rata-rata sebesar 1224,60%. Pada pengujian biodegradasi, didapatkan hasil berkurangnya massa pada bioplastik yang ditanam pada tanah dengan bantuan EM4 selama 30 hari dan juga perubahan fisik bioplastik yang terurai hari demi hari

    4. Pengaruh Penggunaan Pupuk Lepas Lambat Hidroksiapatit Berbasis Cangkang Rajungan Pada Pertumbuhan Vegetatif Dan Generatif Tanaman Tomat (Solanum lycopersicum)

    No full text
    Berdasarkan data yang didapatkan dari Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (APPI), dimana konsumsi pupuk urea pada Januari hingga Desember 2019 tumbuh menjadi 5,425 juta ton, sedangkan konsumsi pupuk ZA menjadi 1,017 juta ton. Umumnya pupuk yang digunakan pada tanaman yang memiliki kelarutan tinggi. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan Slow Relase Fertilizer (SRF) yang mampu melepaskan unsur anorganik secara perlahan. Sejauh ini penelitian terkait pupuk lepas lambat banyak menggunakan urea sebagai campurannya dan belum ditemukan penelitian terkait penggunaan pupuk ZA pada pupuk lepas lambat dan pengaruhnya terhadap nilai pH tanah. Sehingga pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan release nitrogen pada pupuk tunggal dan pupuk dengan campuran hidroksiapatit dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman tomat serta ph Tanah. Pada penelitian ini SRF dibuat dengan cara enkapsulasi hidroksiapatit dengan pupuk tunggal dan dikeringkan menggunakan oven pada suhu 50Β°C selama 24 jam. Campuran hidroksiapatit yang digunakan berasal dari limbah cangkang rajungan yang disintesis dengan metode pengendapan basah dengan proses sonikasi dan suhu kalsinasi 600Β°C. Pengujian release nitrogen dilakukan setiap 5 menit selama 1 jam dengan metode perkolasi, selanjutnya perkolat diuji kandungan nitrogen total dengan metode Kjeldahl. Pupuk diaplikasikan untuk melihat pengaruhnya pada pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman tomat serta pH tanah dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan dan 3 pengulangan. Dilakukan dengan perlakuan tanpa pupuk sebagai kontrol, pupuk ZA, pupuk ZA-HAp, pupuk Urea, dan pupuk Urea-HAp. Parameter yang diamati yaitu tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, jumlah buah, dan berat buah/tanaman yang diukur setiap 10 hari selama 80 hari untuk pertumbuhan vegetatif sedangkan pertumbuhan generatif diamati pada hari ke 80.Berdasarkan hasil penelitian didapatkan pupuk lepas lambat dengan campuran hidroksiapatit mampu melepaskan nitrogen lebih lambat. Pada ZA-HAp melepaskan Nitrogen 4,45% atau 3x lebih lambat dari ZA yang melepaskan 13,51%. Pada Urea-HAp melepaskan nitrogen sebanyak 3,96% atau 4,5x lebih lambat dari Urea yang melepaskan nitrogen sebanyak 18,66% dalam satu jam. Kinetika release terbaik didapat dengan model Korsmeyer-Peppas dimana pupuk ZA dengan nilai R2 sebesar 0,9861 menunjukan bahwa 98% log pelepasan nitrogen kumulatif dipengaruhi oleh fungsi log waktu, kemudian pada ZA-HAp nilai yang didapat adalah 0,979 atau mendekati 98%, pada Urea dengan nilai 0,9869 atau sekitar 98%, dan pada Urea-HAp sebesar 0.9723 atau 97%. Sehingga pada kinetika pelepasan nitrogen menggunakan model Korsmeyer-Peppas hanya menyisakan sekitar 3% variabel lain yang tidak dapat dijelaskan pengaruhnya terhadap pelepasan nitrogen pada pupuk. Selanjutnya pada pengamatan pertumbuhan vegetatif dengan parameter tinggi tanaman, penggunaan pupuk ZA- HAp memberikan hasil terbaik dengan tinggi rata – rata 102,1 cm, kemudian Urea- HAp 101,17 cm, ZA 90,23 cm, Urea 88,83 cm, dan perlakuan kontrol 69,17 cm. Pada parameter diameter batang didapatkan rata – rata pengukuran ZA-HAp 7 mm, Urea-HAp 6,6 mm, ZA 5,8 mm, Urea 5,7 mm, dan perlakuan kontrol 4,9 mm. Pada parameter jumlah daun didapatkan jumlah rata – rata pada ZA-HAp 82 Helai, Urea-HAp 78 Helai, ZA 71 Helai, Urea 70 Helai, dan kontrol 49 Helai. Sedangkan pada pengamatan pertumbuhan generatif untuk jumlah buah didapatkan dengan penggunaan pupuk ZA-HAp 4 buah, Urea-HAp 4 buah, Urea 3 Buah, ZA 2 buah, kontrol 1 buah. Pada pengamatan berat buah/tanaman didapatkan ZA-HAp 63,5 gram, Urea-HAp 59,3 gram, ZA 16,3 gram, Urea 14,7 gram, dan kontrol 3,6 gram. Sehingga dari penggunaan pupuk lepas lambat dengan campuran hidroksiapatit dari cangkang rajungan memberikan hasil yang lebih bai

    Perubahan Sifat Fisik Umbi Porang (Amorphophallus muelleri) Dengan Pengeringan Menggunakan Oven

    No full text
    Porang (Amorphophallus muelleri) adalah salah satu kekayaan hayati umbi-umbian di Indonesia dengan kandungan glukomanan tinggi (15–64% basis kering). Tanaman ini berupa semak (herba) yang dapat ditemukan tumbuh di daerah tropis dan sub-tropis. Tingginya kandungan glukomanan dalam umbi porang membuat tanaman ini banyak dicari terutama industri pangan dan kesehatan. Glukomanan merupakan makanan dengan kandungan serat larut air yang tinggi, rendah kalori dan bersifat hidrokoloidnya yang khas. Untuk mendapatkan glukomanan dari umbi porang, umbi porang harus diolah terlebih dahulu menjadi tepung porang. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan kandungan oksalat yang terkandung dalam porang. Dalam proses mendapatkan tepung porang, umbi porang diiris tipis kemudian dikeringkan. Pengeringan umbi porang yang dilakukan oleh petani selama ini adalah dengan menggunakan sinar matahari atau pengeringan secara konvensional. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan sifat fisik pada umbi porang. Metode yang digunakan adalah pengeringan dengan oven dan konvensional sebagai perbandingan (kontrol). Variasi yang digunakan dalam perlakuan pengeringan adalah ketebalan irisan (K) 0,5 cm dan 1 cm dan irisan permukaan dengan ukuran 5cm x 6cm. Suhu yang digunakan pada oven (T) 50o C, 70o C dan 90o C. Pengamatan yang dilakukan antara lain perubahan warna, susut bahan, kadar air, bulk density, dan kadar glukomanan. Hasil dari penelitian pada pengeringan oven pada suhu 50o C, 70o C dan 90o C pada ketebalan 0,5 cm didapatkan kadar air rata-rata yaitu sebesar 78%, 78,31% dan 80,13%. Dan pada pengeringan matahari didapatkan rata-rata sebesar 81,54%. Pada ketebalan 1 cm didapatkan hasil kadar air rata-rata sebesar 82,33%, 82,37% dan 83,59%. Dan pada pengeringan matahari didapatkan rata-rata sebesar 79,98%. Pada pengukuran susut bahan dengan pengeringan menggunakan oven pada ketebalan 0,5 cm didapatkan rata-rata luas area yaitu sebesar 56,405, 53,511 dan 69,211. Dan pada pengeringan matahari, luas area rata-rata yang didapatkan sebesar 40,421. Pada ketebalan 1 cm didapatkan hasil luas area pada pengeringan oven rata-rata sebesar 59,038, 58,266 dan 50,383. Sedangkan pada pengeringan matahari, luas area rata-rata yang didapatkan sebesar 39,371. Hasil pengukuran bulk density pada pengeringan oven dengan ketebalan 0,5 cm didapatkan rata-rata sebesar 2,892, 3,907 dan 2,640. Pada pengeringan matahari, didapatkan hasil rata-rata sebesar 1,152. Pada ketebalan 1 cm didapatkan hasil bulk density pada pengeringan oven rata-rata sebesar 21,227, 6,152 dan 6,642. Dan pada pengeringan matahari, didapatkan rata-rata sebesar 3,330. Pengukuran hasil analisa glukomanan dengan pengeringan matahari pada ketebalan 0,5 cm dan 1 cm didapatkan rata-rata sebesar 22,03% dan 23,22%. Dan pada pengukuran warna dilakukan menggunakan aplikasi MATLAB R2021a, pada pengeringan oven dan matahari didapatkan penurunan kecerahan, kemerahan dan kekuningan
    corecore