10 research outputs found

    POTENSI PEMANFAATAN TEKNOLOGI EMBRIOGENESIS SOMATIK IN VITRO DALAM PERBANYAKAN MASSAL BENIH JERUK BEBAS PENYAKIT

    Get PDF
    Mata tempel yang digunakan sebagai batang atas benih sebar jeruk di Indonesia berasal dari tanaman induk di Blok Penggandaan Mata Tempel (BPMT). Tanaman induk tersebut merupakan turunan dari produk shoot tip grafting (STG) in vitro yang menghasilkan induk jeruk bebas penyakit dan identik dengan induknya. Dengan makin berkembangnya teknologi kultur in vitro, benih sebar yang sehat dan serupa induknya dapat dihasilkan melalui teknologi embriogenesis somatik (ES). ES merupakan suatu proses di mana sel-sel somatik (haploid maupun diploid) berkembang membentuk tumbuhan baru melalui tahap perkembangan embrio tanpa melalui fusi gamet. Banyak faktor yang memengaruhi keberhasilan proses tersebut, antara lain genotipe, jenis dan fase perkembangan eksplan, serta komposisi dan jenis media kultur. Tanaman jeruk hasil ES secara genetik identik dengan induknya, namun subkultur berulang dapat menyebabkan terjadinya variasi somaklonal. Teknologi ini juga efektif untuk mengeliminasi penyakit virus dan penyakit Huanglongbing (CVPD) yang terbawa induk. Namun adanya karakter juvenil pada produk tanamannya menghambat upaya penyediaan benih jeruk bebas penyakit di Indonesia secara cepat. Untuk mengatasinya dikembangkan teknik sambung embrio kotiledon atau planlet hasil ES pada batang bawah jeruk secara ex vitro. Dengan cara ini, tanaman yang dihasilkan dapat tumbuh, berbunga, dan berproduksi dengan rentang waktu normal di lapangan. Penggunaan teknologi ES diharapkan dapat mempercepat produksi massal benih jeruk bebas penyakit pada masa mendatang

    Eksplorasi, Karakterisasi, dan Evaluasi Beberapa Klon Bawang Putih Lokal

    Get PDF
    ABSTRAK. Bawang putih lokal saat ini sangat sulit dijumpai di pasaran setelah membanjirnya bawang putih impor ke Indonesia. Hal ini tentunya diperlukan upaya perbaikan produktivitas dan kualitas bawang putih lokal sekaligus sebagai konservasi. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan informasi mengenai karakter morfologi beberapa klon bawang putih lokal dan mendapatkan klon-klon bawang putih lokal hasil evaluasi yang potensial dan prospektif yang dapat bersaing dengan bawang putih impor. Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Banaran, Batu pada ketinggian 900 m dpl. mulai bulan Juli sampai Oktober 2005. Eksplorasi dilakukan di beberapa daerah sentra produksi bawang putih. Karakterisasi dan evaluasi dilakukan berdasarkan descriptor lists dari IPGRI yang meliputi morfologi tanaman, produksi, dan kualitas umbi. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok terdiri dari 10 klon diulang 3 kali. Hasil eksplorasi diperoleh 3 klon bawang putih baru, yaitu Teki, Ciwidey, dan Lumbu Kayu. Daya tumbuh 10 klon bawang putih yang ditanam di KP Banaran, Batu umumnya tinggi yaitu sekitar 95%. Dilihat dari umur panen, klon dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu umur panen pendek (90-110 hari setelah tanam) meliputi NTT, Teki, Sanggah, dan Lumbu Kuning, umur panen sedang (111-131 hari setelah tanam) meliputi Saigon, Lumbu Hijau, Krisik, Tawangmangu, dan Ciwidey, dan umur panen dalam (di atas 131 hari), yaitu Tiongkok. Tinggi batang semu bervariasi antara 9-26 cm. Klon Ciwidey dan Tiongkok terlihat paling pendek dibandingkan dengan klon lainnya. Diameter batang semu klon Tawangmangu terlihat paling besar dibandingkan klon lainnya meskipun tidak berbeda nyata dengan klon Teki. Terhadap jumlah daun, klon Ciwidey paling sedikit (9 helai) dibandingkan klon lainnya (11-15 helai). Hasil dan komponen hasil terlihat bahwa klon Tawangmangu dan Krisik memiliki bobot umbi yang paling tinggi, yaitu masing-masing 66,67 g dan 58,33 g/tanaman dibandingkan 8 klon lainnya. Sedangkan klon Sanggah dan NTT memiliki bobot umbi terendah, yaitu hanya 23,67 g dan 24,33 g/tanaman. Adapun produksi total tertinggi dicapai oleh klon Tawangmangu dan Lumbu Hijau masing-masing mencapai 33,21 t/ha dan 29,49 t/ha.ABSTRACT. Hardiyanto, N.F. Devy, and A. Supriyanto. 2007. Exploration, Characterization, and Evaluation of Several Local Garlic Clones. Currently local garlics were rarely found in the market due to the flooding of imported garlic to Indonesia. Therefore, some efforts are needed to improve the productivity and quality as well as the conservation of local garlic clones. The aim of this research was to obtain some information on morphological characteristics of local garlic clones and the potential and prospective of local garlic clones which can compete with imported garlic. This research was conducted in Banaran Experimental Garden, Batu (900 m asl) from July to October 2005. Exploration was carried out in several centers of local garlic production. Characterization and evaluation were based on descriptor lists published by IPGRI such as morphology, yields, and quality. Randomized block design was used in this research consisted of 10 clones with 3 replications. Three new garlic clones were collected through exploration, those were Teki, Ciwidey, and Lumbu Kayu. Growth percentage of 10 local garlic clones grown in Banaran Experimental Garden, Batu was relatively high, it was 95%. Based on harvesting time, clones were classified into 3 groups, those were short period (90-110 days after planting) i.e: NTT, Teki, Sanggah, and Lumbu Kuning; medium period (111-131 days after planting) i.e.: Saigon, Lumbu Hijau, Krisik, Tawangmangu, and Ciwidey; and long period (more than 131 days after planting) i.e. Tiongkok. Plant height was varied between 9-26 cm. Plant height of Ciwidey and Tiongkok were relatively shorter than others, whereas diameter of Tawangmangu and Teki were relatively bigger than others. Total leaf number of Ciwidey (9 leaves) was lower than others (11-15 leaves). Based on yields and yield components, bulb weight of Tawangmangu and Krisik were higher than others, i.e. 66.67 g and 58.33 g/plant respectively, whereas Sanggah and NTT were lower than others, i.e. 23.67 g and 24. 33 g/plant. The high yield were performed by Tawangmangu and Lumbu Hijau, it reached 33.21 t/ha and 29.49 t/ha, respectively

    Keragaman Jeruk Gunung Omeh (Citrus nobilis Lour.) di Sumatera Barat Berdasarkan Marka RAPD [The Diversity of Gunung Omeh Citrus (Citrus nobilis Lour.) in West Sumatera Based on RAPD Marker]

    Get PDF
    Jeruk siam Gunung Omeh/Gn. Omeh (Citrus nobilis Lour.) merupakan jeruk lokal yang berkembang di seluruh sentra jeruk Sumatera Barat. Namun, buah yang ada di pasar sangat beragam fenotipiknya. Tujuan penelitian adalah untuk mengelompokkan sebaran tanaman jeruk Gn. Omeh yang berada pada empat Kabupaten berdasarkan karakter genetik dan morfologi. Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juni 2016, dengan 21 contoh daun dan buah berasal dari petani di empat kabupaten pengembangan wilayah jeruk Sumatera Barat (Kabupaten Limapuluh Kota, Agam, Solok Selatan, dan Tanah Datar), dan dua contoh daun kontrol masing-masing asal BPMT dan PIT di Kabupaten Limapuluh Kota. Keragaman morfologi daun dan buah dianalisis dengan Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis/PCA). Data yang dihasilkan dianalisis lebih lanjut dengan kluster analisis untuk mengamati pengelompokannya. Hasil penelitian menunjukkan tingkat kemiripan secara genetik 23 contoh jeruk Gn. Omeh yang dianalisis menggunakan dua macam RAPD marker, yaitu OPA 04 dan OPA 18 yang menghasilkan 24 pita, di mana 83,3% adalah polimorfik. Berdasarkan dendrogram yang dihitung menurut UPGMA, 23 contoh daun jeruk secara genetis terbagi menjadi dua kelompok besar. Pada kelompok I, terdapat dua contoh asal Kabupaten Limapuluh Kota, sedangkan 21 contoh sisanya berada pada kelompok II. Pada derajat kemiripan antara 86,5–96%, tanaman PIT mirip dengan A1 dan satu subkelompok dengan S2, A5, T3, T5, dan S1, sedangkan BPMT mirip dengan T4, dan satu subkelompok dengan A4 dan A3. Berdasarkan karakter morfologi pada derajat kemiripan 75%, jeruk Gn. Omeh di Sumatera Barat terbagi menjadi lima kelompok, di mana pada kelompok 1, 3, 4, dan 5 masing-masing adalah contoh L1, T5, S5, dan S2, sedangkan 18 tanaman lainnya masuk di dalam kelompok 2. Dari hasil analisis secara genetik maupun morfologi menghasilkan derajat variasi yang cukup tinggi di antara 23 contoh yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman buah yang ada diduga disebabkan oleh penggunaan benih serta pengelolaan tanaman yang beragam.KeywordsJeruk (Citrus nobilis Lour.); RAPD; MorfologiAbstractThe Gunung Omeh citrus (Citrus nobilis Lour.) is a local citrus growing throughout the citrus center of West Sumatera. However, the fruits available in the market are very diverse phenotypic. The purpose of this study is to classify the spread of citrus cv. Gn. Omeh derived from four districts based on genetic and morphological characters. The study was conducted from January to June 2016, with 21 of leaf and fruit samples collected from four Citrus District Regional Development farmers in the West Sumatera (Limapuluh Kota, Agam, Solok Selatan, and Tanah Datar). Besides that, control leaf samples derived from Budwood Multiplication Block/BPMT and Single Mother Tree/PIT were used. The morphological diversity both leaves and fruits were analyzed by Principal Component Analysis (PCA). The result showed that the level of genetic similarity in 23 samples of orange Gn. Omeh analyzed using two markers RAPD namely OPA 04 and OPA 018 which generate 24 bands, where 83.3% were polymorphic The resulting data were further analyzed by cluster analysis to observe groupings. Based on the dendrogram calculated according to UPGMA, 23 samples genetically are divided into two major groups. In the first group, there are two samples from Limapuluh Kota, while the remaining 21 samples are in second group. On the degree of similarity between 86.5–96%, PIT similar to the A1 plant and it belong to the same subgroup with S2, A5, T3, T5, S1. While BPMT similar to T4 plant, and it belong to the same subgroup with A4 and A3. Based on morphological characters at a 75% degree of similarity, the Gn. Omeh citrus in West Sumatra is divided into five groups, where the L1, T5, S5, and S2 plant sample belongs to the groups 1, 3, 4, and 5, respectively, while 18 others in Group 2. From the analysis of both genetic and morphological characters, it generates fairly high degree of variation among 23 samples. This shows that the diversity of the marketed is thought to be caused by the use of seed plants and crop cultivated management are diverse

    Pembungaan Jeruk Kalamondin Hasil Perbanyakan Melalui Somatik Embriogenesis yang Disambung pada Batang Bawah JC

    Get PDF
    Fase vegetatif mencakup fase juvenil yang ditandai dengan munculnya percabangan, pertumbuhan duri, serta belum berkembangnya bunga. Karakter ini ditemukan pada periode vegetatif asal biji dan hasil perbanyakan somatik embriogenesis (SE). Tujuan penelitian ialah mengetahui kemampuan berbunga dan berbuah tanaman jeruk Kalamondin hasil perbanyakan SE yang disambung dengan batang bawah JC setelah 1 tahun ditanam di lapangan. Penelitian pembungaan pada tanaman hasil perbanyakan SE yang disambung dengan batang bawah JC dilakukan di Kebun Percobaan Tlekung, Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika, pada Bulan Februari 2011-Maret 2012. Tanaman jeruk Kalamondin berasal dari hasil sambungan ex vitro, yaitu batang atas berasal dari embrio kotiledonari dan planlet disambungkan pada batang bawah JC dengan tiga perlakuan, yaitu planlet JC hasil perbanyakan SE yang berumur 4 dan 8 bulan setelah aklimatisasi serta semaian biji umur 8 bulan. Tanaman jeruk Kalamondin hasil sambungan berumur 1 tahun, ditanam di lapangan dan disusun secara RAK dengan tiga ulangan dengan unit percobaaan tiga tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampai dengan umur 7 bulan di lapangan, tanaman masih pada fase vegetatif, dengan pertumbuhan tertinggi pada perlakuan KPS yaitu tanaman yang berasal dari planlet Kalamondin yang disambungkan pada semaian JC. Namun, pada bulan kedelapan setelah tanam, pertanaman menunjukkan fase generatif yang ditandai dengan munculnya organ bunga. Jumlah bunga dan buah tertinggi terdapat pada perlakuan tanaman yang berasal dari planlet Kalamondin yang disambungkan pada batang bawah JC hasil aklimatisasi. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa hasil perbanyakan jeruk melalui SE, berupa embrio kotiledonari maupun planlet dapat dimanfaatkan sebagai batang atas yang tumbuh dan berkembang dengan normal di lapangan apabila didukung oleh kondisi lingkungan yang optimal

    Analisis Genotip Pohon Induk Jeruk Bebas Penyakit Hasil Perbanyakan Tunas Pucuk dengan Primer RAPD

    Get PDF
    Uji tepat varietas untuk pohon induk jeruk bebas penyakit diperlukan untuk memastikan kebenaran genotip tanaman yang diperbanyak secara vegetatif. Percobaan dilakukan untuk menganalisis kesamaan genotip pohon induk jeruk bebas penyakit (benih penjenis) hasil perbanyakan vegetatif melalui penyambungan tunas pucuk dari pohon induk tunggalnya menggunakan penanda DNA RAPD. Daun dari tunas muda berumur 20-25 hari diekstrak untuk mendapatkan bulk DNA. Setiap sampel DNA dari setiap varietas diamplifikasi menggunakan 2 primer RAPD dan diseparasi menurut metode elektroforesis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 2 primer RAPD OPN14 dan OPN16 mampu memperlihatkan keseragaman pita DNA benih-benih penjenis dengan  induknya. Hasil penelitian ini menegaskan bahwa tidak ada perbedaan genotip antara tanaman yang diperoleh dari protokol pembuatan benih penjenis dengan pohon induk tunggalnya.True variety testing is needed to proof the genotype truth fulness of virus free mother plant that vegetatively multiplied. Study was done to analyze the genotype similarity of virus free mother plant that vegetatively multiplied through shoot tip grafting from the single mother plant using DNA RAPD marker. Leaves from young flush of 20-25 days were extracted in order to find out the bulk DNA. Each DNA sample from each variety was amplified by 2 RAPD primer and separated electrophoretically. The results indicated that 2 RAPD OPN14 and OPN16 primer revealed the uniformity of DNA band of the breeder seeds and the mother plant. The results strongly confirm that there was no genotype differences among the plant generated from standard protocol of producing virus free of citrus breeder seeds and the single mother plant

    Pengaruh Densitas Awal Kalus dalam Perbanyakan Melalui Embriogenesis Somatik terhadap Daya Multiplikasi dan Stabilitas Genetik Planlet Siam Kintamani

    Get PDF
    Optimasi metode pada setiap tahapan perbanyakan melalui embriogenesis somatik perlu dilakukan, mencakup aspek eksplan, media, dan lingkungan tumbuh.  Tujuan penelitian ialah mengetahui pengaruh kepadatan awal (initial density) kalus dalam kultur embriogenesis somatik terhadap laju multiplikasi dan stabilitas genetik planlet yang dihasilkan dari perbanyakan dengan metode SE pada tanaman siam Kintamani. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium SE, Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika (Balitjestro) mulai Bulan Maret 2009 sampai dengan Februari 2011. Penelitian terdiri atas dua tahap, yaitu (1) perlakuan densitas awal dan (2) analisis stabilitas genetik planlet yang dihasilkan dari perbanyakan SE  siam Kintamani. Kegiatan I terdiri atas lima perlakuan densitas kalus (ID100–ID300), yaitu  100, 150, 200, 250, dan 300 mg yang dikulturkan pada 25 ml media cair MS + 500 mg/l malt ekstrak (ME) + 1,5 mg/l BA, yang disusun dalam rancangan acak kelompok dengan tiga ulangan, tiap ulangan terdiri atas lima erlenmeyer, sedangkan pada penelitian analisis stabilitas genetik, sampel yang digunakan ialah tanaman hasil perbanyakan SE pada stadia planlet hasil subkultur 1–6. Planlet tersebut diuji keragamannya dengan teknik PCR menggunakan penanda intersimple sequence repeat (ISSR). Hasil penelitian menunjukkan bahwa, jaringan nuselus yang digunakan sebagai eksplan dapat tumbuh dengan memuaskan pada 12–45 hari setelah kultur pada media inisiasi kalus.  Pertambahan berat basah kalus pada setiap subkultur sangat beragam.  Pertambahan berat basah tertinggi terjadi pada ID100 subkultur ke-5, sedangkan pertambahan berat secara total tertinggi ditemukan pada perlakuan ID200. Tanaman hasil perbanyakan SE pada stadia planlet secara genetik seragam dengan induknya. Namun pengujian stabilitas genetik pada tanaman hasil SE masih harus terus dilakukan seiring dengan semakin lama tanaman dipelihara di dalam kultur, mengingat frekuensi mutasi dapat meningkat seiring dengan semakin lamanya periode kultur. Implikasi hasil penelitian ini ialah proses multiplikasi kalus dan induksi embriogenesis somatik berlangsung optimal dan tidak mengakibatkan off-type pada tanaman yang dihasilka

    THE GROWTH PERFORMANCE OF CITRUS DERIVED FROM SOMATIC EMBRYOGENESIS PLANTLET AND SCION STOCK

    No full text
    Somatic embryogenesis (SE) of callus culture in vitro is one of citrus propagation ways for producing free virus and genetically true-to-type plantlets. To induce growing of plantlets derived from this technology, they should be grafted ex vitro onto a citrus rootstock. The research aimed to evaluate the growth performance of citrus plants cv. Siam Kintamani (Citrus nobilis L.) that used both plantlets and scions as their stocks. The research was conducted at Tlekung Research Station, Indonesian Citrus and Subtropical Fruit Research Institute from June 2011 to December 2012. The treatments were done at nursery house by grafting a plantlet and budding a scion onto an eight-month-old Japanese Citroon (JC) rootstock plant. The grafted and budded plants of one-year old were maintained at nursery house then transplanted into the field. In the field, the research was arranged in a randomized block design with three replications and used 15 plants as unit samples. The results showed that the vegetative growth of Siam Kintamani seedling derived from SE or grafted plant was faster than that of budded plant started from 10 to 12 months after treatment in the nersery house. In the field, the growth of SE grafted plant was only significantly different up to 6 months after transplanting. Plantlets produced from SE in vitro propagation can be used as a good alternative stock material for producing healthy citrus plants. Therefore, a further research is required especially on varieties used, reproductive growth and massive planlets production

    High Frequencies Repetitive Shoots organogenesis of Potato (

    No full text
    Potato plays important role in nutritional security, poverty alleviation, and income generation in Indonesia. Potato production restricted and inconsistent by lower quality of seedlings application. Solid medium technique for long time has been using for producing pathogen free plants. This procedure has typically costly as labor intensive and longer durability of production. Liquid culture medium allows the close contact to explants which stimulates and facilitates the nutrients and hormones uptake leading to higher rate multiplication and shoot and root growth of higher quality seedling mother plants. The aim of study is to introduce partial immerse bioreactor system (PIB) for high frequencies of granola Kembang (GK) organogenesis and survival rate during weaning stage in nursery. A 20 shoots of GK were transferred to PIB containing MS medium aerated with 0.5, 1.0 and 1.5 vvm air atmosphere during 30 days of culture. High rate repetitive shoots organogenesis were observed from PIB culture, significantly different to semisolid culture. Averagely 500, 616 and 602 new shoots were harvested from 0.5, 1.0 and 1.5 vvm treatment respectively, which are 30, 37 and 36 folds compared to semisolid culture. Approximately 95-98% of regenerated shoots were survived in acclimatization chamber for both PIB and semisolid culture

    Partnership schemes in implementing mandatory garlic planting rules for importers: the case in East Lombok, Magelang, and Temanggung

    No full text
    National statistical data shows that almost all of Indonesia’s garlic needs are imported from other countries. Local production is only less than 10% of the total national demand for garlic. The Indonesian government is currently working to increase national garlic production in order to reduce imports dependency. One of the efforts taken is to increase the planting area through mandatory planting regulations for garlic importers. Every importer is required to grow garlic in Indonesia, which, if converted, is equivalent to five per cent of the total imported garlic. Importers are given freedom regarding the planting mechanism, whether to plant by themselves or through the partnership scheme with farmers. Particularly for the partnership scheme with farmers, it is necessary to study a partnership scheme that is mutually beneficial for both parties. A study was conducted in 2018 as part of a horticultural development policy analysis research to examine the effectiveness of cooperation in implementing mandatory garlic planting regulations for importers. This research was conducted in three locations, East Lombok, Magelang, and Temanggung. This study found that each of the three locations has different cooperation schemes. Farmers are interested in forming partnerships with importers for several reasons: certainty of obtaining seeds and operational costs, and other reasons such as marketing certainty and the opportunity to get cultivation technology assistance
    corecore