15 research outputs found

    IbM KELOMPOK PEMBENIHAN LELE DI KECAMATAN SAWIT, KABUPATEN BOYOLALI

    Get PDF
    ABSTRAKMitra,UPR Mina Mulya dan Mina Lestari, merupakan dua kelompok pembenih lele yang berlokasi di desa Tegal Rejo Kecamatan Sawit dan desa Doplang di kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali. Kelompok pembenih Mina Mulya beranggotakan 12 unit usaha Pembenihan Rakyat (UPR) ikan lele, sedangkan Kelompok Mina Lestari beranggotakan 9 usaha Pembenihan Rakyat (UPR) ikan lele. Kedua kelompok mitra ini terbentuk di pertengahan tahun 2011, sebagai dampak adanya pengembangan Kawasan “Agrominapolitan” di Desa Tegal Rejo, Kecamatan Sawit, Boyolali seluas kurang lebih 10 ha pada tahun 2010. Pada kawasan tersebut terdapat 900 kolam untuk budidaya pembesaran lele. Oleh karena itu, usaha pembenihan lele yang bergabung dalam kedua mitra tersebut memegang peranan sangat penting sebagai penopang keberhasilan Kawasan Minapolitan tersebut.Kedua mitra telah memahami teknik pemijahan induk lele sesuai dengan CBIB. Hal ini terlihat dari peningkatan produksi benih lele secara kuantitas dan kualitas. Kuantitas produksi dibuktikan dengan tingkat penetasan telur hasil pemijahan yang mencapai lebih dari 90 % dan tingkat kelulushidupan benih lele yang mencapai lebih dari 85 %. Secara kualitas, bibit yang dihasilkan mempunyai ukuran yang seragam, lebih aktif sehingga laju pertumbuhan benih meningkat.Hasil yang telah dicapai tersebut diharapkan terus terjaga dengan melaksanakan aturan dalam CBIB secara disiplin dan terus menerus. Tim pelaksana kegiatan akan terus melaksanakan pendampingan hingga mitra dinilai mampu memproduksi hasil kegiatan pembenihan lele secara stabil dan kontinyu

    TEKNOLOGI BUDIDAYA LELE DUMBO SUPER INTENSIF DENGAN APLIKASI PROBIOTIK DAN BIOFLOK UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PEMBUDIDAYA IKAN KECAMATAN MUNGKID, KABUPATEN MAGELANG

    Get PDF
    ABSTRAKErupsi Gunung Merapi mengakibatkan rusaknya sarana dan prasarana budidaya perikanan serta kuantitas dan kualitas air yang menurun di Kabupaten Magelang. Tujuan dari kegiatan Ipteks bagi Masyarakat (IbM) ini adalah penerapan teknologi budidaya ikan lele dumbo secara super intensif melalui aplikasi probiotik pada pakan dan penumbuhan bioflok pada media pemeliharaan. Program di bidang Budidaya Perikanan ini perlu dilakukan melalui kerjasama dengan dua mitra yaitu Kelompok Pembudidaya Ikan Mina Sentosa di Desa Bojong dan Kelompok Pembudidaya Ikan Mitra Mina di Desa Ngrajek, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang. Hasil yang telah dicapai dalam kegiatan IbM ini setelah dilakukan perbaikan fisik dan non fisik adalah a) Peningkatan IPTEKS Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) pembesaran lele dari tingkat teknologi sederhana menjadi teknologi intensif-super intensif dengan aplikasi probiotikdan biofok; b) Peningkatan kelulushidupan (SR) menjadi 95% dan penurunan FCR dari 1,1 menjadi 0,8; 3; c) Peningkatan produksi dan nilai produksi dari 10-15 kg/m3 menjadi 50-60 kg/m3 dan d) Peningkatan keuntungan dan pendapatan sebesar 445%. Oleh karena itu perlu sosialisasi penerapan teknologi ini ke pokdakan lain melalui program Minapolitan di Kabupaten Magelang dan perlunya pendampingan dan pembinaan kerjasama antara pembenih, pembesar, penanganan pasca panen dan pemasaran oleh dinas terkait

    IbM Bagi KELOMPOK BUDIDAYA AIR TAWAR

    Get PDF
    ABSTRAK            Pada awal survei  perencanaan untuk kegiatan Ipteks bagi Masyarakat (IbM) Bagi Kelompok Budidaya Ikan Air Tawar mitra yang akan digunakan adalah Pokdakan Mina Jaya dan Mina Bersinar. Namun ketika kegiatan IbM akan mulai dilaksanakan Pokdakan Mina Jaya sudah tidak berjalan sehingga tim memutuskan untuk mengganti mitra kegiatan yang masih berada dalam satu kecamatan Tulung yakni Pokdakan Ngudi Karyo. Pokdakan Ngudi Karyo merupakan kelompok pembenih ikan air tawar  yang masih berjalan dan sangat membutuhkan informasi dan teknologi dari kegiatan IbM yang akan dilaksanakan.  Pokdakan Ngudi Karyo dan Mina Bersinar sebagai Mitra dalam kegiatan Ipteks bagi Masyarakat (IbM) berlokasi di Desa Gedong Jetis dan Tulung Kabupaten Klaten dengan beranggotakan 18 dan 10 orang.            Kedua mitra kegiatan bergerak pada bidang pembenihan ikan lele. Beberapa faktor yang menyebabkan mitra hanya bergerak dibidang pembenihan adalah kematian benih yang cukup tinggi di wilayah tersebut, kualitas air yang kurang baik dikarenakan terbatasnya sumber air untuk dapat digunakan sebagai media budidaya dll. Namun demikian mitra sudah mampu dan terbiasa dalam kegiatan pembenihan. Sehingga proses transfer teknologi dari kegiatan ini dapat menjadi solusi pemecah masalah yang terjadi di wilayah kegiatan ini dengan zero water exchange (meminimalisir pergantian air) melalui pemanfaatan bakteri menguntungkan pada media dan pakan yang digunakan.Kedua mitra telah memahami teknik budidaya dengan sistem bioflok yang disampaikan  Hal ini terlihat dari peningkatan produksi pendederan benih lele secara kuantitas dan kualitas. Kuantitas produksi dibuktikan dengan tingkat kelulushidupan (SR) mencapai lebih dari 95 %. Secara ekonomi kegiatan ini sangat bermanfaat karena mampu meningkatkan pendapatan hingga minimal 4,5 juta/mitra/bulan

    Produksi Nauplii Dan Copepodit Oithona SP. Yang Dikultur Dengan Perbedaan Diet Mikroalga (Chlorella Vulgaris, Chaetoceros Calcitrans, Dan Isochrysis Galbana)

    Full text link
    Beberapa penelitian menunjukkan bahwa Oithona sp. dapat digunakan sebagai pakan alami kegiatan budidaya air laut. Nauplii dan copepodit Oithona sp. mempunyai ukuran yang sesuai untuk pakan pertama larva ikan.Perlu dilakukan kajian tentang produksi Oithona sp. agar mencapai maksimal sehingga mampu mencukupi kebutuhan dalam kegiatan budidaya. Kajian 5 diet mikroalga dilakukan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap produksi nauplii dan copepodit sekaligus untuk mendapatkan diet dengan hasil terbaik pada kedua stadia tersebut. Penelitian eksperimental laboratoris ini dilakukan di Laboratorium Pakan Hidup Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara dengan rancangan percobaan acak lengkap (RAL) masing-masing 3 pengulangan untuk setiap perlakuan. Perlakuan diet berdasarkan pada dosis 0.01 mg berat kering mikroalga untuk setiap satu individu copepoda. Kelima perlakuan diet untuk kultur Oithona sp. selama 22 hari adalah C. vulgaris (Cv); Cv+I. galbana (Ig) (1:1); Cv+C. calcitrans (Cc) (1:1); Cc+Ig (1:1); dan Cv+CC+Ig (1:1:1). Kultur Oithona sp. dilakukan pada botol kaca vial 50 ml dengan volume air laut 10 ml dan kepadatan awal Oithona sp. stadia dewasa 1 ind.ml-1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian diet mikroalga yang berbeda berpengaruh nyata (P<0,05) pada produksi nauplii dan copepodit Oithona sp. Kepadatan nauplii (39,83 ± 2,334 ind.ml-1) dan copepodit (12,93 ± 0,170 ind.ml-1) adalah maksimum pada hari ke 22. Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa diet Cc+Ig dan Cv+Cc+Ig masing-masing menghasilkan produksi nauplii dan copepodit terbaik. Diet Cc+Ig disarankan sebagai diet untuk pengembangan kultur Oithona sp. selanjutnya. Many research had showed that Oithona sp. could be used as a live food on marine culture activity. Nauplii and copepodit Oithona sp. have the suitable size for the fish fry. A studied about Oithona sp. production must be done to get the maximum production so it can fulfill the need of culture. The studied of 5 microalgal diet purposed to look for the diet effect for nauplii and copepodit production and also to got the best production of both stadia. This experimental laboratoris had done in Live Feed Laboratorium of Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara with Completely Randomized Design (CRD) triplicate for each treatment. Microalgal diet treatment based on 0.01 mg microalgal dry weight for one individu of copepod. That five trathments for 22 days Oithona sp. culture were C. vulgaris (Cv); Cv+ I. galbana (Ig) (1: 1); Cv+ C.calcitrans (Cc) (1:1); Cc+Ig (1:1); and Cv+Cc+Ig (1:1:1). Oithona sp. cultured on 50 ml vial glass bottle with 10 ml seawater and initial density of Oithona sp. adult stage was 1 ind.ml-1. The experimental result showed that the given of different microalgal diet had significant effect (P< 0,05) for nauplii and copepodit production of Oithona sp. Density of nauplii (39,83 ± 2,334 ind.ml-1) and copepodit (12,93 ± 0,170 ind.ml-1) were maximum on 22 day of culture respectively. Conclusion based on this experimental result was Cc+Ig and Cv+Cc+Ig diet produced the best result each on nauplii and copepodit density. Cc+Ig diet was suggested as the diet for the next development of Oithona sp. culture

    Performa Efisiensi Pakan Pertumbuhan Dan Kualitas Nutrisi Elver Sidat (Anguilla Bicolor) Melalui Pengkayaan Pakan Buatan Dengan Minyak Ikan

    Full text link
    Ikan sidat (Anguilla bicolor) merupakan salah satu jenis ikan yang mempunyai potensi ekspor. Kendala dalam budidaya sidat adalah Perumbuhanya yang lambat. Penambahan minyak ikan ke dalam pakan buatan diduga dapat mempercepat pertumbuhan sidat stadia elver. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan minyak ikan dalam pakan buatan terhadap performa efisiensi pakan, pertumbuhan dan kualitas nutrisi elver sidat (A. bicolor). Ikan uji yang digunakan adalah ikan sidat dengan bobot rata-rata 9,25±0,3 g/ekor dan padat tebar 1 ekor/2l. Pemberian pakan dilakukan 2 kali sehari pada pukul 08.00 dan 16.00. Ikan uji dipelihara dalam ember plastik volume 30 liter air selama 50 hari. Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 kali ulangan. Penambahan minyak ikan pada pakan buatan tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap SGR, EPP dan PER, dan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap FCR dan SR; dan Tidak ada dosis terbaik penambahan minyak ikan dalam setiap perlakuan, baik perlakuan A (dosis minyak ikan 0%), B (dosis minyak ikan 2%), C (dosis minyak ikan 4%) maupun D (dosis minyak ikan 6%). Kualitas air pada media pemeliharaan masih berada dalam kondisi yang layak untuk budidaya ikan sidat. Eel (Anguilla bicolor) is one types of fish that have potential as an export commodity. The problem of culture of eel is on the growth that very slow. However, added fish oil into artificial feed as a substance that can accelerate growth in stadia Elver eels. This study aims to determine the effect of fish oil in feed on performance of Elver eel feed efficiency, growth and nutritional quality Elver eels (A. bicolor). The eel weight of 9.25 ± 0.3 g / tail in avarage and initial density of 1tail/2L were cultivated in 30L conical plastic bucket with 20L in water volumes during 50 days. Feeding was do 2 times a day at 08:00 and 16:00. This research was conducted by an experimental method using a completely randomized design (CRD) with 4 treatments and 3 repetitions. The treatment in this study was the addition of fish oil in artificial feed ie: treatment A (dosage fish oil 0%), B (dosage fish oil 2%), C (dosage of fish oil 4%) and D (dosage of fish oil 6%). Data observed SGR, PER, FE, FCR, SR and water quality. The results showed that the addition of fish oil in artificial feed was no significant effect (P <0.01) on the SGR, FE and PER but no significant by effect (P> 0.05) on FCR and SR. There no best of dosage of 2% fish oil in the diet on SGR, PER, FE and FCR respectively. However, the water quality in the culture media was still in the proper conditions for the cultivation of eel

    Studi Pola Pertumbuhan Dan Kualitas Sel Chlorella SP. Yang Dihasilkan Melalui Teknologi Pencucian Bibit Sel

    Full text link
    Di dalam kultur massal Chlorella sp. sering terjadi penurunan jumlah sel secara drastis dan lama fase stasioner berselang kurang dari satu hari. Hal ini diduga karena terjadi hubungan tertutup antara bakteri kontaminan dengan Chlorella sp. di dalam kulturnya. Penelitian ini bertujuan untuk membersihkan Chlorella sp. dari bakteri kontaminan menggunakan teknologi pencucian bibit sel, sehingga dapat memperbaiki pola pertumbuhan dan kualitas sel yang dihasilkan. Metode penelitian ini adalah eksperimen, menggunakan RAL dengan 4 perlakuan dan 4 kali ulangan. Perlakuan itu adalah Chlorella sp. yang dikultur dengan tanpa pencucian bibit sel (A), dengan 1 kali pencucian (B), dengan 2 kali pencucian (C), dan dengan 3 kali pencucian (D). Variabel yang diamati yaitu pola pertumbuhan yang terdiri dari waktu adaptasi, laju pertumbuhan spesifik, lama waktu stasioner, kepadatan sel maksimum, kepadatan akhir kultur, dan kualitas sel dengan kandungan proteinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencucian bibit sel berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap pola pertumbuhan sel Chlorella sp., terutama pada lama waktu fase stasioner dan nilai kepadatan maksimum sel. Lama waktu fase stasioner pada bibit sel yang mengalami pencucian 3 kali terjadi selama 5,5 hari (D), lebih lama dibandingkan dengan tanpa pencucian bibit sel yaitu selama 2 hari (A) dan kepadatan maksimum sel Chlorella sp. perlakuan D (5,2 X 107 sel/ml), lebih banyak dibandingkan perlakuan A (1,4 X 107sel/ml). Kandungan protein sel Chlorella sp. pada perlakuan A (52,52 %) lebih rendah dibandingkan pada perlakuan D (54,93%). Dari hasil tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa pencucian bibit sel dapat memperbaiki pola pertumbuhan dan kandungan protein Chlorella sp. pada kulturnya. Mass culture of Chlorella sp. often occurred drastic decrease in the number of cells and a long in the stationary phase which less than one day. It is assumed that due to close correlation of bacterial contaminants on to Chlorella sp. cells in the culture. The aim of this study was cleaned seed cells of Chlorella sp. from the bacterial contaminants by washing cells technology so as to improve the growth pattern and quality of Chlorella cells. The experiment method was employed in this research. There was Completely Randomized Design method with 4 treatments and 4 replicaties, respectively. Those treatments were Chlorella sp. cells cultured with seed cells without washed (A), with one time washed (B), with two times washed (C) and with three times washed (D). Variables observed were growth pattern of Chlorella sp. cells ie: lag phase, specific growth rate, a long time of stationary phase, maximum cells density and the end of culture density, and cells quality with their protein content. The results showed that cells seed washing was significantly effect (p <0.05) on the growth pattern of Chlorella sp. cells, as specialy on the a long time of stationary phase and maximum density. The stationary phase for treatment which washed three times was 5.5 days, longer than the unwashed (2 days). Either on the cell maximum density that higher on treatment D (5.2 X 107 cell/ml) than treatment A (1.4 X 107cell/ml). The protein content also higher on treatment D (54.93%) than treatment A (52.52%). Those could be concluded that cells seed washing to maximalised the growth patterns and protein content of Chlorella sp. cells in culture
    corecore