2 research outputs found
Proses Penyembelihan dan Waktu Mati Sempurna Sapi Bali sebagai Hewan Kurban di Kabupaten Manokwari
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aspek kesejahteraan hewan berdasarkan tata cara pemisahan dan handling sapi ketika akan disembelih, berapa lama waktu maksimal sapi Bali yang disembelih mati sempurna dan indikator kematian apa yang paling lama hilang setelah sapi disembelih. Penelitian ini dilakukan pada 57 ekor sapi Bali yang disembelih di 5 masjid di Kabupaten Manokwari yang menyelenggarakan penyembelihan hewan kurban. Pengamatan tata cara pemisahan dan handling sapi dilakukan dengan observasi. Waktu henti darah memancar dihitung sejak awal darah memancar sampai tidak lagi memancar. Indikator kematian lain (refleks pupil, refleks kornea, pernafasan ritmik, tonus rahang, tonus lidah, refleks ekor, refleks anus, dan refleks tracak) dihitung setelah waktu henti darah memancar diperoleh. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Data henti darah memancar dihitung rerata dan simpangan bakunya, sedangkan indikator lain disajikan dengan range tiap menit dalam tabel. Pemisahan antara lokasi penempatan dengan penyembelihan dan penggunaan kandang jepit modifikasi untuk handling telah dilakukan disebagian besar lokasi pengamatan. Waktu henti darah memancar pada penelitian ini adalah 2,93 menit. Refleks kornea dan tonus lidah merupakan indikator tercepat yang hilang, yaitu 4-5 menit setelah darah berhenti memancar, kemudian berturut-turut diikuti dengan pernafasan ritmik dan tonus rahang, yaitu masing-masing 5-6 menit serta refleks ekor dan refleks tracak, yaitu 6-7 menit. Refleks anus merupakan indikator terlama yang hilang, yaitu 7-8 menit setelah darah berhenti memancar. Kesimpulan: sebagain besar masjid telah memperhatikan kesejahteraan hewan berdasarkan lokasi dan tata cara penyembelihan. Sapi Bali sebagai hewan kurban di Kabupaten Manokwari mengalami mati sempurna pada menit ke 13,93 dan indikator kematian terakhir yang hilang adalah refleks anus
Respon Pertumbuhan Rumput Setaria (Setaria Spachelata) yang Diberikan Pupuk Kotoran Satwa Kuskus Asal Penangkaran
Cuscus is an arboreal animal whose habitat is in the forest with the type of food consumed are fruits, leaf shoots, and agricultural plants. Animal manure can also be used as organic fertilizer for forage plants. This study aims to determine the growth response of Setaria grass (Setaria sphacelata) given a dose of cuscus manure fertilizer with banana and avocado consumption. The study was designed in a CRD with 3 treatments. The treatments were P0 = without fertilizer (100% soil), P1 = 40 g/polybag of cuscus manure with banana consumption, and P2 = 40 g/polybag of cuscus manure with avocado consumption. Planting is done by pols on polybags measuring 30 x 25 cm. The results showed that the highest plant height of Setaria grass was found in P2 with an average of 101.70, then P1 was 101.47 and P0 was 71.16 cm/week. The results were the same for the number of leaves and tillers, P2 showed significantly higher results (P<0.05), followed by P1 and control. The application of organic fertilizer of cuscus manure with the consumption of bananas and avocados can increase the growth of Setaria grass