7 research outputs found

    Behavior and Group Movement of Proboscis Monkey\u27s (Nasalis Larvatus Wurmb.) in Samboja, East Kalimantan

    Get PDF
    Proboscis monkey (Nasalis larvatus Wurmb.) are endemic primates to the island of Borneo that are subjected to serious problems like habitat loss, fragmentation and forest degradation. Studies of movement behavior of monkeys have been done in the isolated and fragmented habitat in Samboja, East Kalimantan. Behaviour data of feeding, moving, social, resting, and sleeping were collected using instantaneous sampling method. The plots of trees survey were established 20 m x 200 m on each habitat. The movement behavior consists of daily ranging and utilization of height of the canopy. Daily ranging was recorded by GPS and height of canopy utilization divided to 0-3 m, 3.1-6 m, 6.1-9 m, 9.1-12 m, and > 12 m. The results showed that the daily ranging of the monkeys were varied, ranging from 25.7 m– 749.9 m (average 333 m), which home ranges between 4.52 ha – 6.92 ha. Daily movement distance between groups on the three habitat was different. Generally, the monkeys used canopy strata depending on habitat conditions, height, diameter and density of trees

    Efforts to Improve Ecotourism Management for Bekantan Conservation From Visitors\u27 Perspectives: a Case Study in Balikpapan East Kalimantan

    Get PDF
    The two fragmented mangrove forests, located in Graha Indah (HMGI) and Margomulyo (HMM) Balikpapan (East Kalimantan), are important habitats for Bekantan, an endemic and endangered animal species in Indonesian Borneo. The local government has put some conservation efforts by promoting those locations as the tourist destinations but they are not optimally well managed. This research aims to determine the visitors\u27 profiles, perceptions, and potential ticket funding by using questionnaires. Visitors\u27 ticket funding preference was obtained using the Willingness to Pay (WTP) method and analyzed using multiple regression analysis. Visitors\u27 profiles and perceptions were analyzed descriptively. The results showed that the visitors\u27 WTP in HMM and HMGI were Rp9.258 and Rp13.980, respectively, strongly influenced by income, type of jobs, and visiting frequency in HMGI. Meanwhile, HMM visitors were dominated by students (63%), with 11-20 years old by age (58%). On the other hand, the visitors\u27 occupation in HMGI was more varied i.e. private sectors (27%), students (27%) and civil servants (24%), with 21-30 years old by age (35%). Most of the visitors were from the city of Balikpapan that reached, 76% and 62% in HMM and HMGI, respectively. Potential funding from visitors cannot be estimated due to the lack of accurate data on the annual number of visitors. Internet and social media are potential methods to promote ecotourism in both places as well as promoting mangrove and bekantan conservation

    Potensi Regenerasi dan Penyebaran Shorea Balangeran (Korth.) Burck di Sumber Benih Saka Kajang, Kalimantan Tengah

    Full text link
    Penelitian potensi regenerasi dan penyebaran Shorea balangeran (Korth.) Burckdilakukan di Tegakan Benih Teridentifikasi (TBI) Saka Kajang, Kalimantan Tengah. Penelitian bertujuan untuk mengetahui potensi regenerasi dan penyebaran S. balangeran. Penelitian dilakukan dengan analisis vegetasi metode jalur berpetak. Petak yang dibuat sebanyak 12 yang ditempatkansecara purposive sampling. Sedangkan data penyebaran pohon diperoleh dengan memetakan seluruh pohon S. balangeran dbh >10 cm dan mencatat kondisi fenotifnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi vegetasi di TBI Saka Kajang terdiri dari 57 jenis, termasuk dalam 33 marga dan 23 suku. Vegetasi tingkat pohon, tiang dan semai didominasi oleh S. balangeran, sedangkan tingkat pancang didominasi jenis Macaranga bancana (Miq.) Muell. Arg. Pohon S. balangeran dijumpai sebanyak 273 pohon, sebagian besar berdiameter batang >35 cm dan tumbuh saling berdekatan. Pohon berdiameter menengah (30-39,9 cm, 40-49,9 cm dan 50-59.9 cm) mempunyai kerapatan yang tinggi (3,86 pohon/ha, 4,57 pohon/ha dan 3,29 pohon/ha) dan rata-rata tajuknya menempati lapisan (stratum) C

    Komunitas Habitat Bekantan (Nasalis Larvatus Wurmb) pada Areal Terisolasi di Kuala Samboja, Kalimantan Timur

    Full text link
    Bekantan (Nasalis larvatus Wurmb) adalah primata endemik Borneo dan termasuk dalam endengered species menurut IUCN. Habitat bekantan sebanyak 40% telah berubah fungsi dan hanya sekitar empat persen yangada di kawasan konservasi. Tujuan penelitian adalah memperoleh informasi tentang komunitas habitat dankondisi isolasinya di Kuala Samboja, Kalimantan Timur. Penelitian dilakukan dengan analisis vegetasimetode garis berpetak dan penggambaran profil habitat. Habitat dibagi tiga, yaitu komunitas rambai,komunitas rambai-riparian, dan komunitas riparian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa habitat terisolasi dan terfragmentasi oleh pemukiman, jalan raya, kebun, areal penggembalaan ternak, kanal air, jembatan,bekas tambak, dan penambangan pasir. Tumbuhan penyusun habitat meliputi 79 jenis yang termasuk dalam71 marga dan 45 suku. Komunitas rambai didominasi rambai laut. (Sonneratia caseolaris (L.) Engl.) pada semua tingkat vegetasi. Komunitas rambai-riparian didominasi S. caseolaris pada tingkat pohon, sedangkanArdisia elliptica Thunb. dominan pada tingkat pancang dan semai. Komunitas riparian tingkat pohondidominasi Vitex pinnata L. sedangkan tingkat pancang dan semai didominasi Elaeocarpus stipularis Blume.Tumbuhan pakan utama bekantan adalah S. caseolaris dan V. pinnata, tapi sistem permudaan alaminyaberjalan tidak normal. Tajuk pohon pada komunitas riparian kontinyu sedangkan komunitas rambai danrambai-riparian diskontinyu. Pembinaan habitat dapat dilakukan dengan rehabilitasi di tepi sungai dan lahantidur milik masyarakat

    Keragaman Morfologi, Ekologi, Pohon Induk, dan Konservasi Ulin (Eusideroxylon Zwageri Teijsm. Et Binnend.) di Kalimantan

    Full text link
    Di Indonesia pohon ulin (Eusideroxylon swageri Teijsm. et Binnend.) secara alami hanya terdapat di Sumatera dan Kalimantan. Sampai saat ini penebangan pohon ulin secara tidak terkendali masih saja berlangsung, yang apabila dibiarkan akan mengakibatkan kepunahan, di lain pihak masih banyak hal yang perlu dikaji dan diteliti. Penelitian ini ditujukan untuk mendapatkan informasi tentang aspek keragaman morfologi, ekologi, pohon induk, dan konservasi ulin di Kalimantan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ulin memiliki keragaman morfologi yang sangat tinggi, baik berdasarkan sifat-sifat vegetatif maupun sifat generatif (terutama pada bentuk dan ukuran buah atau biji). Dari aspek ekologi, ulin tumbuh baik pada hutan tropis basah, pada tanah-tanah yang tidak tergenang air hingga pada ketinggian 500(-625) m dpl, pada daerah datar dekat sungai dan anak-anak sungai, daerah bergelombang hingga punggung bukit. Dari segi tanah, tempat tumbuh tersebut umumnya berpasir dengan pH dan unsur kimia makro (N,P,K) yang rendah. Potensi ulin sebagai pohon induk di alam tergolong rendah, yakni berkisar antara 22,11% hingga 32,30% dari populasi yang ada. Dalam hubungannya dengan konservasi, upaya yang bersifat in-situ maupun ex-situ sudah dilakukan, namun pengawasan dan pengamanan terhadap kawasan-kawasan konservasi yang bersifat in-situ harus lebih ditingkatkan
    corecore