6 research outputs found

    Pengaruh Jarak Lahan Budidaya Dengan Pantai Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Melati (Jasminum Sambac L.)

    Get PDF
    Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk:(1) Mengetahui pada jarak berapakah dari tepi pantai pertumbuhan yang terbaik tanaman melati,(2) Mengetahui apakah tanaman melati yang dibudidayakan tidak terganggu pertumbuhannya terhadap salinitas di wilayah pesisir. Percobaan dilaksanakan di wilayah pesisir Sigandu-Ujungnegoro, Kabupaten Batang pada bulan April 2019 sampai Agustus 2019.Metode percobaan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Kelompok yang terdiri dari 6 perlakuan dan diulang sebanyak tiga kali.Perlakuannya yaitu jarak penanaman dengan tepi pantai yaitu (0-10 m); (>10-20 m); (>20-30 m); (>30-10 m); (>40-50 m); (>50 m), dan masing-masing diulang sebanyak 3 kali. Hasil percobaan yang diperoleh menunjukkan bahwajarak lahan dari pesisir pantai tidak menentukan pertumbuhan dan hasil tanaman melati, akan tetapi perawatan yang baik merupakan penentu pertumbuhan tanaman. Tingkat salinitas air di lahan budidaya tanaman melati dari jarak 10 sampai 60 meter dari pesisir pantai masih pada batas aman bagi tanaman berkisar 0 sampai 3 ppt (air tawar). Kata Kunci : tanaman melati, pesisir pantai, salinitas, pertumbuha

    PENINGKATAN KUALITAS DAN KEAMANAN PANGAN MELALUI BANTUAN HOT SHOWCASE UNTUK PEMAJANGAN PRODUK MAKANAN SIAP SAJI PADA USAHA KECIL PANGAN DI BOGOR

    Get PDF
    Lasagna adalah salah satu produk tepung terigu yang merupakan makanan khas Italia, kini banyak ditawarkan usaha kecil makanan di Indonesia. Lasagna menjadi lebih nikmat saat disantap dalam keadaan hangat, sehingga diperlukan waktu yang singkat antara pemasakan dan penyajiannya. Pada sebagian usaha kecil. Lasagna baru dipanggang setelah dipesan konsumen, sehingga membutukan 10-15 menit . Di sisi lain, makanan siap saji yang dibiarkan pada temperature kamar, sebaiknya hanya baik dikonsumsi dalam rentang waktu 4 jam setelah di masak. Selain proses pembuatannya yang harus memperhatikan hygiene pangan dan cara produksi pangan olahan yang baik, fasilitas produksi yang dipergunakan juga harus dapat memberikan pencegahan terhadap kontaminasi pangan. Program pengabdian pada masyarakat yang dilakukan adalah dengan memberikan bantuan Hot Showcase untuk penyimpanan dan pemajangan produk Lasagna usaha kecil pangan di Bogor. Penggunaan Hot Showcase untuk penyimpanan dan display produk lasagna setelah di masak, ternyata mampu mempertahankan mutu dan keamanan pangan . Temperatur Hot Showcase yang dapat diatur dalam rentang 30-110oC, dapat disetting menjadi 64oC, sebagai batas aman untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme. Selian itu, tampilan produk langsung tampak menggiurkan konsumen dan siap untuk segera disantap. Kondisi tersebut mengurangi waktu tunggu bagi konsumen

    The Association of Antimicrobials Use with Resistance Incidence in Independent Broiler Poultry Farms in Bogor District

    Get PDF
    The use of antimicrobials in livestock selects for antimicrobials resistance in the livestock sector what is a potential threat for human health. This study aims to determine the association between antimicrobials use and the incidence of resistance in commensal Escherichia coli in Indonesian broiler farms. Data was collected on the use of antimicrobials for 4-6 production periods on 19 independent broiler farms in Bogor Regency from 2019 to 2022 (97 cycles). At the end of one of the last cycles, a boot swab sample of the bedding/litter was taken and 25 E. coli strains were isolated per farm. A total of 475 isolates of E. coli were tested with Susceptibility using the microdilution (Sensititre®) method for determining phenotypic resistance. The association between the antimicrobials used (Treatment Frequency Used Daily Dose/TFUDD) in the long term (97 cycles) and the short term (in the end cycle in which the sample was taken, 19 cycles) with the proportion of resistance was analyzed using linear regression. Farms most frequently used antimicrobials which were categorized as Highest Priority Critically Important Antimicrobials/HPCIA for human medicine (WHO, 2019). From 475 isolates of E. coli that were isolated, it was seen that the population of E. coli shows a high percentage of non-wildtype isolates (here called ‘resistant’). The highest resistance was seen to antimicrobials ciprofloxacin (93%), ampicillin (88%), tetracycline (83%), sulfamethoxazole (75%), and trimethoprim (71%). Of the 5 classes of antimicrobials analyzed, a significant association was found between the frequency of antimicrobials treatment and the proportion of resistance to quinolones and tetracyclines (

    Hubungan Penggunaan Antimikroba terhadap Resistansi pada Peternakan Unggas Broiler Mandiri di Kabupaten Bogor

    Get PDF
    Penggunaan antimikroba di peternakan mengakselerasi proses resistansi antimikroba pada sektor peternakan dan berpotensi mengancam kesehatan manusia. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan penggunaan antimikroba dengan kejadian resistansi pada bakteri komensal Escherichia coli di peternakan unggas broiler. Data penggunaan antimikroba dikumpulkan selama 4-6 periode produksi (97 siklus) dan periode siklus akhir diambil 1 sampel litter dengan boot swab dari 19 peternakan broiler mandiri di Kabupaten Bogor selama 2019-2022, dan 25 strain E. coli diisolasi dari tiap peternakan. Sebanyak 475 isolat bakteri E. coli diuji Susceptibility dengan metode microdilution (Sensititre®) untuk resistansi fenotipik. Hubungan frekuensi pemberian antimikroba (Treatment Frequency Used Daily Dose/TFUDD) jangka panjang (97 siklus) dan jangka pendek (siklus akhir dimana diambil sampel, 19 siklus) dengan proporsi isolat resistan dianalisis menggunakan regresi linear. Peternakan paling sering menggunakan antimikroba yang termasuk dalam kategori Highest Priority Critically Important Antimicrobials/HPCIA for human medicine (WHO, 2019). Dari 475 isolat E. coli yang diisolasi, terlihat bahwa tingginya persentase populasi E. coli non-wild type (‘resistan’). Resistansi tertinggi terhadap antimikroba ciprofloksasin (93%), ampisilin (88%), tetrasiklin (83%), sulfametoksazol (75%), dan trimethoprim (71%). Dari 5 kelas antimikroba yang dianalisa, didapatkan hubungan signifikan antara frekuensi pemberian antimikroba dan proporsi isolat resistan pada penggunaan jangka panjang terhadap kuinolon dan tetrasiklin (p<0.05), serta pada penggunaan jangka pendek terhadap makrolida (p<0.05) dan tetrasiklin (p<0.01).The use of antimicrobials in livestock selects for antimicrobials resistance in the livestock sector what is a potential threat for human health. This study aims to determine the association between antimicrobials use and the incidence of resistance in commensal Escherichia coli in Indonesian broiler farms. Data was collected on the use of antimicrobials for 4-6 production periods on 19 independent broiler farms in Bogor Regency from 2019 to 2022 (97 cycles). At the end of one of the last cycles, a boot swab sample of the bedding/litter was taken and 25 E. coli strains were isolated per farm. A total of 475 isolates of E. coli were tested with Susceptibility using the microdilution (Sensititre®) method for determining phenotypic resistance. The association between the antimicrobials used (Treatment Frequency Used Daily Dose/TFUDD) in the long term (97 cycles) and the short term (in the end cycle in which the sample was taken, 19 cycles) with the proportion of resistance was analyzed using linear regression. Farms most frequently used antimicrobials which were categorized as Highest Priority Critically Important Antimicrobials/HPCIA for human medicine (WHO, 2019). From 475 isolates of E. coli that were isolated, it was seen that the population of E. coli shows a high percentage of non-wildtype isolates (here called ‘resistant’). The highest resistance was seen to antimicrobials ciprofloxacin (93%), ampicillin (88%), tetracycline (83%), sulfamethoxazole (75%), and trimethoprim (71%). Of the 5 classes of antimicrobials analyzed, a significant association was found between the frequency of antimicrobials treatment and the proportion of resistance to quinolones and tetracyclines (p<0.05) in long-term use, and macrolides (p<0.05) and tetracyclines (p<0.01) in short-term use

    MANAGEMENT SUMMARY EXECUTIVE PENJUALAN BERBASIS APLIKASI DIGITAL DIMASA PANDEMI

    Get PDF
    The development of social media and marketplaces as part of information technology has a very big contribution in developing business. Current developments have also changed the pattern and map of competitive forces in running a business to become more competitive. Therefore, reliability in the use of social media and marketplaces is an important and strategic thing that is needed by business people. But this is in stark contrast to business people who are still in the pioneering stage or just starting their business, such as Lagsana Ummy Hunny. Capitalized on knowledge and insight that is still new to social media and marketplaces, it is quite influential in developing managed businesses. Therefore, this community service activity aims to increase the insight and knowledge of the Lagsana MSME owner, Ummy Hunny, located in the Bojong Gede area, Bogor Regency, in the use of social media and marketplaces for the benefit of developing business. The method that will be used to support the implementation of community service activities such as providing training and assistance to increase knowledge and insight. Knowledge and insight applied to this activity is how to utilize an information technology. Information technology is used to develop the marketing reach of the general public through social media. This activity has been going well and has contributed to increasing sales through the Dogital Application. The use of Digital Applications is very helpful in increasing sales because of the information from the menu variants sold through social media

    Pola Penggunaan Anti Mikrob pada Peternakan Mandiri Ayam Broiler di Kabupaten Bogor

    Get PDF
    Penggunaan anti mikrob dapat menyebabkan terjadinya resistansi anti mikrob baik di sektor peternakan maupun dalam hal kesehatan manusia. Studi ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dan mengukur frekuensi pemberian anti mikrob di peternakan ayam broiler dan melihat hubungan penggunaan anti mikrob dengan tingkat kematian. Studi dilakukan tahun 2019-2022, di 19 peternakan ayam broiler mandiri di Kabupaten Bogor dengan total pengamatan 89 periode produksi. Data yang dikumpulkan yaitu jenis anti mikrob dan frekuensi pemberian kemudian dianalisis menggunakan perhitungan used daily dose (UDD) dan treatment frequency (TF). Hubungan penggunaan anti mikrob dengan tingkat kematian dianalisis menggunakan regresi linear. Pemberian antibotik di peternakan berdasarkan saran dari pemilik (15,8%), technical service/TS (36,8%) dan petugas penyuluh lapang/PPL (47,4%). Diantaranya hanya 1 orang yang merupakan dokter hewan (5,3%). Rata-rata frekuensi pemberian anti mikrob dalam sehari (TFUDD) di peternakan adalah 10,5 kali. Dari semua anti mikrob yang digunakan 60,5% termasuk dalam kategori prioritas paling tinggi untuk anti mikrob yang sangat penting bagi manusia (HPCIA). Tujuan pemberian anti mikrob mayoritas untuk pencegahan (82,7%) dan frekuensi pemberian paling banyak pada minggu pertama untuk menekan tingkat kematian. Tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara frekuensi pemberian anti mikrob dan tingkat kematian pada minggu pertama periode produksi (p>0,05). Penggunaan anti mikrob sebagian besar dilakukan tanpa konsultasi dengan dokter hewan. Frekuensi pemberian anti mikrob sebagian besar dari kategori HPCIA dan tujuan penggunaannya untuk pencegahan. Tinggi atau rendahnya frekuensi pemberian anti mikrob pada minggu pertama tidak berhubungan dengan penurunan tingkat kematian.Penggunaan anti mikrob dapat menyebabkan terjadinya resistansi anti mikrob baik di sektor peternakan maupun dalam hal kesehatan manusia. Studi ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dan mengukur frekuensi pemberian anti mikrob di peternakan ayam broiler dan melihat hubungan penggunaan anti mikrob dengan tingkat kematian. Studi dilakukan tahun 2019-2022, di 19 peternakan ayam broiler mandiri di Kabupaten Bogor dengan total pengamatan 89 periode produksi. Data yang dikumpulkan yaitu jenis anti mikrob dan frekuensi pemberian kemudian dianalisis menggunakan perhitungan used daily dose (UDD) dan treatment frequency (TF). Hubungan penggunaan anti mikrob dengan tingkat kematian dianalisis menggunakan regresi linear. Pemberian antibotik di peternakan berdasarkan saran dari pemilik (15,8%), technical service/TS (36,8%) dan petugas penyuluh lapang/PPL (47,4%). Diantaranya hanya 1 orang yang merupakan dokter hewan (5,3%). Rata-rata frekuensi pemberian anti mikrob dalam sehari (TFUDD) di peternakan adalah 10,5 kali. Dari semua anti mikrob yang digunakan 60,5% termasuk dalam kategori prioritas paling tinggi untuk anti mikrob yang sangat penting bagi manusia (HPCIA). Tujuan pemberian anti mikrob mayoritas untuk pencegahan (82,7%) dan frekuensi pemberian paling banyak pada minggu pertama untuk menekan tingkat kematian. Tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara frekuensi pemberian anti mikrob dan tingkat kematian pada minggu pertama periode produksi (p>0,05). Penggunaan anti mikrob sebagian besar dilakukan tanpa konsultasi dengan dokter hewan. Frekuensi pemberian anti mikrob sebagian besar dari kategori HPCIA dan tujuan penggunaannya untuk pencegahan. Tinggi atau rendahnya frekuensi pemberian anti mikrob pada minggu pertama tidak berhubungan dengan penurunan tingkat kematian
    corecore