30 research outputs found

    PEMANASAN GLOBAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN SIKLON TROPIS OBSERVASI RADAR PRESIPITASI SATELIT TRMM

    Get PDF
    Pemanasan global adalah istilah sebagai bagian dari beberapa contoh yang mewakili gejala perubahan iklim global, selain pendinginan global. Meningkatnya temperatur global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim (termasuk di dalamnya adalah siklon tropis), serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Dalam makalah ini dibahas hubungan pemanasan global dengan kejadian siklon tropis di wilayah Benua Maritim Indonesia (BMI) dan sekitarnya perioda 2008 berbasis observasi radar presipitasi satelit TRMM. Sasaran yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah diketahuinya keterkaitan pemanasan global (utamanya di wilayah-wilayah perairan/lautan yang dekat dengan BMI, yaitu Samudera India Tropis (5°LU-5°LS, 60°BT-120°BT), dan Samudera Pasifik Barat Tropis (5°LU-5°LS, 120°BT-160°BT) dengan jumlah kejadian bulanan siklon tropis dan reflektivitas maksimum butir curah hujan dalam sistem siklon tropis. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa memang terdapat indikasi pemanasan global. Untuk skala waktu dan ruang yang lebih kecil, yaitu untuk wilayah Pontianak Supadio (0,15°LS; 109,40°BT) dalam rentang pengamatan 1973-2006 dan wilayah Jakarta Kemayoran (6,15°LS; 106,85°BT) dalam rentang pengamatan 1951-2002 juga menunjukkan adanya kecenderungan kenaikan temperatur udara permukaan yang serupa dengan kecenderungan kenaikan temperatur global, masing-masing direpresentasikan dalam persamaan regresi y = 0,0019 x + 26,101 (Pontianak) dan y = 0,0018 x + 26,777 (Jakarta). Dalam kaitannya dengan kejadian siklon tropis, diperoleh gambaran bahwa selama perioda 2008 dari pemantauan satelit TRMM secara global telah terjadi 615 kali siklon tropis. Khusus untuk wilayah BMI yang membentang dari 6°LU-11°LS dan 95°BT-141°BT pada perioda April 2008 juga banyak terjadi siklon tropis. Siklon tropis Rosie yang terjadi pada 22 April 2008 jam 02.30 UTC (sesuai dengan jam 09.30 WIB) yang berlokasi di 11,0°LS; 104,9 °BT (kurang lebih berada di Samudera India di sebelah barat daya Selat Sunda) merupakan siklon tropis terdahsyat

    Analisis Pengaruh Monsun Dan Osilasi Dua Tahunan Troposfer Dalam Pola Curah Hujan Beberapa Daerah Di Benua Maritim Indonesia

    Get PDF
    Monsun (dikenal juga sebagai fenomena AO : Annual Oscillation) dan TBO (Tropospheric Biennial Oscillation) adalah contoh bentuk variasi tahunan dan antar tahunan elemen iklim (terutama curah hujan) yang sangat berpengaruh terhadap pola ataupun karateristik elemen iklim (terutama curah hujan) di Benua Maritim Indonesia (BMI). Monsun utamanya terjadi karena adanya perbedaan sifat fisis (panas jenis) lautan dan daratan dalam interaksinya dengan sumber energi (panas) utama sistem iklim bumi, yaitu radiasi matahari. Monsun memiliki perioda sekitar 1 tahunan. Disisi lain, TBO terjadi karena adanya interaksi antara lautan-daratan- atmosfer di daerah monsun Asia dan Australia, lautan India dan Pasifik (Barat, Tengah dan Timur) Tropis dan memiliki perioda sekitar 2-3 tahun. Analisis hubungan pengaruh monsun dan osilasi dua tahunan troposfer (TBO) dalam pola curah hujan beberapa daerah di Benua Maritim Indonesia (Padang, Pontianak, Manado, Jakarta, Surabaya, dan Makassar) dibahas dalam makalah ini. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa fenomena osilasi tahunan (AO) dan osilasi dua tahunan troposfer(TBO) merupakan suatu fenomena yang berpengaruh terhadap pola curah hujan di daerah yang ditinjau tersebut, meskipun fenomena osilasi tahunan (AO) dan osilasi dua tahunan troposfer (TBO) ini muncul sebagai fenomena yang tidak periodik murni dan bukan merupakan satu-satunya fenomena osilasi dominan yang muncul di daerah tersebut. Dengan perkataan lain, di daerah yang ditinjau tersebut juga muncul ragam osilasi curah hujan lainnya seperti osilasi submusiman (ISO : Intra Seasonal Oscillation, dikenal juga sebagai MJO : Madden Julian Oscillation), SAO (Semi Annual Oscillation) dan ENSO (El-Nino Southern Oscillation). Dalam rentang waktu pengamatan yang ditinjau di semua daerah tersebu,t perioda AO (Monsun) curah hujan yang terjadi adalah 10-14 bulan. Sedang dalam hal kaitannya dengan TBO, perioda TBO curah hujan yang terjadi didaerah-daerah yang ditinjau di atas adalah 21-36 bulan (Padang), 21-37 bulan (Pontianak), 21-39 bulan (Manado), 21-37 bulan (Jakarta Kemayoran), 21-34 bulan (Surabaya Tanjung Perak) dan terakhir adalah 22-34 bulan (Makassar). Kata kunci : ISO (Intra Seasonal Oscillation), MJO (Madden Julian Oscillation), AO (Annual Oscillation), Monsun, TBO (Tropospheric Biennial Oscillation), ENSO (El-Nino Southern Oscillation)

    ANALISIS VARIABILITAS CURAH HUJAN MANADO 1951-2007 DAN FAKTOR UTAMA YANG MEMPENGARUHINYA

    Get PDF
    Benua Maritim Indonesia (BMI) yang terdiri dari ribuan pulau besar dan kecil, dipisahkan oleh banyak laut dan selat, terletak di daerah tropis yang menerima radiasi matahari paling banyak, terletak diantara dua benua yang besar (Asia dan Australia) dan dua lautan yang besar pula (samudera Hindia dan Pasifik) menyebabkan wilayah BMI ini rentan terhadap variabilitas dan perubahan iklim. Analisis variabilitas curah hujan Manado dalam rentang pengamatan 1951-2007 dan faktor utama yang mempengaruhinya dibahas dalam makalah ini. Sasaran yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah diketahuinya ragam variabilitas curah hujan dan faktor utama yang mempengaruhi terjadinya variabilitas curah hujan tersebut. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa curah hujan daerah Manado memiliki variabilitas yang beragam, mulai dari musiman, tahunan dan antar tahunan (TBO : Tropospheric Biennial Oscillation, dan ENSO : El Nino Southern Oscillation). Variabilitas musiman curah hujan di Manado memiliki perioda sekitar 4-5 bulan. Faktor utama penyebab variabilitas curah hujan musiman adalah fenomena pergeseran pita konvergensi intertropis (ITCZ : InterTropical Convergence Zone). Selanjutnya, variabilitas tahunan curah hujan di Manado memiliki perioda sekitar 11-12 bulan. Faktor utama penyebab variabilitas curah hujan tahunan adalah fenomena monsun Asia dan monsun Australia. Selanjutnya, variabilitas antar tahunan curah hujan di Manado terjadi dengan perioda sekitar 23-38 bulan. Faktor utama penyebab variabilitas curah hujan antar tahunan ini adalah fenomena osilasi dua tahunan troposfer (TBO). Selain itu, variabilitas antar tahunan curah hujan di Manado terjadi dengan perioda sekitar 48-53 bulan. Faktor utama penyebab variabilitas curah hujan antar tahunan ini adalah fenomena ENSO. Hasil lain yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan nilai koefisien korelasi antara curah hujan Manado dengan suhu muka laut di Samudera Pasifik Barat Tropis adalah r = 0,7468 yang terjadi di tahun 1997. Sedangkan koefisien korelasi antara curah hujan Manado dengan suhu muka laut di Samudera India tropis adalah r = - 0,7400 yang terjadi di tahun 1971

    Hubungan Anomali Suhu Muka Laut Samudera India Dan Pasifik Tropis Dengan Pola TBO Curah Hujan Beberapa Daerah Pesisir Di Jawa

    Get PDF
    TBO (Tropospheric Biennial Oscillation) dan ENSO (El-Nino Southern Oscillation) adalah contoh-contoh bentuk variasi antar tahunan elemen iklim yang berdampak global dalam sistem iklim planet bumi kita. TBO terjadi karena adanya interaksi antara lautan-daratan-atmosfer di daerah monsun Asia dan Australia, lautan India dan Pasifik (Barat, Tengah dan Timur) Tropis dan memiliki perioda sekitar 2-3 tahun, sedang ENSO utamanya terjadi karena interaksi laut- atmosfer di daerah Pasifik (Barat, Tengah dan Timur) Tropis dengan periodisitas kejadiannya lebih lama yaitu 3-7 tahun. Analisis hubungan anomali suhu muka laut Samudera India dan Pasifik Tropis dengan pola TBO curah hujan beberapa daerah di pesisir Jawa (Jakarta, Karawang, Ciamis, Semarang Maritim, Cilacap, Jogjakarta dan Surabaya) dibahas dalam makalah ini. Data yang digunakan dalam studi ini adalah data curah hujan bulanan observasi permukaan dari stasiun- stasiun klimatologi Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) untuk daerah-daerah tersebut di atas. Data lain yang digunakan adalah data suhu muka laut (SST : Sea Surface Temperature) dan data anomali suhu muka laut (SSTA : Sea Surface Temperature Anomaly) daerah lautan India Tropis (5o LU-5oLS, 90oBT-120oBT) dan daerah lautan Pasifik Barat Tropis (5o LU-5oLS, 120oBT- 160oBT) dengan frekuensi pengamatan bulanan yang bersumber dari TCC (Tokyo Climate Center). Software WWZ (the Weighted Wavelet Z-transform) yang dikembangkan oleh AAVSO (American Assosiation of Variable Star Observation) digunakan dalam studi ini untuk memperoleh gambaran ragam osilasi curah hujan ini. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa dalam rentang waktu pengamatan yang ditinjau di masing-masing daerah tersebut perioda TBO curah hujan yang terjadi adalah 21-37 bulan (Jakarta Kemayoran), 21-35 bulan (Karawang), 22-39 bulan (Ciamis), 21-37 bulan (Cilacap), 21-38 bulan (Semarang Maritim), 21-39 bulan (Jogjakarta) dan terakhir adalah 21-34 bulan (Surabaya Tanjung Perak). Pada saat fenomena TBO berpengaruh dominan terhadap pola curah hujan di daerah-daerah ditinjau tersebut anomali suhu muka laut Samudera India Tropis (khususnya) dan Samudera Pasifik Tropis sebagian besar menunjukkan pola anomali negatif, yang berarti memiliki suhu yang lebih rendah (dingin) dibandingkan keadaan normalnya. Kata kunci : SST (Sea Surface Temperature), SSTA (Sea Surface Temperature Anomaly), TBO (Tropospheric Biennial Oscillation), ENSO (El-Nino Southern Oscillation)

    Siklon Tropis Di Selatan Dan Barat Daya Indonesia Dari Pemantauan Satelit Trmm Dan Kemungkinan Kaitannya Dengan Gelombang Tinggi Dan Putting Beliung

    No full text
    Samudera India sebelah selatan dan barat daya Benua Maritim Indonesia. Hal inididasarkan dari hasil pemantauan satelit TRMM (Tropical Rainfall Measuring Mission)yang menunjukkan bahwa, selama periode Februari 2008 telah muncul 12 jenis siklontropis yaitu siklon tropis 17S, 18S, 90S, 92S, 93S, 94S, 98S, 99S, Gula, Hondo, Ivandan Nicholas, yang secara acak muncul sebanyak 46 kali dalam periode tersebut.Sedang pada periode Maret 2008 telah muncul 8 jenis siklon tropis yaitu siklon tropisOphelia, Jokwe, Kamba, Lola, Pancho, 94S, 97S dan 99S. Pada rentang waktu yangbersamaan, dari TV ataupun media cetak diinformasikan juga bahwa selama periodeFebruari, dan Maret 2008 tersebut juga telah terjadi gelombang tinggi (3 sampai 4 m,atau bahkan lebih) di sejumlah perairan bagian selatan Indonesia, seperti Selat Sunda,perairan selatan Kalimantan, Selat Makassar bagian selatan, Selat Bali, Selat Lombok,Laut Flores, perairan selatan Sulawesi, Laut Sawu, Laut Timor. Pada periode yang samapula (Februari, dan Maret 2008) di sebagian Jawa, Bali, Lombok, Sumba, Sumbawa, danFlores Bali, Lombok, Sumba, Sumbawa, dan Flores juga terjadi angin kencang (olehmasyarakat setempat sering disebut sebagai puting beliung). Pada penelitian tahap iniketerkaitan antara munculnya siklon tropis di Samudera India sebelah selatan danMajalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 3 No. 1 Maret 2008:21-3222barat daya Benua Maritim Indonesia dengan kejadian gelombang tinggi di perairanselatan Indonesia (dari lautan di sebelah selatan Jawa sampai Nusa Tenggara Timur)dan terjadinya angin kencang (puting beliung) memang belum dapat diungkapkansecara kuantitatif, namun secara kualitatif hal-hal tersebut menunjukkan keterkaitanyang cukup signifikan, terutama untuk siklon tropis Hondo, Ivan dan 17S di periodeFebruari 2008, dan hal yang analog untuk siklon tropis Pancho di periode Maret 2008.Hal.21-3

    Pemanasan Global Dan Keterkaitannya Dengan Kondisi Ekstrem Hujan Beberapa Daerah Di Jawa Dan Sumatera

    No full text
    Variation and trends in extreme rainfall events alleged as one of the effects of global warming phenomenon started to get a lot of attention. Global warming and its association with the extreme conditions of rain in some areas of Java and Sumatra are discussed in this paper. The main data used in this study consisted of global air temperature data published by the Australian BoM and monthly rainfall data published by BMKG Jakarta. The main criteria used to determine the threshold value of rainfall extremes is a percentile criterion that includes the 90th percentile (P90), 95th percentile (P95), and 99th percentile (P99). The results obtained showed that the apparent global warming happening, especially since 1980, not simultaneously followed extreme rainfall events in Ciamis, Cilacap, Banyuwangi, Bandar Lampung and Solok. Before theera of global warming (before 1980) is precisely the number of extreme rainfall events far more from those of global warming era (after 1980) in the region of interest in this study.Hal. 34-4

    Uap AIR SEBAGAI Komponen Utama GRK dan Keterkaitannya dengan Variasi Spasiotemporal Temperatur Permukaan Indonesia

    No full text
    Water vapor as the main component of greenhouse gases, it has unique properties, which can either absorb solar radiation and radiation from the earth, so it affects the air temperature (especially in the troposphere). This is because water vapor is very influential in adiabatic cooling and warming in the troposphere. The purpose of this study was to determine the behavior of the moisture content and relative humidity at the 850 hPa height and its association with the spatial and temporal variation of surface air temperature in parts of Indonesia. The main data used in this study are the moisture content and relative humidity at the 850 hPa height and surface air temperture from the AIRS Level3V5 sensor of EOS Aqua satellite for the January 2008 - December 2010 period. The results showed that the moisture content at the 850 hPa height in the upper ocean region has a IMC (Indonesian Maritime Continent) greater than the value on the mainland / island. Period of January 2010 have a value of moisture content of most large (37,4 - 62,5 kg/ m2), followed by a period in January 2009 (38,1 - 57,9 kg/ m2), and the smallest was in the period of January 2008 (42,3 - 56,8 kg/ m2). Moisture content at the 850 hPa height does not correlate linearly with the surface temperature.Hlm. 104-11

    Duka Kembali Menyapa...Banjir Bandang di Garut

    No full text
    Hal.16-1

    Inventory Hujan dan Banjir di Kota dan Kabupaten Bandung

    No full text
    Hal. 9-1

    Kondisi Ekstrem Hujan Berbasis Observasi Satelit TRMM dan Kriteria Quintil, POT dan ARIMA

    No full text
    Setiap perubahan dalam probabilitas curah hujan ekstrem akan memiliki implikasi penting untuk rekayasa, asuransi, perencanaan kota dan kegiatan lainnya yang menganggap bahwa iklim telah stabil selama abad terakhir. Peningkatan curah hujan dapat menyebabkan peningkatan frekuensi kejadian banjir, tanah longsor, erosi tanah, akumulasi lumpur di bendungan, genengan dataran rendah dan daerah resapan akuifer karena tabel air naik. Dengna demikian, penentuan dan penghitungan kondisi hujan ekstrem yang tepat dan akurat di suatu daerah merupakan hal yang penting. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kondisi ekstrem hujan bulanan yang meliputi variasi spasial, variasi temporal, dan prediksinya di wilayah Bandara Polonia Medan (3,330LU; 98,670BT) dan sekitarnya, Bandara Soekarno Hatta Jakarta (6,13 0LS; 106,660BT) dan sekitarnya, Bandara Pattimura Ambon (3,700LS; 128,08 0BT) dan sekitarnya, untuk periode pengamatan Januari 1998 sampai Juni 2011 berbasis observasi satelit TRMM, kriteria quintil, POT (Peak Over Threshold) dan ARIMA (Auto Regressive Integrated Moving Average). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa dalam rentang pengamatan Januari 1998-Juni 2011 (162 bulan) di daerah yang ditinjau tersebut terjadi beberapa kali (6-8 kali) kondisi ekstrem hujan, namun masih dalam prosentase kejadian < 5%. Sedang prediksi dengan menggunakan kriteria ARIMA untuk 1 sampai 18 bulan ke depan menunjukkkan bahwa tidak terjadi kondisi ekstrem hujan di rentang waktu dan daerah pengamatan yang ditinjau tersebut
    corecore