8 research outputs found

    Inventarisasi Emisi GRK Lahan Pertanian di Kabupaten Grobogan dan Tanjung Jabung Timur dengan Menggunakan Metode IPCC 2006 dan Modifikasinya

    Get PDF
    Abstrak. Lahan pertanian menyumbangkan emisi gas rumah kaca (GRK) melalui beberapa proses. Skala global dan nasional, perhitungan besaran emisi GRK telah banyak dilakukan, baik dalam bentuk studi ilmiah maupun laporan nasional terkait status dan emisi di suatu negara. Inventarisasi GRK dalam skala kawasan, mencakup pengumpulan serta pembangunan data aktivitas, penentuan sasaran penurunan emisi pada penyumbang emisi utama serta membandingkan hasil perhitungan metode IPCC 2006 dan metode modifikasinya. Sumber emisi GRK utama berdasarkan jenis gas di dua kabupaten adalah gas CH4 (pengelolaan lahan sawah, fermentasi enterik dan pengelolaan kotoran ternak) yaitu sebesar > 50% (dalam CO2e). Total emisi GRK Kabupaten Grobogan dan Tanjung Jabung Timur dari tahun 2006-2011 dengan menggunakan metode IPCC 2006 adalah sebesar 678-758 Gg CO2e dan 543-659Gg CO2e, sedangkan dengan menggunakan metode IPCC 2006 modifikasi adalah sebesar 670-744 Gg CO2e dan 540-658 Gg CO2e. Emisi ini diperkirakan akan terus meningkat mencapai angka 898 Gg CO2e dan 820 Gg CO2e di tahun 2020 jika tidak ada aksi mitigasi. Total emisi di kedua provinsi dengan menggunakan metode IPCC 2006 asli dan modifikasinya hanya berbeda sebesar 1%. Modifikasi metode yang dilakukan pada perhitungan emisi N2O langsung dari tanah sawah irigasi bisa digunakan karena lebih mudah dan sederhana dalam pengumpulan data aktivitas dan perhitungannya.Abstract. Agricultural land contributes to greenhouse gas(GHG) emissions through several processes. In global and national scale, GHG emissions have been presented in scientific studies and national reports. Regional inventory mostly gathered and generate activity data, define mitigation action to main emission contributors and to compare original and modified IPCC 2006 Guidelines. CH4 emissions (rice cultivation, enteric fermentation and manure management) was the main contributor to overall GHG emissionsin the two districts with the amount of > 50% (in CO2e). Overall Grobogan and East Tanjung Jabung GHG emissions from years 2006-2011 using IPCC 2006 was 678-758 Gg CO2e and 543-659 Gg CO2e respectively and overall GHG emissions using modified IPCC 2006 was 670-744 Gg CO2e and 540-658 Gg CO2e. This emission in Grobogan and East Tanjung Jabung were expected to continue rising and reach the figure of 898 Gg CO2e and 820 Gg CO2e in 2020 if no mitigation actions implemented.The result of IPCC 2006 and it’s modification method was only 1% different in overall GHG emission in two region. The modification method to direct N2O emission from irrigated rice could be used because it’s simpler and easier both in gathering activity data and the calculation itself

    Biaya Pengurangan (Marginal Abatement Cost) Emisi Gas Rumah Kaca(GRK) Sektor PErtanian Di Kabupaten Grobogan Dan Tanjung Jabung Timur

    Full text link
    The Indonesian government's commitment to decrease GHG emissions by 26 % until 2020, actively involve local government's participation. This study aims to analyze mitigation options inpaddy fields management that may be performed by using the approach of Marginal Abatement Cost with the principle of selecting mitigation actions with low cost and high potential emission decrease. Locations were selected purposively in Grobogan Central Java Province and East Tanjung Jabung Jambi in 2013 for 2011 data analysis. The results show mitigation activity such as low methane rice varieties and Integrated Crop Management could be applied at Grobogan with low cost, while using amelioration such as compost or manure and non tillage+direct seeded could be applied at East Tanjung Jabung with low cost as well. Keywords: agriculture, greenhouse gas, marginal abatement cost, mitigation Cara sitasi: Arianti, M., Setyanto, P., Ardiansyah, M. (2016). Biaya Pengurangan (Marginal Abatement Cost) Emisi Gas Rumah Kaca(GRK) Sektor PErtanian di Kabupaten Grobogan dan Tanjung Jabung Timur. Jurnal Ilmu Lingkungan. 14(1),39-49, doi:10.14710/jil.14.1.39-4

    N2O Emission From Managed Soil Under Different Crops in Rainfed Area, Central Java

    Full text link
    N2O emission from agriculture has been assumed to increase by 30-35% until 2030. This gas has a major contribute to the emission from agriculture. N2O emission from managed soils is the 2nd contributor to green house gas (GHG) emission from agriculture in Indonesia. Rainfed area requested high management input. This research aimed to examine N2O emission from different crops in the rainfed area and its affecting factors, also to identify things that need to be considered in conducting N2O measurement from managed soil. Research conducted in Pati and Blora District, Central Java Province. Four (4) different experimental sites with 4 different crops were chosen. Those were mung bean, rubber plantation and sugarcane which located within Pati District, and maize crop which located in Blora District. No treatment was applied. Gas samples were taken following the day after fertilizing. Daily N2O fluxes from managed soil in tropical land of Indonesia determine by several factors, which are: days after fertilizing, fertilizer type and dosage, previous land use, growth phase of crops, sampling point and soil characteristic. The peak time was mostly influenced by crop type. Maize has the highest N2O daily fluxes with the range of 311.9 - 9651.6 ugN2O m-2day-1 and rubber plantation has the lowest with the range of 16.1 - 2270.7 ugN2O m-2day-1. Measurement of N2O from managed soil to determine annual emissions should be done at all crop types, soil types, considering crops growth phase and also high sampling frequency to prevent an over or underestimation

    Biaya Pengurangan Marginal Emisi Gas Rumah Kaca Sektor Pertanian

    Get PDF
    EnglishGreenhouse gases (GHG) concentration in the atmosphere significantly increases with the annual average increase on the past decade (2005-2014) is 2.1 ppm. Today’s concentration is 403 ppm, while the upper safety limit for atmospheric CO2 is 350 ppm. This rising concentration mainly affects global warming and climate change. This study aims to analyze mitigation options in paddy field management that may be conducted through a marginal abatement (MAC) approach by selecting mitigation actions with low cost and high potential emission decrease. This analysis was carried out using the Net Present Value (NPV). Locations were selected purposively in Grobogan Regency, Central Java Province, and East Tanjung Jabung Regency, Jambi Province, in 2013. Data collected consisted of GHG emissions baseline estimate, costs of production and total revenue. Baseline emission was computed using the appropriate approach of 2006 IPCC Guidelines. Data were analyzed using both quantitative and qualitative descriptive methods. The results showed that abatement cost to reduce 1 tCO2e in Grobogan Regency from the lowest to highest were low methane rice variety with the cost of Rp106/tCO2e, intermittent irrigation (Rp124/tCO2e), direct seeded rice (Rp657/tCO2e) and shifting between urea granules with urea tablets (Rp3,582/tCO2e). Meanwhile in East Tanjung Jabung Regency, the lowest to highest costs were compost for amelioration (Rp163/tCO2e), farmyard manure for amelioration (Rp456/tCO2e), direct seeded (Rp504/tCO2e) and interaction between no tillage+direct seeded rice (Rp608/tCO2e). These costs did not include tax, transport and other social costs.IndonesianKonsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer saat ini mengalami peningkatan dengan kenaikan rata-rata tahunan sebesar 2,1 ppm selama sepuluh tahun terakhir. Saat ini konsentrasinya mencapai nilai 403 ppm, sementara batas atas konsentrasi CO2 aman bagi atmosfer bumi adalah 350 ppm. Peningkatan ini menyebabkan adanya pemanasan bumi secara global dan perubahan iklim. Penelitian ini bertujuan menganalisis opsi-opsi mitigasi pada pengelolaan lahan sawah yang mungkin dilakukan dengan menggunakan pendekatan marginal abatement cost atau biaya pengurangan emisi yang berprinsip pada pemilihan teknologi mitigasi dengan biaya rendah dan potensi penurunan emisi yang besar. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan net present value (NPV). Lokasi penelitian dipilih secara purposive, yaitu di Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah; dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi, pada tahun 2013. Data yang dikumpulkan, yaitu data aktivitas untuk perhitungan baseline emisi GRK serta data usaha tani yang meliputi semua biaya produksi dan penerimaan. Baseline emisi dihitung dengan menggunakan pendekatan sesuai IPCC Guideline 2006. Hasil penelitian menunjukkan biaya tambahan yang diperlukan untuk menurunkan emisi 1 tCO2e di Kabupaten Grobogan dari yang terendah sampai tertinggi, yaitu teknologi varietas rendah emisi sebesar Rp106/tCO2e, teknologi pengairan berselang sebesar Rp124/tCO2e, teknologi tanam benih langsung sebesar Rp657/tCO2e, dan penggantian urea prill dengan urea tablet sebesar Rp3.582/tCO2e. Sementara, di Kabupaten Tanjung Jabung Timur biaya tambahan terendah sampai tertinggi, yaitu teknologi ameliorasi dengan kompos sebesar Rp163/tCO2e; ameliorasi dengan pupuk kandang sebesar Rp456/tCO2e; teknologi tanam benih langsung sebesar Rp504/tCO2e; dan interaksi antara tanpa olah tanah+tanam benih langsung sebesar Rp608/tCO2e. Biaya ini tidak termasuk pajak, biaya transpor, dan biaya-biaya sosial

    N2O Emissions From Rainfed Sugarcane Plantation; Emisi N2O Dari Pertanaman Tebu Di Lahan Tadah Hujan

    Full text link
    Expansion of sugarcane areal to support enhancement production and fulfilment target of self-sufficiency for national sugar should be conducted to see environment impact, particularly related to greenhouse gases emission. The objective of this study was to figure out N2O emission from conventional sugarcane plantation by farmer in rainfed area. The observation of N2O gas was carried out in sugarcane plantation in Sidomukti Village, Jaken District, Pati, Central Java. Sampling of N2O gas was conducted by close chamber method. The study showed that maximum fluxes of sugarcane plantation before and after fertilizer application are 4.011 and 223 µg N2O m-2 day-1. Meanwhile, after fertilizer application the maximum and minimum fluxes of N2O are 6.408 and 25 µg N2O m -2 day-1. N2O emission from sugarcane plantation recorded in rainfed area as 4.21 ± 2.53 kg N2O ha-1 year-1 with potential of global warming number as 1.31 ton CO2-e per hectar per year.Perluasan areal tanam tebu untuk mendukung peningkatan produksi dan pemenuhan target swasembada gula nasional sudah dianggap perlu untuk melihat dampak lingkungan khususnya mengenai evaluasi emisi gas rumah kaca dari pertanaman tebu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui emisi gas N2O dari sistem pertanaman tebu secara konvensional petani di lahan tadah hujan. Pengamatan gas N2O dilakukan pada lahan perkebunan tebu di desa Sidomukti Kecamatan Jaken Kabupaten Pati Provinsi Jawa Tengah. Pengambilan sampel N2O menggunakan metode sungkup tertutup. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fluks maksimum pada pertanaman tebu sebelum pemupukan sebesar 4,011 µg N2O m -2 hari-1 dan fluks minimum sebesar 223 µg N2O m -2 hari-1, sedangkan fluks maksimum setelah pemupukan sebesar 6,408 µg N2O m -2 hari-1 dan fluks minimum sebesar 25 µg N2O m -2 hari-1. Emisi N2O pertanaman tebu sebesar 4.21 ± 2.53 kg N2O ha-1tahun-1 dengan nilai potensi pemanasan global sebesar 1.31 ton CO2-e per hektar per tahun

    Pengaruh Pemberian Variasi Bahan Organik terhadap Peningkatan Produksi Padi dan Penurunan Emisi Metana (CH4) di Lahan Sawah Tadah Hujan

    Full text link
    Budidaya tanaman padi memegang peranan penting dalam peningkatkan produksi pangan di Indonesia dan pembentukan emisi CH4 dari lahan sawah. Pemberian bahan organik ke dalam tanah berfungsi untuk memperbaiki kualitas tanah dan meningkatkan produktivitas tanaman, disisi lain dapat menyebabkan emisi gas rumah kaca. Besaran emisi CH4 akibat pemberian bahan organik tergantung pada kandungan C organik dan tingkat dekomposisinya. Pemilihan bahan organik yang tepat perlu dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi emisi CH4 tanpa mengabaikan produktivitas tanah dan tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan bahan organik yang dapat meningkatkan produktivitas sekaligus menekan emisi CH4 dari budidaya tanaman padi di lahan sawah tadah hujan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2016-Januari 2017 di Kebun Percobaan Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, yang merupakan salah satu daerah tadah hujan di Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah. Penelitian disusun secara acak kelompok dengan 4 perlakuan yang diulang sebanyak 3 kali. Varietas padi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ciherang. Perlakuan terdiri dari : 1) kompos 5 ton/ha, 2) jerami padi 5 ton/ha, 3) biokompos 5 ton/ha, dan 4) tanpa bahan organik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi padi yang dihasilkan oleh empat perlakuan secara berturut-turut adalah 4,76; 5,13; 4,72 dan 4,61 ton/ha dengan total emisi CH4 153; 281; 197; 143 kg/ha/musim, sedangkan nilai produksi padi per kg CH4 yang dihasilkan secara berturut-turut adalah 31,1; 18,3; 24,0 dan 32,2. Pemberian bahan organik berupa kompos berpotensi lebih optimal dalam meningkatkan produksi padi dan menurunkan emisi CH4 di lahan sawah tadah hujan dibandingkan jerami padi dan biokompos
    corecore