3 research outputs found

    Upaya Peningkatan Keselamatan Pasien dengan Pelaksanaan Manajemen Risiko di Unit Rawat Inap

    Get PDF
      This study aims to describe the implementation of planned changes in an effort to improve patient safety through optimizing monitoring and evaluation of the implementation of risk management countermeasures in inpatient rooms. The method used is to use a problem solving cycle approach which includes identifying problems, analysis and diagnosis, designing solutions, implementation and evaluation. The assessment was carried out by means of structured interviews, observation, and distributing questionnaires. Implementation of planned changes using Kurt Lewin's change model, namely unfreezing, movement and refreezing. The results of problem identification showed that the implementation of risk management in the inpatient unit was not optimal, so innovation was needed to motivate staff to implement patient safety by distributing online flyers and creating an instrument to monitor the implementation of risk management. In conclusion, monitoring using good monitoring instruments and distributing online flyers can increase nurses' understanding of implementing risk management so that patient safety can be realized.   Keywords: Patient Safety, Risk Management, Service Quality Improvement, Monitoring Syste

    Profil kasus hidrosefalus dengan meningoensefalitis dan non-meningoensefalitis pada pasien anak 0-18 tahun di SMF Bedah Saraf RSUD. Dr. Soetomo periode Januari – Desember 2017

    No full text
    Hidrosefalus adalah suatu kondisi patologis pada otak yang ditandai dengan meningkatnya tekanan intrakranial (TIK) akibat dari kelebihan cairan serebrospinal (CSS) pada ruang subaraknoid dan/ atau ventrikel (Satyanegara, 2014). Peningkatan volume CSS secara umum disebabkan oleh gangguan pembentukan aliran atau penyerapan CSS. Hidrosefalus yang terjadi dalam jangka waktu beberapa hari dapat dikategorikan sebagai hidrosefalus akut dan hidrosefalus yang terjadi dalam beberapa bulan atau beberapa tahun dapat dikategorikan sebagai hidroefalus kronis (Nelson, 2017). Insidensi kejadian hidrosefalus di Amerika serikat adalah 3 dari 1000 kelahiran (Walsh, Donnan dan Morrisey, 2016). Insiden tertinggi pada kasus pasien hidrosefalus berada pada kelompok usia batita (bawah 3 tahun). Tingginya kasus hidrosefalus pada kelompok infant disebabkan oleh prematuritas bayi yang berasosiasi dengan perdarahan intraventrikel (Tully dan Dobyns, 2014). Secara distribusi, angka kejadian tertinggi pada kasus hidrosefalus anak berada pada jenis kelamin laki-laki, namun, belum terdapat angka kejadian yang signifikan antara jenis kelamin dan angka kejadian hidrosefalus (Massimi et al., 2009). Prevalensi hidrosefalus di Belanda menunjukkan angka 0,65 per mil per tahun dan di Indonesia mencapai angka 10 per mil (Satyanegara, 2014). Negara berkembang memiliki kasus 10 kali lebih tinggi dibanding dengan negara maju (Hasbun, 2016). Status ekonomi rendah berhubungan dengan kurangnya kebutuhan pemenuhan gizi sehingga dapat berpengaruh pada kesehatan anak yang memburuk (Kulkarni, Cochrane dan McNeely, 2008). Data pasien hidrosefalus dengan meningoensafalitis dan dengan nonmeningoensefalitis masih kurang di Indonesia terutama Jawa Timur, karena itu peneliti ingin mengetahui profil pasien hidrosefalus dengan meningoensefalitis dan pasien hidrosefalus dengan non-meningoensefalitis pada pasien anak usia 0-18 tahun di SMF Bedah Saraf RSUD Dr.Soetomo. Penelitian ini menggunakan studi observasi cross sectional dari data rekam medis pasien hidrosefalus usia 0-18 tahun di Poli Bedah Saraf RSUD Dr.Soetomo Surabaya periode Januari 2017 – Desember 2017. Penelitian ini mencakup kelompok usia, jenis kelamin. Dari studi ini, didapatkan bahwa pasien total pasien hidrosefalus nonmeningoensefalitis lebih banyak dibanding hidrosefalus dengan meningoensefalitis. Jenis kelamin laki-laki lebih banyak menderit

    National Health Insurance-Based Telemedicine Implementation For Hypertension Management In Primary Centres

    Get PDF
    Hypertension nowadays still becomes one of the severe problems in Indonesia, with a prevalence of 34% in 2018. The complication of hypertension causes the most deaths and disabilities in Indonesia and cost 75% of The Social Security Organizing Agency (BPJS) budget or IDR 15 trillion in 2019. This problem was probably caused by patients' lack of knowledge and limited personnel at the primary health centre (PHC). Telemedicine is a health care provider without any direct contact, which has various methods. Today, telemedicine in Indonesia is growing rapidly along with technology and legal regulation in its implementation, increasing users by 700% in the first year of 2020. Despite the rise of those numbers, telemedicine in PHC is still limited. Recently, the Ministry of Health and various organizations have issued telemedicine regulations at primary level health facilities in collaboration with The Social Security Organizing Agency. This review aims to discuss the current implementation and the potential future of telemedicine-based hypertension management in collaboration with the Social Security Organizing Agency in PHC
    corecore