6 research outputs found

    Pengaruh Ritual Adat Terhadap Tata Ruang Permukiman Tradisional Suku Matabesi Di Kabupaten Belu

    Get PDF
    The traditional settlement of Matabesi in the district of Belu is a settlement with people who are still preserve their culture since several generations to the moment. A form of culture of society of Matabesi is culture ritual contained in traditional ceremonies such as wedding, birth, death, and agriculture. The main purpose of this study is to find ritual influence to arrangement of the traditional settlement of Matabesi. The study undertaken by use of the qualitative study rationalistic with the study based on rationalism descriptive. A form of a spatial studied is the ritual consisting of two types of the space, that is the indoor space with a form of a building and the outdoor space with a form of the open court. To the establishment of the spatial constituted an attempt the community in accommodating cultural activities is the sacred and profane ritual. All spatial consideration about traditional settlement resulting is community efforts the tribe of Matabesi in balance the life of the people against nature and the lord of the universe through ritual traditions.Permukiman tradisional Suku Matabesi di Kabupaten Belu merupakan permukiman dengan masyarakat yang masih menjaga serta menjalankan budaya leluhur sejak beberapa generasi hingga saat sekarang ini. Wujud dari budaya masyarakat Suku Matabesi adalah budaya ritual yang terdapat pada upacara adat seperti pernikahan, kelahiran, kematian, pertanian. Tujuan utama dari studi ini adalah untuk mengetahui pengaruh ritual terhadap tata ruang permukiman tradisional Suku Matabesi. Kajian yang dilaksanakan menggunakan metode penelitian kualitatif rasionalistik dengan studi deskriptif yang didasarkan pada rasionalisme. Wujud tata ruang akibat pengaruh ritual yang dikaji yaitu terdiri dari dua jenis ruang antara lain ruang dalam dengan wujud bangunan dan ruang luar dengan wujud pelataran terbuka. Terbentuknya tata ruang tersebut merupakan upaya masyarakat dalam mewadahi kegiatan budaya ritual yang bersifat sakral dan profan. Seluruh pertimbangan mengenai tata ruang permukiman tradisonal yang dihasilkan merupakan upaya masyarakat Suku Matabesi dalam menyeimbangkan kehidupan masyarakat terhadap alam serta penghormatan kepada penguasa alam semesta lewat tradisi ritual

    Perkembangan Konsep Desain Ken Yeang Tahun 1980 - 2010

    Get PDF
    Specifically, the objectives of this research are as follows analyzing Ken Yeang's architectural design works to obtain: concept & type, typological level, and process of type. The goal is to get 1) existing design methods; 2) types of pre-existing building projects; 3) functional typologies of the existing types, and adapted to the new design; and 4) the characteristics of the development of the design concept in the period of work from 1980 - 2010. This research uses the method of content analysis by studying the thoughts and text information of Ken Yeang's architectural works. The interpretation principle uses four principles (Sumarlan, 2003 quoted by Jerobisonif, 2011), namely: 1) Personal Interpretation Principle; 2) Locational Interpretation Principle; 3) Temporal Interpretation Principle; and 4) Analogy Interpretation Principle. The results showed that the two main approaches used in the design were; 1) a bioclimatic approach which is a form of physical integration which means that the building must pay attention to the physical characteristics of the place. This approach emphasizes low-energy and passive by focusing on the comfort of the occupants, and 2) The ecomimicry design approach which is a form of systemic integration, which means integration with processes in natural places with the human built environment and temporal integration by calculating the resources and materials used. Furthermore, in the development of Ken Yeang's design concept, there was an evolution in the development of design thinking from consideration of the response to climate and local conditions - response to climate and environment - response to climate, environment and ecology in general.Penelitian ini secara spesifik menganalisis karya-karya desain arsitektur Ken Yeang untuk mendapatkan konsep dan tipe, level tipologikal, dan proses dari tipe. Tujuannya adalah untuk mendapatkan: 1) metode perancangan yang telah ada; 2) tipe dari proyek bangunan yang telah ada sebelumnya; 3) functional typologies dari tipe yang telah ada sebelumnya, dan disesuaikan dengan desain yang baru; dan 4) ciri perkembangan konsep desain dalam masa berkarya tahun 1980 - 2010. Penelitian ini mengggunakan metode content analysis dengan mempelajari pemikiran dan informasi teks karya-karya arsitektur Ken Yeang. Prinsip penafsiran menggunakan empat prinsip (Sumarlan, 2003 dikutip Jerobisonif, 2011), yaitu: 1) Prinsip Penafsiran Personal; 2) Prinsip Penafsiran Lokasional; 3) Prinsip Penafsiran Temporal; dan 4) Prinsip Penafsiran Analogi. Hasil penelitian menunjukan dua pendekatan utama yang digunakan dalam desain, yaitu; 1) pendekatan bioklimatik yang merupakan wujud physical integration yang berarti bangunan harus memperhatikan karakteristik fisik dari tempat. Pendekatan ini menekankan pada low-energy dan passive dengan memfokuskan pada kenyamanan penghuni, dan 2) Pendekatan desain ecomimicry yang merupakan wujud systemic integration, yang berarti integrasi dengan proses pada tempat alami dengan lingkungan binaan manusia dan temporal integration dengan menghitung sumber daya dan material yang digunakan, perbandingan dan penggantinya. Selanjutnya dalam perkembangan konsep desain Ken Yeang, terjadi evolusi perkembangan pemikiran desain dari pertimbangan respon terhadap iklim dan kondisi lokal - respon terhadap iklim dan lingkungan - respon terhadap iklim, lingkungan dan ekologi secara meluas

    Konsep dan Metode Desain Arsitektur Bernard Tschumi

    Get PDF
    Born in Lausanne, Bernard Tschumi (1944) can be considered one of the main interpreters of deconstructionism. Early in his career, Tschumi focused on criticism and problems in architecture with a multidisciplinary approach (borrowing from music and film). This study aims to obtain Bernard Tschumi's architectural design concepts and methods that are useful for precedents for architectural education and professional activities. This research refers to the view that architectural objects can have the same value as objects that result from a repetitive activity. And even deliberately made so that it can be repeated forever. That is, an architectural object not only produces a repetition, but also results from a repetition. This research uses content analysis method by studying the conceptual thinking and design methods of architect Bernard Tschumi through literature are divided into: Group I, in the form of theoretical works from Bernard Tschumi and Group II, in the form of architectural works. The results of the study found that Bernard Tschumi revealed that architecture is about disjunctive of spaces, events and movements. This opinion is then raised in several main concepts that can be grouped into: 1) Space & events, 2) Plan, juxtaposition, overlay, 3) Vectors & Envelopes, 4) Concept, context, content, 5) Form - Concept. And to apply theory and concepts into design, Tschumi uses several methods, namely: 1) Cross Programming; 2) Transprogramming; 3) Dispogramming; 4) Transformation; 5) Superimposition; 6) Combination; 7) Disjunction; 8) Cinegram-montage.Dilahirkan di Lausanne, Bernard Tschumi (1944) dapat dianggap sebagai salah satu penafsir utama dekonstruksionisme. Pada awal karirnya, Tschumi berfokus pada kritik dan masalah dalam arsitektur dengan pendekatan multidisiplin (meminjam dari musik dan film). Penelitian ini betujuan untuk mendapatkan konsep dan metode desain arsitektural Bernard Tschumi yang bermanfaat bagi preseden untuk kegiatan pendidikan dan profesional bidang atsitektur. Penelitian ini merujuk kepada pandangan bahwa objek-objek arsitektural dapat memiliki nilai yang sama dengan objek yang dihasilkan dari sebuah aktivitas yang bersifat pengulangan. Dan bahkan sengaja dibuat agar untuk seterusnya dapat diulangi lagi. Artinya, sebuah objek arsitektural bukan saja menghasilkan sebuah pengulangan, melainkan juga dihasilkan dari sebuah pengulangan. Penelitian ini mengggunakan metode content analysis dengan mempelajari pemikiran konsep dan metode desain arsitek Bernard Tschumi lewat literatur yang terbagi dalam:  Kelompok I, berupa karya-karya teoritis dari Bernard Tschumi dan Kelompok II, berupa karya-karya arsitektural. Hasil penelitian menemukan bahwa Bernard Tschumi mengungkapkan bahwa arsitektur adalah mengenai space (ruang), event (peristiwa) dan movement (pergerakan) yang disjunctive. Pendapat ini kemudian dimunculkan dalam beberapa konsep utama yang dapat dikelompokkan menjadi: 1) Space & event, 2) Plan, juxtaposition, overlay, 3) Vectors & Envelopes, 4) Concept, context, content, 5) Form – Concept. Dan untuk mengaplikasikan Teori dan konsep kedalam desain, Tschumi menggunakan beberapa metode yaitu: 1) Cross Programming; 2) Transprogramming; 3) Dispogramming; 4) Transformation; 5) Superimposition; 6) Combination; 7) Disjunction; 8) Cinegram-montage

    Kajian Proses Pengembangan Rumah Subsidi Secara Mandiri di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur

    Get PDF
    Subsidized housing is one of the government programs aimed at low-income people to have a decent home at an affordable price and credit scheme. Kupang City, East Nusa Tenggara is one of the places where the subsidized housing program is implemented. Several developers in Kupang City have developed the concept of growing houses so that residents can adjust home design according to their needs. This independent process has resulted in various development models of subsidized housing which are thought to reflect the priority needs and capacities of the local people. This research topic is very meaningful for developers and the government to optimize the subsidized housing program in the future. This research uses descriptive-qualitative methods with data collection techniques in the form of field observations, interviews, and documentation. Through this research it is known that the development of subsidized housing independently requires a variety of systematic processes, including the addition of space related to the basic activities of residents, to the addition of elements related to the aesthetic and safety of the house.Rumah subsidi menjadi salah satu program pemerintah yang ditujukan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk memiliki rumah layak huni dengan harga dan skema kredit yang terjangkau. Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu tempat dilaksanakannya program rumah subsidi tersebut. Beberapa pengembang (developer) di Kota Kupang telah mengembangkan rumah subsidi dengan konsep rumah tumbuh agar dapat dikembangkan oleh penghuninya sesuai kebutuhan. Dalam mengembangkan rumahnya, penghuni melakukan secara mandiri melalui proses tertentu sehingga menghasilkan keragaman pengembangan rumah subsidi di Kota Kupang. Proses pengembangan rumah tersebut menarik untuk diteliti, karena diduga mencerminkan prioritas kebutuhan dan kemampuan masyarakat dalam mengembangkan rumahnya. Dengan demikian, dapat dijadikan masukan bagi pengembang dan pemerintah untuk pengembangan rumah subsidi yang lebih optimal di masa mendatang. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif-kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa observasi lapangan, wawancara, dan dokumentasi. Berdasarkan hasil penelitian, dapat dipahami bahwa pengembangan rumah subsidi secara mandiri melalui pelbagai proses yang sistematis, dari proses awal yaitu penambahan ruang yang terkait dengan aktivitas dasar penghuni, hingga penambahan elemen yang terkait dengan keamanan dan keindahan tampilan rumah

    Pengembangan Objek Wisata Pantai Oesain di Pantai Selatan Kabupaten Kupang

    Get PDF
    In 2020 the South Coast tourism object of Kupang Regency in the Amarasi Barat region had increased tourism development with a high level of domestic visitors tourists from Kupang City. The management involves Village Owned Enterprises (BUMDES) of Tubafu Beach and Puru Beach, managed by the Church in Haubenkase Beach. However, Oesain Beach with an area of 10 Hain Merbaun Village, has not been appropriately managed. The Government of Merbaun Village has built several facilities, but they were damaged due to the natural conditions of the South Coast. Based on its conditions, it is necessary to develop marine tourism based on natural conditions in the South Coast of The Kupang Regency. The research method used is the index of beach tourism suitability, wind-friendly tropical architecture, coastal vegetation arrangement coastal security systems in tourist areas. The research results are 1) the coastal tourism suitability index shows that the South Coast area of Timor Island is very potential and meets the criteria to be developed as a unity South Coast tourist area and there two criteria in its development, namely the risk of wind or high waves and current speeds that can reach 0,36 m/s; 2) application of tropical architecture can answer the adaptation of buildings to coastal conditions combined with wind-friendly designs; 3) vegetation arrangements can be planted to reduce or filter wind, dust, heat; 4) beach security can be designed by making lifeguard towers according to beach conditions and providing flags or warning signs based on the level of its vulnerability.Perkembangan objek wisata Pantai Selatan Kabupaten Kupang, wilayah Amarasi Barat mengalami perkembangan wisata dan tingkat kunjungan tinggi dari wisatawan Domestik Kota Kupang pada tahun 2020. Pengelolaannya melibatkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) di Pantai Tubafu dan Pantai Puru, Pengelolaan oleh Gereja di Pantai Haubenkase, sedangkan Pantai Oesain Desa Merbaun dengan luasan 10 Ha belum dikelola dengan baik. Pemerintah Desa Merbaun telah membangun beberapa fasilitas namun mengalami kerusakan akibat kondisi alam Pantai Selatan. Memperhatikan kondisi tersebut diperlukan pengembangan wisata Pantai Oesain berbasis kondisi alam di Pantai Selatan, Kabupaten Kupang. Metode penelitian yang digunakan adalah indeks kesesuaian wisata pantai, arsitektur tropis ramah angin, penataan vegetasi pantai dan sistem pengamanan pantai di kawasan wisata. Hasil penelitian berupa; 1) indeks kesesuaian wisata pantai menunjukan kawasan Pantai Selatan Pulau Timor sangat potensial dan memenuhi kriteria untuk dikembangkan sebagai kesatuan kawasan wisata Pantai Selatan dan ada 2 kriteria yang menjadi perhatian dalam pengembangannya yaitu  resiko bencana angin atau gelombang tinggi dan kecepatan arus yang bisa mencapai 0,36 m/det; 2) penerapan arsitektur tropis dapat menjawab adaptasi bangunan terhadap kondisi pantai dipadu dengan  desain ramah angin; 3) penataan vegetasi dapat ditambahkan untuk mengurangi atau memfiltrasi angin, debu dan panas; 4) keamanan pantai dapat dirancang dengan membuat menara penjaga pantai sesuai kondisi pantai serta menyediakan bendera atau rambu peringatan menurut tingkat kerawanannya
    corecore