4 research outputs found
PENENTUAN KATEGORI KONSENTRASI BERBAGAI PEUBAH KIMIA KUALITAS TANAH PADA KEDALAMAN BERBEDA DI TAMBAK PROVINSI SULAWESI SELATAN, INDONESIA
Kualitas tanah adalah salah satu faktor penentu keberhasilan dan keberlanjutan usaha budidaya tambak, termasuk budidaya tambak di Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Namun demikian, sampai saat ini belum ada data mengenai kategori konsentrasi peubah kimia kualitas tanah untuk tanah tambak di Indonesia. Studi ini bertujuan untuk menentukan kategori konsentrasi peubah kimia kualitas tanah sebagai langkah awal dalam menginterpretasi kualitas tanah tambak di Sulawesi Selatan secara khusus dan di Indonesia secara umum. Contoh tanah diambil pada 1.196 titik pengambilan dengan masing-masing dua kedalaman tanah yang tersebar di 13 kabupaten di Sulawesi Selatan. Sebanyak 18 peubah kimia kualitas tanah telah diukur langsung di lapangan atau dianalisis di laboratorium. Uji t digunakan untuk mengetahui perbedaan kualitas tanah pada kedalaman yang berbeda. Konsentrasi setiap peubah kimia kualitas tanah disusun dari terkecil ke terbesar kemudian dilakukan penentuan letak desil dan nilai desil sebagai dasar dalam penentuan kategori konsentrasi setiap peubah kimia kualitas tanah. Hasil studi menunjukkan bahwa secara umum tanah tambak di Sulawesi Selatan pada kedalaman 0-0,2 m memiliki kemasaman dan unsur toksin (Fe, Al) yang lebih rendah dan sebaliknya konsentrasi unsur hara makro (N, P) yang lebih tinggi dibandingkan pada kedalaman 0,2-0,5 m. Peubah kualitas tanah lainnya seperti SKCl, SP,, dan SPOS relatif sama pada kedua kedalaman. Data setiap peubah kualitas tanah telah disusun ke dalam kategori konsentrasi (sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, sangat tinggi) untuk memfasilitasi perbandingan dengan data lain mengenai kualitas
tanah untuk budidaya tambak. Hasil studi ini tidak disarankan untuk digunakan dalam menentukan hubungan antara kualitas tanah dan produktivitas tambak, tetapi dapat menjadi dasar dalam menentukan peubah kimia kualitas tanah tambak termasuk kategori sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, atau sangat tinggi
dan membuat keputusan untuk perbaikan kualitas tanah
PENENTUAN KATEGORI KONSENTRASI BERBAGAI PEUBAH KIMIA KUALITAS TANAH PADA KEDALAMAN BERBEDA DI TAMBAK PROVINSI SULAWESI SELATAN, INDONESIA
Kualitas tanah adalah salah satu faktor penentu keberhasilan dan keberlanjutan usaha budidaya tambak, termasuk budidaya tambak di Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Namun demikian, sampai saat ini belum ada data mengenai kategori konsentrasi peubah kimia kualitas tanah untuk tanah tambak di Indonesia. Studi ini bertujuan untuk menentukan kategori konsentrasi peubah kimia kualitas tanah sebagai langkah awal dalam menginterpretasi kualitas tanah tambak di Sulawesi Selatan secara khusus dan di Indonesia secara umum. Contoh tanah diambil pada 1.196 titik pengambilan dengan masing-masing dua kedalaman tanah yang tersebar di 13 kabupaten di Sulawesi Selatan. Sebanyak 18 peubah kimia kualitas tanah telah diukur langsung di lapangan atau dianalisis di laboratorium. Uji t digunakan untuk mengetahui perbedaan kualitas tanah pada kedalaman yang berbeda. Konsentrasi setiap peubah kimia kualitas tanah disusun dari terkecil ke terbesar kemudian dilakukan penentuan letak desil dan nilai desil sebagai dasar dalam penentuan kategori konsentrasi setiap peubah kimia kualitas tanah. Hasil studi menunjukkan bahwa secara umum tanah tambak di Sulawesi Selatan pada kedalaman 0-0,2 m memiliki kemasaman dan unsur toksin (Fe, Al) yang lebih rendah dan sebaliknya konsentrasi unsur hara makro (N, P) yang lebih tinggi dibandingkan pada kedalaman 0,2-0,5 m. Peubah kualitas tanah lainnya seperti SKCl, SP,, dan SPOS relatif sama pada kedua kedalaman. Data setiap peubah kualitas tanah telah disusun ke dalam kategori konsentrasi (sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, sangat tinggi) untuk memfasilitasi perbandingan dengan data lain mengenai kualitastanah untuk budidaya tambak. Hasil studi ini tidak disarankan untuk digunakan dalam menentukan hubungan antara kualitas tanah dan produktivitas tambak, tetapi dapat menjadi dasar dalam menentukan peubah kimia kualitas tanah tambak termasuk kategori sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, atau sangat tinggidan membuat keputusan untuk perbaikan kualitas tanah
DISTRIBUSI SPASIAL KEBUTUHAN KAPUR BERDASARKAN NILAI SPOS TANAH UNTUK TAMBAK DI KABUPATEN PANGKEP PROVINSI SULAWESI SELATAN
Kabupaten Pangkep Provinsi Sulawesi Selatan telah ditetapkan sebagai salah satu wilayah pengembangan kawasan minapolitan di Indonesia, namun sebagian tanah tambaknya tergolong tanah bermasalah (tanah sulfat masam dan tanah gambut) yang dicirikan dengan pH tanah yang rendah sehingga menjadi faktor pembatas dalam peningkatan produktivitas tambaknya. Oleh karena itu, dilakukan penelitian yang bertujuan untuk menentukan distribusi spasial kebutuhan kapur berdasarkan nilai SPOS tanah tambak agar produktivitas tambak dapat meningkat dan berkelanjutan di Kabupaten Pangkep. Penelitian dilaksanakan di kawasan tambak Kabupaten Pangkep dengan metode survai melalui pengukuran dan pengambilan contoh tanah pada 83 titik pengamatan di kedalaman tanah 0-0,2 m. Peubah kualitas tanah yang diukur di lapangan adalah pHF dan pHFOX, sedangkan yang dianalisis di laboratorium adalah SP, SKCl, SPOS, pirit, dan bahan organik. Kebutuhan kapur didasarkan pada nilai SPOS tanah dengan mempertimbangkan berat volume tanah. Program ArcView 3.2 digunakan untuk pembuatan peta distribusi spasial SPOS tanah, berat volume tanah, dan kebutuhan kapur dengan memanfaatkan citra ALOS AVNIR-2 akuisisi 28 Juli 2008. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanah tambak di Kabupaten Pangkep dicirikan oleh berat volume tanah yang diprediksi berdasarkan bahan organik tanah, berkisar antara 0,20 dan 1,25 g/cm3 dengan rata-rata 0,75 g/cm3 dan SPOS tanah berkisar antara 0,02% dan 3,47% dengan rata-rata 1,20%. Kebutuhan kapur setara CaCO3 untuk tanah tambak berkisar antara 0,12 dan 53,04 ton/ha dengan rata-rata 13,01 ton/ha, di mana kebutuhan kapur yang tinggi dijumpai di bagian selatan Kabupaten Pangkep (Kecamatan Minasa Te’ne, Pangkajene, Bungoro, Labakkang, dan Ma’rang)
DISTRIBUSI SPASIAL KEBUTUHAN KAPUR BERDASARKAN NILAI SPOS TANAH UNTUK TAMBAK DI KABUPATEN PANGKEP PROVINSI SULAWESI SELATAN
Kabupaten Pangkep Provinsi Sulawesi Selatan telah ditetapkan sebagai salah satu wilayah pengembangan kawasan minapolitan di Indonesia, namun sebagian tanah tambaknya tergolong tanah bermasalah (tanah sulfat masam dan tanah gambut) yang dicirikan dengan pH tanah yang rendah sehingga menjadi faktor pembatas dalam peningkatan produktivitas tambaknya. Oleh karena itu, dilakukan penelitian yang bertujuan untuk menentukan distribusi spasial kebutuhan kapur berdasarkan nilai SPOS tanah tambak agar produktivitas tambak dapat meningkat dan berkelanjutan di Kabupaten Pangkep. Penelitian dilaksanakan di kawasan tambak Kabupaten Pangkep dengan metode survai melalui pengukuran dan pengambilan contoh tanah pada 83 titik pengamatan di kedalaman tanah 0-0,2 m. Peubah kualitas tanah yang diukur di lapangan adalah pHF dan pHFOX, sedangkan yang dianalisis di laboratorium adalah SP, SKCl, SPOS, pirit, dan bahan organik. Kebutuhan kapur didasarkan pada nilai SPOS tanah dengan mempertimbangkan berat volume tanah. Program ArcView 3.2 digunakan untuk pembuatan peta distribusi spasial SPOS tanah, berat volume tanah, dan kebutuhan kapur dengan memanfaatkan citra ALOS AVNIR-2 akuisisi 28 Juli 2008. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanah tambak di Kabupaten Pangkep dicirikan oleh berat volume tanah yang diprediksi berdasarkan bahan organik tanah, berkisar antara 0,20 dan 1,25 g/cm3 dengan rata-rata 0,75 g/cm3 dan SPOS tanah berkisar antara 0,02% dan 3,47% dengan rata-rata 1,20%. Kebutuhan kapur setara CaCO3 untuk tanah tambak berkisar antara 0,12 dan 53,04 ton/ha dengan rata-rata 13,01 ton/ha, di mana kebutuhan kapur yang tinggi dijumpai di bagian selatan Kabupaten Pangkep (Kecamatan Minasa Te’ne, Pangkajene, Bungoro, Labakkang, dan Ma’rang)