11 research outputs found
DAMPAK PENCABUTAN UU NO. 17 TAHUN 1964 TERHADAP PENGGUNAAN CEK SEBAGAI ALAT BAYAR GIRAL
LAPORAN PENELITIAN INI MEMBAHAS TENTANG : DAMPAK PENCABUTAN UU NO. 17 TAHUN 1964 TERHADAP PENGGUNAAN CEK SEBAGAI ALAT BAYAR GIRA
Perlindungan Hukum Organisasi Penyiaran (Broadcasting Organization) dalam Kerangka UU No. 12/1977 tentang Hak Cipta
Hak cipta sebagai hak dari HAKI (Intellectual Property Rights)
semula dikenal di negara yang menganut sistem Common Law, dipakai
untuk menggambarkan hak penggandaan dan atau memperbanyak suatu
karya cipta (copyright). Di Inggris, hak cipta berkembang untuk
menggambarkan konsep guna melindungi penerbit dari tindakan
penggandaan buku oleh pihak lain yang tidak mempunyai hak untuk
menerbitkannya. Perlindungan diberikan bukan kepada si pencipta
(author) tetapi kepada pihak penerbit, untuk memberikan jaminan atas
investasi penerbit dalam membiayai pencetakan suatu karya. Dalam
perkembangannya, perlindungan tidak hanya diberikan kepada penerbit
tetapi juga kepada pencipta. Hal ini berpengaruh pula pada bidang yang
dilindungi tidak hanya bidang penciptaan dan penerbitan buku, tetapi juga
bidang drama, musik dan pekerjaan artistik.
Selanjutnya pada tahun 1960-an di Amerika muncul suatu desakan
yang kuat agar kepada pihak-pihak yang dinilai sangat berperan dalam
pengkomunikasian suatu karya cipta kepada masyarakat diberikan
perlindungan yang memadai dalam kerangka perlindungan hak cipta.
Pihak-pihak ini adalah para penampil (performers), produser rekaman
suara (producer of phonograms) dan organisasi penyiaran (broadcasting
organization). Ternyata keinginan tersebut memerlukan perjuangan yang
panjang karena banyak keberatan yang diajukan. Saat ini keinginan
tersebut telah diakomodir dan dikuatkan dengan kesepakatan
internasional dalam Agreement on Establishing the World Trade
Organization (WTO) yang di dalamnya terdapat Trade Related Aspects of
Intellectual Property Rights, Including Trade in Counterfeit Goods
(selanjutnya disingkat Persetujuan TRIPs).
Organisasi penyiaran (broadcasting organization) memiliki kontribusi
yang sangat besar dalam upaya pengkomunikasian suatu karya cipta dan
informasi kepada masyarakat luas yang dikemas dalam bentuk siaran.
Dalam era global dimana tidak ada lagi batas-batas negara, siaran yang
dipancarluaskan oleh organisasi penyiaran (broadcasting organization)
dimungkinkan untuk disiarkan ulang secara simultan atau dialihwujudkan
dan direproduksi oleh pihak lain secara tanpa izin.
Kiranya tidak dapat dipungkiri, jika dalam menyuguhkan siaran
tersebut, pihak organisasi penyiaran (broadcasting organization) telah
mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, disamping pengorbanan waktu
dan tenaga, sebagai contoh, pembayaran yang cukup besar harus
diberikan oleh suatu organisasi penyiaran (broadcasting organization) atas
hak siaran langsung pertunjukan konser penyanyi terkenal. Oleh karena
itu sudah sepatutnya kepada organisasi penyiaran (broadcasting
organization) diberikan perlindungan yang memadai sebagai penghargaan
(reward) ataupun daya tarik (incentive) atas kontribusinya yang sangat
besar dalam pengkomunikasian suatu karya cipta kepada masyarakat.
Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang akan
dibahas dalam penelitian ini adalah :
1. Apa yang menjadi hak khusus organisasi penyiaran (broadcasting
organization) ?
2. Bagaimana bentuk pelanggaran hak organisasi penyiaran
(broadcasting organization) dan upaya pemulihannya?
Penelitian ini bersifat juridis sosiologis. Data yang digunakan
sebagai acuan adalah data primer dan data sekunder. Data primer berupa
hasil wawancara dengan responden. Data sekunder berasal dari
peraturan perundang-undangan dan kepustakaan yang terkait dengan
penelitian.
Lokasi penelitian adalah kota Surabaya dan Jakarta. Sebagai
populasi adalah perusahaan radio dan televisi. Sebagai sampel adalah 1
stasiun televisi dan 2 radio swasta di Surabaya. Sebagai responden
adalah pihak Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia
(PRSSNI) dan Himpunan Praktisi Penyiaran Indonesia.
Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara melaku
wawancara terhadap responden secara langsung terbuka tidak berstruktural
berpedoman pada daftar pertanyaan (quesionery yang telah disiapkan
sebelumnya. Pengumpulan data sekunder dengan cara
menginventarisasi, mengklasifikasi peraturan perundang-undangan dan
kepustakaan van terkait dengan penelitian. Seluruh data yang terkumpul
dianalisis secara kualitatif dan dipaparkan secara deskriptif.
Hasil penelitian menunjukan :
a. Pada dasamya organisasi penyiaran (broadcasting organization)
selaku badan hukum memiliki hak sebagaimana layaknya pencipta
atau pemegang hak cipta untuk materi karya siarannya sendiri (Pasal 2
ayat (1) UU No. 121 1997) dan Hak-hak yang Tterkait dengan Hak
Cipta (Neighbouring Rights atau Related Rights) sebagaimana diatur
dalam Pasal 43 C ayat 93) UU No. 121 1997 atas karya siaran,
utamanya yang menyangkut ciptaan pihak lain.
b. Bentuk pelanggaran hak yang merugikan organisasi penyiaran
(broadcasting organization) adalah tindakan memperbanyak karya
siaran yang telah ada dan mengumumkan (menyiarkan kepada umum)
secara tanpa ijin. Upaya pemulihan yang dapat dilakukan baik secara
litigasi ( gugatan perdata atau tuntutan pidana) maupun non litigasi
(alternatif penyelesaian sengketa}.Namun demikian dalam praktek,
apabila terjadi pelanggaran lazimnya organisasi penyiaran
(broadcasting organization) menyelesaikan secara informal dan
keluargaan.
Dalam hal ini ada beberapa saran yang dapat dipertimbangkan
yaitu:
a. Perlu adanya peraturan perundang-undangan yang terpadu dalam
mengatur masalah organisasi penyiaran (broadcasting organization)
dan aktivitasnya.
b. Perlu ditetapkan pembagian Lembaga Penyiaran secara efisien
meliputi Lembaga Penyiaran Pemerintah (LPP) dan Lembaga
Penyiaran Swasta (LPS), sehingga memberikan peluang bagi kedua
lembaga tersebut untuk memperluas kegiatannya mencakup apa yang
saat ini menjadi wewenang Lembaga Penyiaran Siaran Khusus
(LPKS).
c. Perlu ditingkatkan pemahaman para profesional di bidang penyiaran
(broadcaster) akan perlindungan HAKI, khususnya Hak Cipta. Hal ini
penting , agar mereka memahami hakekat dan manfaat perlindungan
Hak Cipta bagi dirinya sekaligus menghormati karya cipta pihak lain .
RELEVANSI IZIN USAHA DENGAN PENINGKATAN USAHA GOLONGAN EKONOMI LEMAH DI JAWA TIMUR
Yang menjadi respondent dalam penelitian ini ialah pengusaha-pengusaha golongan ekonomi 1emah yang berada di Lingkungan Industri Keeil (LIK) Magetan, Sidoarjo, Gresik, Malang dan juga pengusaha yang berada di luar LIK tersebut di atas. Instansi pemerintah dan swasta yang ada kaitannya dengan pengusaha ini juga ikut dijadikan respondent. Pengertian pengusaha golongan ekonomi lemah belum ada keseragaman. Pemerintah memberikan pengertian ini berdasarkan kepada kemampuan mengelola, mengorganisir dan terbatasnya modal. Bank Indonesia memberikan kriteria lain, yaitu berdasarkan modal yang dimiliki. Izin usaha bagai pengusaha golongan ekonomi lemah masih merupakan suatu permasalahan. Tetapi apabila pengusaha ini telah memperoleh Surat Izin Usaha, ia akan memperoleh kemudahan dalam rangka mengambil kredit di bank pemerintah maupun swasta
ASPEK JURIDIS PERJANJIAN BUILD OPERATE AND TRANSFER (BOT) PROYEK JALAN TOL
Pembangunan Indonesia berlangsungh sangat pesat dalam beberapa dasawarsa terakhir ini dan hal itu tidak dapat dilepaskan dari kerjasama antara pemerintah dengan sector swasta atau dengan mitra usaha dari luar negeri. (Mohon Abstrak selanjutnya lihat langsung ke Teks Laporan Penelitian
DAMPAK PENCABUTAN UU NO. 17 TAHUN 1964 TERHADAP PENGGUNAAN CEK SEBAGAI ALAT BAYAR GIRAL
LAPORAN PENELITIAN INI MEMBAHAS TENTANG : DAMPAK PENCABUTAN UU NO. 17 TAHUN 1964 TERHADAP PENGGUNAAN CEK SEBAGAI ALAT BAYAR GIRA
PERBANDINGAN DARI BERBAGAI UNDANG -UNDANG PERKAWINAN
Seperti kita ketahui bersama bahwa sampai saat menjeanng terbentuknya UU 1,0. 1 Tahun 1974 kita beberapa macam peraturan tentang; perkawinan. (Mohon Abstrak selanjutnya lihat langsung ke Teks Laporan Penelitian
PERBANDINGAN DARI BERBAGAI UNDANG -UNDANG PERKAWINAN
Seperti kita ketahui bersama bahwa sampai saat menjeanng terbentuknya UU 1,0. 1 Tahun 1974 kita beberapa macam peraturan tentang; perkawinan. (Mohon Abstrak selanjutnya lihat langsung ke Teks Laporan Penelitian
ASPEK JURIDIS PERJANJIAN BUILD OPERATE AND TRANSFER (BOT) PROYEK JALAN TOL
Pembangunan Indonesia berlangsungh sangat pesat dalam beberapa dasawarsa terakhir ini dan hal itu tidak dapat dilepaskan dari kerjasama antara pemerintah dengan sector swasta atau dengan mitra usaha dari luar negeri. (Mohon Abstrak selanjutnya lihat langsung ke Teks Laporan Penelitian
ASPEK JURIDIS PERJANJIAN KREDIK SINDIKASI
Menyongsong tahap tinggal landas dalam Pernbangunan Nasional di Indonesia, terlihat bahwa penekanan pada pemerataan yang diiringi dengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi menjadi paradigma yang mengkcdepan dalam proses pernbangunan karena pertumbuhan ekonomi menjadi ukuran keberhasilan pembangunan suatu bangsa. Dalam rangka pcrnbangunan nasional ini, peran sektor swasta baik yang berskala bcsar, menengah ataupun kecil terns clipacu untuk lebih menggiatkan aktivitasnya. Aktivitas kegiatan perusahaan tersebut tentunya rnernbutuhkan modal baik untuk pendirian lIlaupun dalam rangka perluasan usahanya. Penggalian dana oleh perusahaan dapat melalui berbagai cara, di antaranya dengan menjual saham dan obligasi di pasar modal atau dengan mengajukan perrnohonan kredit melalui lembaga kcuangan bank atau lembaga pernbiayaan lainnya. Penggalian dana melalui perbankan banyak diminati olch perusahaan. Namun bila jumlah dana yang dibutuhkan sangat besar, hal ini merupakan kendala terscndiri bagi perbankan, terlebih dcugan adanya ketentuan Batas Maksimum Penibcrian Kredit (8M PK) yang diatur dnlam UU No. 711 992 tcntang Perbankan. BMPK membatasi krcdit yang diberikan oleh pemimjam atau sekelompok pemimjam yang terkait tidak boleh melebihi dari 30 % modal bank yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Dengan adanya ketentuan BMPK keinampuan suatu bank untuk menyalurkan kredit kepada suatu perusahaan atau group menjadi terbatas, sehingga bank-bank berpaling kepada Iernbaga kredit sindikasi. Hal ini sesuai pernyataan Remi Syahdeini bahwa (Info Bank, No. 170 Pebruari 1994: 12) Penyelesaian masalah pelanggaran pernenuhan BMPK melalui asuransi selain belum Iancar, sifatnya hanya temperer. untuk itu penyelesaiau yang lebih mendasar seperti pemberian kredit dengan sinclikasi bank-bank perlu dikembangkan
ASPEK JURIDIS PERJANJIAN KREDIT SINDIKASI
Mcnyongsong tahap tinggal landas dalam Pernbangunan Nasional di Indonesia, tcrlihat bahwa penekanan pada pemerataan yang diiringi dengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi menjadi paradigma yang mengkcdepan dalam proses pernbangunan karena pertumbuhan ekonomi menjadi ukuran keberhasilan pembangunan suatu bangsa. Dalam rangka pcrnbangunan nasional ini, peran sektor swasta baik yang berskala bcsar, menengah ataupun kecil terns clipacu untuk lebih menggiatkan aktivitasnya. Aktivitas kegiatan perusahaan tersebut tentunya rnernbutuhkan modal baik untuk pendirian lIlaupun dalam rangka perluasan usahanya. Penggalian dana oleh perusahaan dapat melalui berbagai cara, di antaranya dengan menjual saham dan obligasi di pasar modal atau dengan mengajukan perrnohonan kredit melalui lembaga kcuangan bank atau lembaga pernbiayaan lainnya. Penggalian dana melalui perbankan banyak diminati olch perusahaan. Namun bila jumlah dana yang dibutuhkan sangat besar, hal ini merupakan kendala terscndiri bagi perbankan, terlebih dcugan adanya ketentuan Batas Maksimum Penibcrian Kredit (8M PK) yang diatur dnlam UU No. 711 992 tcntang Perbankan. BMPK membatasi krcdit yang diberikan oleh pemimjam atau sekelompok pemimjam yang terkait tidak boleh melebihi dari 30 % modal bank yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Dengan adanya ketentuan BMPK keinampuan suatu bank untuk menyalurkan kredit kepada suatu perusahaan atau group menjadi terbatas, sehingga bank-bank berpaling kepada Iernbaga kredit sindikasi. Hal ini sesuai pernyataan Remi Syahdeini bahwa (Info Bank, No. 170 Pebruari 1994: 12) Penyelesaian masalah pelanggaran pernenuhan BMPK melalui asuransi selain bclum Iancar, sifatnya hanya temperer. untuk itu penyelesaiau yang lebih mendasar seperti pernberian kredit dengan sinclikasi bankhank pcrlu dikcmbangkan