JURNAL MERCATORIA
Not a member yet
232 research outputs found
Sort by
Implikasi Hukum Hybrid Contract dalam Akad Al-ijarah Wa Ar-rahn pada Pegadaian Syariah di Kota Yogyakarta
Praktek gadai syari’ah (Rahn) sebagai produk pembiayaan yang diunggulkan dalam pegadaian syariah dengan prinsip syariah, berbeda dengan pembiayaan Ijarah (penitipan barang). Namun realitanya kedudukan akad Ijarah dalam gadai syariah pada pegadaian syariah di Kota Yogyakarta juga menggunakan akad Ijarah sebagai akad tambahan dalam pelaksanaan gadai syariah selain akad Rahn (Hybrid Contract). Masalah yang dikaji dalam penelitian ini mengenai implementasi Hybrid Contract dalam akad Al-Ijarah wa ar-Rahn pada Pegadaian Syariah, dan implikasi hukum terhadap Hybrid Contract dalam akad Al-Ijarah wa ar-Rahn pada praktik pegadaian syari’ah di Kota Yogyakarta. Kajian ini menggunakan penelitian yuridis normatif yang dianalisis secara kualitatif. Kajian ini menyimpulkan bahwa akad yang benar seharusnya digunakan dalam praktik pegadaian syariah adalah akad Rahn saja sebab penyaluran uang pinjaman atas dasar hukum gadai. Keadaan yang demikian dapat menimbulkan perbedaan konstruksi hukum yang berimplikasi berbedanya hubungan hukum antar pihak. Kedudukan akad Ijarah dalam gadai syariah pada pegadaian syariah secara praktik harus dipisahkan dengan akad Rahn, karena akad Ijarah dengan akad Rahn adalah dua akad yang berbeda, menurut Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
Akibat Tidak ada Perubahan Kepemilikan atas Efek dalam Perjanjian Repurchase Agreement (REPO) Ditinjau dari Hukum Pasar Modal
Tulisan ini bertujuan untuk melihat Transaksi Repurchase Agreement atau dikenal juga dengan Transaksi Repo adalah perjanjian jual beli Efek dengan komitmen untuk menjual atau membeli kembali pada waktu dan harga yang ditentukan. Masalah difokuskan pemahaman yang lebih mendalam tentang implikasi hukum dari ketiadaan perubahan kepemilikan efek dalam Repo Agreement dalam perspektif hukum pasar modal. Perkembangan transaksi Repo di Indonesia diiringi juga dengan munculnya berbagai permasalahan dalam praktiknya. Guna mendekati masalah ini dipergunakan acuan teori dari hukum perjanjian. Data–data dikumpulkan melalui kepustakaan dan studi lapangan, dan alat pengumpul data studi dokumen dan wawancara dan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Kajian ini menyimpulkan bahwa perjanjian Repo yang tidak mengakibatkan perubahan kepemilikan atas Efek/obyek Repo melanggar Pasal 3 ayat (1) POJK No. 09/POJK.04.2015 sehingga perjanjian tersebut tidak memenuhi syarat objektif perjanjian yang sah. Akibat hukum dari tidak terpenuhinya syarat objektif tersebut adalah perjanjian menjadi batal demi hukum dan kembali ke keadaan semula seakan-akan perjanjian tidak pernah ada
Putusan MK No. 46/PUU-VIII/2010 tentang Status Anak di Luar Nikah dan Fatwa MUI No. 11 Tahun 2012 dalam Perspektif Maqashid Syari’ah Al-Khamsah
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pandangan Maqashid Syari`ah al-Khamsah terhadap putusan Mahkamah Konstitusi nomor 46/PUU-VIII/2010 tentang status anak luar nikah, pendapat Fatwa Maqashid Syari'ah al-Khamsah MUI No. 11 Tahun 2012 dan perbandingan diantara kedua putusan tersebut. Untuk memecahkan isu hukum terkait penelitian tersebut, pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan perbandingan (comparative approach). Hasil penelitian mengungkapkan bahwa dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUUVIII/2010 tentang status anak luar nikah, konsep al-dharuriyat, Maqashid Syariah al-Khamsah atau hifdz nafs dibahas sangat erat, karena membahas tentang hak anak melindungi jiwa anak dengan memenuhi kebutuhannya. Sedangkan menurut pemahaman prinsip hifdz nashl Maqashid Syari'ah al-Khamsa, keturunan yang sah adalah anak yang lahir dari perkawinan yang sah secara agama. Fatwa MUI No. 11 Tahun 2012 tentang status anak luar nikah dan perlakuan terhadap kelahirannya. Hal ini sejalan dengan Maqasid Syari'ah al-Khamsah, khususnya yang berkaitan dengan hifdz nashli karena Maqasid Syari'ah al-Khamsah yang menyatakan bahwa generasi anak bagi orang tuanya adalah yang lahir dari perkawinan sah. Fatwa tersebut juga sesuai dengan Maqasid Syari’ah al-Khamsah dalam hifdz nafs yaitu dengan diwajibkannya bagi laki-laki yang mengakibatkan kelahirannya untuk memenuhi kebutuhan hidup sang anak dan memberikan harta yang dimiliki melalui wasiat wajibah
Perlindungan Hukum terhadap Anak Korban Kekerasan Seksual menurut Hukum Positif di Indonesia (Analisis Putusan Nomor 320/Pid.Sus/2022/PN.Kpn)
Artikel ini bertujuan untuk menganalisis dan mengkaji pengaturan perlindungan hukum terhadap anak korban kekerasan seksual di Indonesia dan untuk menganalisis dan mengkaji bagaimana pelaksanaan perlindungan hukum kekerasan seksual secara represif di Indonesia. Masalah difokuskan pada perlindungan hukum terhadap anak korban kekerasan seksual di Indonesia. Guna mendekati masalah ini dipergunakan acuan teori dari artikel atau karya yang sesuai dengan masalah penelitian. Data-data yang didapat dikumpulkan melalui studi kepustakaan dan studi dokumentasi yang bersumber dari peraturan perundang-undangan yang terkait dengan masalah penelitian, buku-buku hukum yang mengandung konsep-konsep hukum, dokumen resmi, publikasi, dan hasil penelitian dan dianalisis secara kualitatif. Kajian ini menyimpulkan bahwa, Perlindungan hukum terhadap anak korban kekerasan seksual telah diatur secara spesifik dalam berbagai peraturan perundang-undangan tentang anak. Kasus kekerasan seksual di Indonesia sangat beragam dengan berbagai motif dan tindakan yang berbeda yang melibatkan berbagai pihak. Bentuk perlindungan hukum di Indonesia dalam praktek sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Hal tersebut dapat dilihat dalam Putusan Nomor 320/Pid.Sus/2022/PN.Kpn yang memutus perkara tindak pidana melakukan ancaman kekerasan terhadap anak untuk melakukan perbuatan cabul yang dilakukan oleh orang tua secara berlanjut
Pengaturan Pelaku Tindak Pidana Penipuan Menggunakan Identitas Dokter (Studi Putusan Nomor 192/PID/2023/PT BJM)
Artikel ini bertujuan untuk membahas ketentuan pidana terhadap penipuan dengan menggunakan identitas palsu khususnya identitas dokter yang ditinjau menurut peraturan perundang-undangan dan teori hukum di Indonesia dengan mengkaji Putusan Nomor 192/PID/2023/PT BJM sebagai kasus yang relevan dengan permasalahan yang diangkat. Masalah difokuskan pada bagaimana pengaturan mengenai tindak pidana penipuan menggunakan identitas dokter dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia dan bagaimana pertimbangan hukum majelis hakim terhadap penipuan menggunakan identitas dokter dalam Putusan Nomor 192/PID/2023/PT BJM. Guna mendekati masalah ini dipergunakan metode yuridis normatif dengan metode pendekatan deskriptif analitis dengan menggunakan data sekunder yaitu peraturan dan studi kasus sebagai data utama serta dianalisis secara kualitatif. Kajian ini menyimpulkan bahwa pengaturan mengenai tindak pidana penipuan menggunakan identitas dokter diatur secara khusus dalam beberapa aturan perundang-undangan di Indonesia seperti Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan Undang-undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi yang kesemuanya mengatur lebih berat dari yang diatur dalam KUHP. Kemudian Putusan Nomor 192/PID/2023/PT BJM hakim menjatuhkan Pasal 378 KUHP sesuai dengan tuntutan jaksa dan lebih berfokus kepada penggunaan nama palsu secara umum tidak mengkhususkan kepada identitas dokter. Atas dasar itu hakim menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama dengan menjatuhkan pidana penjara paling lama 4 tahun lebih ringan dari penipuan dengan menitikberatkan pada identitas dokternya
Perlindungan Hukum bagi Konsumen dalam Transaksi E-commerce sebagai Tantangan Bisnis di Era Global
Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis hak-hak konsumen dalam transaksi e-commerce, dan analisis hukum terkait penyelesaian sengketa dalam transaksi melalui e-commerce. Masalah difokuskan analisis pada hak-hak konsumen dan penyelesaian sengketa di luar pengadilan dalam sengketa perdagangan e-commerce. Untuk menganalisis permasalahan yang ada maka digunakan metode yuridis normatif yang mendasarkan pada norma-norma positif. Data-data dikumpulkan melalui studi kepustakaan dan dianalisis secara kualitatif. Kajian ini menyimpulkan bahwa electronic commerce atau yang disebut dengan e-commerce merupakan pasar tanpa batas yang dapat melampaui semua batas, seperti perbedaan waktu, perbedaan bahasa, perbedaan mata uang dan perbedaan peraturan. Masyarakat umumnya melakukan e-commerce karena banyaknya kemudahan yang ada di dalamnya, banyaknya pengguna juga semakin bervariasi. Negara telah mengatur mengenai perlindungan dalam transaksi e-commerce yaitu melalui Undang-undang Perlindungan Konsumen. Transaksi E-Commerce tanpa batas yang melampaui perbedaan regional jika terjadi dapat diselesaikan melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa, yang di dalamnya terdapat berbagai bentuk seperti negosiasi, mediasi, konsiliasi, konsultasi, expert judgement, dan arbitrase. Praktik penyelesaian sengketa pada e-commerce dengan Alternatif penyelesaian sengketa menjadi pilihan tepat bagi para pelaku usaha dan konsumen yang membutuhkan penyelesaian yang cepat, murah, dan bersifat rahasia. Penyelesaian sengketa menggunakan alternatif penyelesaian sengketa memiliki keuntungan bagi kedua belah pihak yang bersengketa dengan didasari itikad baik kedua belah pihak
Pertanggungjawaban Hukum Platform E-Commerce terhadap Penjualan Buku Bajakan (Studi Komparasi Indonesia dan Malaysia)
Artikel tulisan ini bertujuan untuk menganalisa pengaturan tanggung jawab platform e-commerce terhadap penjualan buku bajakan dalam regulasi di Indonesia dan Malaysia. Data-data dikumpulkan melalui penulisan hukum normatif dengan spesifikasi deskriptif analitis dan dianalisis secara kualitatif. Kajian ini menyimpulkan bahwa platform e-commerce bertanggung jawab pada penyelenggaraan sistem elektronik yang aman. Namun di Indonesia dan Malaysia, penyedia platform e-commerce tidak dapat diminta bertanggung jawab secara hukum jika terbukti ada kesalahan dari penjual yang menggunakan platfromnya untuk kegiatan yang dilarang oleh hukum seperti penjualan buku bajakan. Sebagai gantinya, platform e-commerce dapat melakukan tanggung jawab moral dengan melakukan monitoring dan menegakkan tindakan yang menjadi kebijakan platform e-commerce pada websitenya
Dissenting Opinion oleh Hakim dalam Proses Pengambilan Putusan Perkara Tindak Pidana Korupsi sebagai Wujud Kebebasan Hakim
Tulisan ini bertujuan untuk membahas isu penting mengenai penegakan hukum sebagai bagian dari pembangunan hukum di Indonesia, yaitu tentang bagaimana menjalankan kekuasaan kehakiman dengan sinkronisasi antara UUD 1945 dan UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Masalah difokuskan pada dissenting opinion yang mencerminkan kebebasan dan kemandirian individual hakim, termasuk dalam satu majelis atau pengadilan. Guna mendekati masalah ini digunakan acuan dari teori Pemidanaan sebagai acuan untuk mencapai kepastian hukum. Data-data dikumpulkan melalui sumber kepustakaan dan studi lapangan, serta diambil melalui studi dokumen dan wawancara, dan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Kajian ini menyimpulkan bahwa terdapat norma dalam UU Kekuasaan Kehakiman bahwa jika dalam sidang permusyawaratan majelis hakim belum mencapai mufakat bulat, maka pendapat hakim yang berbeda harus dimuat dalam putusan dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan tersebut. Oleh karena itu, agar Dissenting Opinion dapat memiliki pengaruh yang lebih besar, harus menjadi bagian dari pertimbangan hakim dan diatur sebagai peraturan dalam Hukum Acara Peradilan di Indonesia
Penentuan Status Korban Pemerkosaan Guna Melakukan Aborsi Pasca Pengesahan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2023
Artikel ini bertujuan untuk mencari penentuan kapan seseorang dapat dikatakan sebagai korban kekerasan seksual penyebab kehamilan dalam konteks korban menginginkan prosedur aborsi sesuai ketentuan Pasal 463 Ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2023. Penentuan ini ditetapkan agar janin tidak melewati batas waktu umur 14 minggu. Masalah difokuskan pada seharusnya penentuan kapan seseorang dapat dikatakan sebagai korban kekerasan seksual penyebab kehamilan dalam konteks korban menginginkan prosedur aborsi sesuai ketentuan Pasal 463 Ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2023 di masa mendatang. Guna mendekati masalah ini dipergunakan acuan teori keadilan hukum dari John Rawles dan Aristoteles. Data-data dikumpulkan melalui cara kepustakaan dan dianalisis secara kualitatif. Kajian ini menyimpulkan bahwa pihak yang berwenang menentukan kapan seseorang dapat melakukan aborsi legal adalah penyidik dan penentuan status sebagai korban pemerkosaan adalah saat penyidikan. Hal ini disimpulkan berasarkan Undang-undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindakan Pidana Kekerasan Seksual dan Peraturan Kapolri (Perkap) No. 6 tahun 2019 berisi tentang Penyidikan Tindak Pidana
Pertanggungjawaban Hukum Bedah Plastik Estetik yang Merubah Fitur Wajah
Artikel ini bertujuan untuk menganalisis pertanggungjawaban hukum dalam bedah plastik estetik yang mengubah fitur wajah, mengingat kemajuan teknologi alat kedokteran dan ketidakpuasan seseorang terhadap wajahnya yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Penelitian dilakukan dengan sudut pandang penerapan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Dokter yang melakukan pembedahan plastik sering kali melakukan kesalahan, baik sengaja maupun lalai hingga menimbulkan korban. Oleh karenanya, dokter tidak akan terlepas dari jeratan hukum maupun sanksi akibat tindakannya. Fokus masalahnya tentang pengaturan bedah plastik estetik di Indonesia dan tanggung jawab hukum dokter dalam melakukan bedah plastik estetik yang mengubah fitur wajah. Kajian ini menggunakan penelitian yuridis normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan, teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan yang dianalisis secara kualitatif. Hasil kajian menyimpulkan bahwa hubungan antara dokter dan pasien terjadi karena adanya perjanjian timbal balik yang menimbulkan hak dan kewajiban. Dokter berjanji untuk merubah atau menyempurnakan bagian tertentu dari pasien pada bagian wajah, sedangkan pasien berjanji untuk membayar biaya pengobatan, perawatan, dan pembedahannya. Jika salah satu pihak tidak memenuhi atau melanggar perjanjian tersebut, maka pasien dapat menuntut dokter berdasarkan Pasal 1239 KUHPerdata. Selain itu, masing-masing pihak yang dirugikan dapat menuntut dengan gugatan berdasarkan wanprestasi